Tinta Media - Terkait polemik prodcast LGBT Deddy Corbuzier, Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan bahwa "Ini negara demokrasi. Negara tak berwenang melarang Deddy Corbuzier menampilkan LGBT di podcast miliknya. Rakyat pun berhak mengkritik Deddy seperti halnya Deddy berhak menampilkan video wawancara dengan LGBT tersebut", dinilai oleh Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan S.H. M.H. tidak garis lurus dengan fakta yang terjadi.
“Pernyataan Mahfudz MD terkesan tidak garis lurus dengan tindakan, kebijakan Pemerintah serta tidak garis lurus dengan fakta yang terjadi,” tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (11/5/2022).
Chandra memberikan alasan, jika memang negara ini adalah demokrasi, semestinya aktivis dan aktivis dakwah tidak boleh dipersoalkan secara hukum dengan menggunakan pasal apa pun ketika menyampaikan gagasan, pendapat dan mempublikasikan apa pun di seluruh kanal media sosial.
Menurutnya, jika betul negara ini demokrasi, semestinya FPI dan HTI dibiarkan saja menyampaikan atau mendakwahkan seluruh ajaran Islam seperti syariah, jilbab, jihad, khilafah dan lain lain. “Semestinya dibiarkan, diberikan ruang, dan tidak distigmatisasi, dituduh dan dipersekusi. Tetapi nyata organisasi dakwah HTI yang damai, intelektual, elegan dicabut BHP nya. Sedangkan FPI dibubarkan,” sesalnya.
“Perlu diketahui demokrasi adalah ajaran transnasional, bukan ide atau gagasan murni yang lahir dari Pancasila dan kebangsaan. Demokrasi muncul pertama kali di sebuah kota Athena di Yunani Kuno, pada abad 6 sebelum masehi,” paparnya.
Chandra berharap, semestinya negara hadir agar berbagai tontonan yang dapat dinilai mempromosikan pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan/atau melegitimasi perilaku LGBT harus dievaluasi kembali.
“Oleh karena itu, negara memiliki kewajiban untuk menjaga nilai-nilai dan standar moral yang dianut oleh publik mayoritas,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
“Pernyataan Mahfudz MD terkesan tidak garis lurus dengan tindakan, kebijakan Pemerintah serta tidak garis lurus dengan fakta yang terjadi,” tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (11/5/2022).
Chandra memberikan alasan, jika memang negara ini adalah demokrasi, semestinya aktivis dan aktivis dakwah tidak boleh dipersoalkan secara hukum dengan menggunakan pasal apa pun ketika menyampaikan gagasan, pendapat dan mempublikasikan apa pun di seluruh kanal media sosial.
Menurutnya, jika betul negara ini demokrasi, semestinya FPI dan HTI dibiarkan saja menyampaikan atau mendakwahkan seluruh ajaran Islam seperti syariah, jilbab, jihad, khilafah dan lain lain. “Semestinya dibiarkan, diberikan ruang, dan tidak distigmatisasi, dituduh dan dipersekusi. Tetapi nyata organisasi dakwah HTI yang damai, intelektual, elegan dicabut BHP nya. Sedangkan FPI dibubarkan,” sesalnya.
“Perlu diketahui demokrasi adalah ajaran transnasional, bukan ide atau gagasan murni yang lahir dari Pancasila dan kebangsaan. Demokrasi muncul pertama kali di sebuah kota Athena di Yunani Kuno, pada abad 6 sebelum masehi,” paparnya.
Chandra berharap, semestinya negara hadir agar berbagai tontonan yang dapat dinilai mempromosikan pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan/atau melegitimasi perilaku LGBT harus dievaluasi kembali.
“Oleh karena itu, negara memiliki kewajiban untuk menjaga nilai-nilai dan standar moral yang dianut oleh publik mayoritas,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun