Tinta Media - Saya berkesimpulan Jokowi tidak punya malu. Dalam falsafah Jawa, Rai Gedek (Betawi: Muka Tembok), ora nduwe isin. Betapa tidak, Jokowi secara telanjang mempertontonkan tindakan penyalahgunaan wewenang sebagai Presiden Republik Indonesia, menghadiri acara yang tidak penting, acara yang tidak ada hubungannya dengan tugas kepala negara dan kepala pemerintahan, dengan membawa rombongan pejabat kenegaraan.
Dalam sebuah acara bersama Projo, Jokowi didampingi Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko, anggota Wantimpres Sidarto Danusubroto, hingga Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid menghadiri Rakernas Relawan Pro Jokowi (Projo) di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. (21/5/2022).
Memang benar, Rakernas itu bertujuan untuk meminta arahan Jokowi untuk Pilpres 2024. Namun tak ada urusannya rakernas itu dengan tugas dan tanggung jawab Presiden.
Sementara, pejabat yang menggiringnya adalah pejabat yang menjadi atribut jabatan presiden. Kalau tau tata Krama, punya unggah ungguh, punya malu, semestinya pejabat tersebut tidak perlu diajak ikut.
Namun, memang kesannya yang mau ditunjukkan adalah negara ini punya Jokowi. Semua terserah dia, dan pendukungnya di projo bangga dengan itu.
Semestinya, Jokowi bertindak sebagai presiden untuk semua. Bukan presiden untuk projo.
Untuk urusan Pilpres, Jokowi juga tidak boleh condong pada salah satu bakal calon. Saat Jokowi mengatakan calonnya ada bersama Jokowi, semestinya yang hadir bukan hanya Ganjar, melainkan juga Puan Maharani, Prabowo, Anies Baswedan, Erick Thohir, Muhaimin Iskandar, AHY, Ridwan Kamil, dan semua anak bangsa yang punya hak sama untuk menjadi presiden.
Dalam perspektif UU Tipikor, Jokowi telah korupsi karena melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara. Moeldoko, Sidarto Danusubroto, hingga Hilmar Farid, itu digaji dari APBN, dari uang rakyat, bukan dari uang Jokowi. Kenapa, mereka bekerja dengan melakukan kunjungan yang manfaatnya hanya dinikmati Jokowi dan Projo ? Negara dirugikan, karena sudah bayar gaji tapi manfaatnya hanya dinikmati Projo.
Hal ini telah melanggar ketentuan pasal 2 dan/atau 3 UU Tipikor. Semestinya, KPK meringkus Jokowi dan rombongannya yang menghadiri acara Projo.
Tapi sekali lagi, karena tidak punya malu, muka tembok, pejabat-pejabat ini tetap saja berani pasang wajah tersenyum dan cekikikan dihadapan rakyat. Mereka digaji rakyat, tapi bekerja untuk kepentingan politik kelompok sendiri.
Menyebalkan, benar-benar menyebalkan melihat kelakuan pejabat di negeri ini. Mereka, benar-benar tidak memiliki value untuk bertindak, sehingga tak sadar melakukan pelanggaran-pelanggaran namun tetap merasa paling NKRI. [].
Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik