Jika BBM Dinaikkan, LBH Pelita Umat: Berpotensi Melanggar Hukum - Tinta Media

Sabtu, 28 Mei 2022

Jika BBM Dinaikkan, LBH Pelita Umat: Berpotensi Melanggar Hukum


Tinta Media - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan S.H., M.H. menilai ada potensi pelanggaran hukum jika bahan bakar minyak (BBM) dinaikkan.

 
“Jika BBM dinaikkan maka berpotensi melanggar aspek-aspek hukum yang ada dalam aturan undang-undang,” tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (28/5/2022).
 
Menurut Chandra, undang-undang dimaksud adalah pertama, pasal 28 ayat 2 UU Minyak dan Gas yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi yaitu tentang penentuan harga migas dunia. “Sehingga alasan pemerintah jika akan menaikkan BBM karena kenaikan minyak dan gas dunia dianggap tidak benar,” ungkapnya serta melanjutkan poin berikutnya,
 
Kedua, pasal 28 C UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan kesejahteraan umat manusia sehingga dengan adanya kenaikan BBM dianggap tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar setiap orang. "Bahan bakar minyak (BBM) menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan dan perekonomian," tegasnya.
 
Selain melanggar UU, ujar Chandra, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia melalui putusannya pada tahun 2004 juga menegaskan bahwa kegiatan perdagangan BBM yang dimaksudkan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945 sehingga campur tangan Pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang diutamakan untuk melindungi rakyat.  “Jadi tidak bisa harga BBM ini dijual kepada rakyat disamakan dengan komoditas lain terlebih lagi jika berorientasi untung rugi,” simpulnya.
 
Ia juga mengingatkan, pemerintah dapat dianggap melakukan tindakan pelanggaran hukum, yakni apabila tidak konsiten melaksanakan peraturan terkait dengan harga jual BBM. "Yaitu dua Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Menteri (Permen) dan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM yang terbit dari tahun 2014–2020,” tegasnya.
 
Perpres dimaksud  lanjutnya, adalah Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian Dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (Perpres No. 191/2014) dan Perpres Nomor 43 Tahun 2018 tertang Perubahan atas Perpres No. 191/2014.
 
“Sementara Kepmen turunannya antara lain Kepmen ESDM Nomor 62.K/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual BBM Umum Jenis Bensin dan Solar Yang Disalurkan Melalui SPBU dan atau SPBN. Pasalnya apabila merujuk pada Kepmen ESDM No. 62.K/MEM/2020, harga BBM mestinya ikut mengalami penurunan harga apabila harga minyak mentah dunia anjlok, terkadang hal ini tidak terjadi,” paparnya.
 
Selanjutnya, merujuk Perpres No 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Pasal 14, dijelaskan bahwa Harga Dasar dan Harga Eceran BBM, dalam hal ini meliputi BBM Tertentu, BBM Khusus Penugasan, dan BBM Umum/Non Subsidi, ditetapkan oleh Menteri ESDM. "Sehingga apabila penetapan harga dilakukan oleh Badan Usaha maka dapat berpotensi pelanggaran," tegasnya.
 
Kemudian, lanjut Chandra, merujuk Putusan MK Perkara No 002/PUU-I/2003 telah ditentukan bahwa ketentuan Harga BBM yang diserahkan kepada mekanisme pasar (persaingan usaha yang sehat dan wajar) dalam pasal 28 ayat (2) dan (3) dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
 
“Jadi apa yang terjadi pada saat ini yaitu mengikuti mekanisme pasar, selain bertentangan dengan Perpres No 191 tahun 2014, juga bertentangan dengan Putusan MK yang menyatakan bahwa praktik penyerahan harga BBM kepada pasar tidak sesuai dengan UUD 1945,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
 



Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :