KH M. Shiddiq Al-Jawi: Khutbah dan Sholat Idul Fitri Itu Satu Rangkaian Hukum - Tinta Media

Selasa, 03 Mei 2022

KH M. Shiddiq Al-Jawi: Khutbah dan Sholat Idul Fitri Itu Satu Rangkaian Hukum


Tinta Media - Founder Institut Muamalah Indonesia KH. M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si menjelaskan bahwa khutbah dan sholat Idul Fitri itu satu rangkaian hukum.

"Titik tolaknya, khutbah Idul Fitri itu merupakan satu cabang hukum atau satu rangkaian hukum dari sholat Idul Fitrinya itu sendiri," jelasnya pada Tinta Media, Selasa (3/4/2022).

Maka dari itu, waktu khutbah Idul Fitri itu tidaklah terpisah dari waktu Sholat Idul Fitri, melainkan mengikuti waktu sholat Idul Fitrinya itu sendiri. "Bukan bebas dilakukan kapan saja," tegasnya.

Memang para ulama tidak merinci secara eksplisit bahwa batas akhir untuk waktu khutbah Idul Fitri adalah waktu zawal (awal waktu Zhuhur). Yang mereka jelaskan, memang hanya batas akhir untuk waktu Sholat Idul Fitri (dan Idul Adha), seperti misalnya yang diterangkan oleh Imam Syarbaini Khathib:

وأمَّا كون آخر وقتها- أي: صلاة العيد- الزوال، فمُتَّفق عليه ((مغني المحتاج)) (1/310).

Artinya: "Adapun batas akhir untuk waktu sholat Idul Fitri dan Idul Adha itu adalah waktu zawal (waktu awal Zhuhur), maka itu sudah disepakati ulama." (Syarbaini Khathib, _Mughni al-Muhtaj,_ 1/310). "Tetapi apakah, dari penjelasan para ulama itu, kita kemudian bebas berkhutbah Idul Fitri kapan saja?" Tanya Ustaz Shiddiq.

Kiai menjawabnya dengan memberi contoh, misalnya sholat Idul Fitrinya tanggal 1 Syawal, tapi kemudian berkhutbah Idul Fitri tanpa sholat tanggal pada 2 Syawal. Menurutnya, khutbah Idul Fitri tidak bisa bebas dilakukan kapan saja seperti itu, terlepas dari waktu sholat Idul Fitrinya. “Sesungguhnya khutbah Idul Fitri itu dari segi waktu, mengikuti waktu Sholat Idul Fitri, bukan bebas dilakukan kapan saja, misalnya tanggal 2 Syawal, atau tanggal 3 Syawal, atau tanggal 4 Syawal, atau tanggal 5 Syawal, dan seterusnya,” paparnya.

Dasar waktu khutbah Idul Fitri itu mengikuti waktu sholat Idul Fitri adalah kaidah fiqih yang berbunyi: At taabi’u taabi’un (perkara cabang itu hukumnya mengikuti perkara pokoknya). (M. Shidqi Al Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyah, 2/158).

Dengan demikian, jika sudah sholat Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal, tidak boleh hukumnya berkhutbah Idul Fitri pada tanggal 2 Syawal, meski hanya khutbah dan tidak mengulangi sholat Idul Fitrinya. Hal ini dikarenakan waktu Khutbah Idul Fitrinya sudah lewat, yakni paling lambat tanggal 1 Syawal pada waktu zawal, mengikuti waktu sholat Idul Fitrinya itu sendiri.

Jelaslah bahwa waktu khutbah Idul Fitri itu dari segi waktunya, mengikuti waktu Sholat Idul Fitri itu sendiri, bukan bebas dilakukan kapan saja. Maka, pendapat yang membolehkan berkhutbah Idul Fitri tanggal 2 Syawal, dengan dalih para ulama hanya menentukan batas akhir waktu untuk sholat Idul Fitri, tidak menentukan batas akhir untuk waktu khutbah Idul Fitri itu tidak benar.

“Pendapat tersebut sungguh tidak benar, karena pendapat itu telah memisahkan khutbah Idul Fitri dengan sholat Idul Fitrinya. Padahal khutbah Idul Fitri itu merupakan satu rangkaian hukum atau cabang hukum yang tidak terpisahkan dari pokok hukumnya, yaitu sholat Idul Fitrinya itu sendiri,” jelasnya.

Menurut Ustaz Shiddiq, pendapat tersebut juga berbahaya. Karena akan muncul konsekuensi logis ( muqtadha al qaul) berupa pendapat bolehnya khutbah Idul Fitri kapan saja, tidak hanya boleh pada tanggal 2 Syawal, tapi juga boleh pada tanggal 3, 4, atau 5 Syawal. Hal ini juga berlawanan dengan Sabda Rasulullah SAW: “Man ‘amila ‘amalan  laysa ‘alaihi amruna fahuwroddu.” Artinya, "Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka perbuatan itu tertolak." (HR Bukhari no. 2697; Muslim no. 1718).

“Tentu pendapat seperti ini adalah pendapat yang batil dan tidak ada nilainya menurut hukum syara',” tandasnya.[] Raras

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :