Tinta Media - Nampaknya, isu Khilafah akan menjadi isu hangat dalam Pilpres 2024. Belum memasuki kampanye, pilpres masih 2 tahun lagi saja, Rudi S Kamri sudah mulai memainkan isu Khilafah dalam Pilpres 2024.
Rudi menyebut Anies Baswedan dikelilingi kelompok pendukung pro Khilafah. Atas alasan itulah, Rudi menyarankan agar Anies Baswedan tidak maju Pilpres 2024.
Secara formal, tentu saja materi Khilafah ini tidak mungkin masuk dalam materi kampanye debat capres. Debat capres sendiri, hanya satu momen untuk memperkenalkan capres dan programnya.
Sementara materi kampanye non formal, sesungguhnya telah dimulai jauh sebelum tahapan kampanye Pemilu. Bahkan, seperti yang saya katakan, secara implisit maupun eksplisit saat inipun musim kampanye telah dimulai.
Tantangan Timses Pilpres dalam memenangi hati pemilih hingga akhirnya mendapatkan suaranya, dalam konteks isu Khilafah ini diantaranya ada beberapa hal :
Pertama, bagi kelompok kontra Khilafah isu Khilafah akan dijadikan 'momok' untuk mendeskreditkan lawan politik dengan tujuan untuk mengalienasi, menjegal pencapresan, hingga memeloroti elektabilitas. Apa yang dilakukan oleh Rudi S Kamri terhadap gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan adalah konfirmasi usaha untuk menjegal pencapresan Anies Baswedan dengan narasi dikelilingi kelompok pro Khilafah.
Cara-cara kuno seperti labeling dan stigmatisasi dengan ungkapan anti NKRI, anti Pancasila, memecah belah akan menjadi menu utama kampanye. Padahal, narasi ini sebenarnya hanyalah monsterisasi Khilafah, ungkapan yang hanya ada pada imajinasi.
Kedua, bagi kelompok pro Khilafah upaya mendelegitimasi Khilafah akan dikapitalisasi sebagai sikap yang anti Islam dengan argumentasi bahwa khilafah adalah ajaran Islam. Capres akan mengambil pilihan netral, karena terbuka menyatakan kontra Khilafah akan berbahaya bagi elektabilitas apalagi di tengah kesadaran pemilih Islam makin baik.
Pilihan terbuka kontra Khilafah seperti yang diambil oleh Rudi S Kamri pasti akan membahayakan elektabilitas capres. Berbeda dengan buzzer yang tak memiliki kepentingan dengan elektabilitas, sehingga mudah saja menyampaikan pandangan terbuka kontra Khilafah.
Ketiga, timses akan mempertimbangkan tiga hal antara terbuka pro khilafah untuk meraih elektabilitas umat Islam, kontra khilafah untuk meraih elektabilitas kelompok nasionalis, atau mengambil sikap netral. Tentu pilihan-pilihan ini bukan disampaikan pada konteks kampanye resmi pilpres, melainkan kampanye tim dalam aktivitas interaksi dengan masyarakat terutama dalam interaksi sosial media.
Ramuan yang keliru akan berdampak fatal. Misalnya, terbuka kontra Khilafah bukan hanya mendapatkan tantangan dari lawan, melainkan juga dari kelompok non partisan politik namun memiliki konsen dalam memperjuangkan Khilafah.
Inilah, yang saya maksud timses harus memiliki roadmap sejak dini untuk persiapan materi kampanye dan pilihan sikap yang diambil dalam menyikapi isu Khilafah. Sebab, realitasnya isu ini makin hari makin menggelinding dan membesar bak bola salju. [].
Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik