Tinta Media - Koordinator INVEST, Achmad Daryoko menegaskan bahwa liberalisasi kelistrikan sudah terjadi di Indonesia.
"Dan tibalah saatnya kita mengucapkan selamat datang liberalisasi kelistrikan di Indonesia!" terangnya kepada Tinta Media, Kamis (19/5/22).
Daryoko menambahkan bahwa sebenarnya skenario "perampokan" PLN dan liberalisasi kelistrikan ini sudah dimulai seperempat abad yang lalu.
"Dan baru berhasil pada era rezim bego ini!" kecamnya.
Ia menjelaskan dengan adanya mafia listrik yang membentuk Oligarkhi "Peng Peng" seperti JK, Luhut BP, Dahlan Iskan , Erick Tohir. "Dan saat ini mereka bersama Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga telah menguasai 85% asset PLN," bebernya.
Daryoko menyakinkan bahwa sebentar lagi akan dihapus subsidi listrik (seperti isi kemauan LOI 31 Oktober 1997). "Dan paralel dengan penghapusan subsidi listrik di atas, saat ini Menteri BUMN tengah membentuk Holding-Subholding PLN," paparnya.
Ia mengungkapkan hal itu merupakan konsep WB, ADB, dan IMF pada 1998.
"Berupa The Power Sector Restructuring Program" sebagai follow up dari LOI 31 Oktober 1997," imbuhnya.
Daryoko mengingatkan adanya PLN itu didirikan sebagai strategi Konstitusi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sesuai Pembukaan UUD 1945. "Tegasnya PLN didirikan guna menjabarkan pasal 33 ayat (2) UUD 1945 di sektor ketenagalistrikan!" terangnya.
Ia pun mengisahkan ketika berdiri PLN, biaya operasi kelistrikan tetap tinggi.
"Tetapi untuk menutup kekurangan biaya operasi tersebut, konsumen diminta membayar kekurangannya dengan istilah iuran listrik," ungkapnya.
Maka jaman dulu lanjutnya, orang membayar listrik ke PLN itu dengan istilah membayar iuran listrik. "Bukan membayar listrik, kemudian ada istilah subsidi dari Pemerintah,"imbuhnya.
Ia menjelaskan adanya Istilah SUBSIDI baru muncul setelah ada infiltrasi Ideologi Kapitalis/Liberal (seperti John Perkins ).
"Sehingga menggiring PLN yang semula berideologi Infrastruktur, kemudian "merangkak" secara ideologis," bebernya.
Dari menjadi BPU PLN kemudian PERUM PLN lanjutnya, dan akhirnya PT. PLN (PERSERO). "Hal ini bukan Infrastruktur lagi tetapi menjadi alat Kapitalis (yang saat ini bekerja sama dengan Komunis Gaya Baru),"pungkasnya.[] Nita Savitri
"Dan tibalah saatnya kita mengucapkan selamat datang liberalisasi kelistrikan di Indonesia!" terangnya kepada Tinta Media, Kamis (19/5/22).
Daryoko menambahkan bahwa sebenarnya skenario "perampokan" PLN dan liberalisasi kelistrikan ini sudah dimulai seperempat abad yang lalu.
"Dan baru berhasil pada era rezim bego ini!" kecamnya.
Ia menjelaskan dengan adanya mafia listrik yang membentuk Oligarkhi "Peng Peng" seperti JK, Luhut BP, Dahlan Iskan , Erick Tohir. "Dan saat ini mereka bersama Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga telah menguasai 85% asset PLN," bebernya.
Daryoko menyakinkan bahwa sebentar lagi akan dihapus subsidi listrik (seperti isi kemauan LOI 31 Oktober 1997). "Dan paralel dengan penghapusan subsidi listrik di atas, saat ini Menteri BUMN tengah membentuk Holding-Subholding PLN," paparnya.
Ia mengungkapkan hal itu merupakan konsep WB, ADB, dan IMF pada 1998.
"Berupa The Power Sector Restructuring Program" sebagai follow up dari LOI 31 Oktober 1997," imbuhnya.
Daryoko mengingatkan adanya PLN itu didirikan sebagai strategi Konstitusi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sesuai Pembukaan UUD 1945. "Tegasnya PLN didirikan guna menjabarkan pasal 33 ayat (2) UUD 1945 di sektor ketenagalistrikan!" terangnya.
Ia pun mengisahkan ketika berdiri PLN, biaya operasi kelistrikan tetap tinggi.
"Tetapi untuk menutup kekurangan biaya operasi tersebut, konsumen diminta membayar kekurangannya dengan istilah iuran listrik," ungkapnya.
Maka jaman dulu lanjutnya, orang membayar listrik ke PLN itu dengan istilah membayar iuran listrik. "Bukan membayar listrik, kemudian ada istilah subsidi dari Pemerintah,"imbuhnya.
Ia menjelaskan adanya Istilah SUBSIDI baru muncul setelah ada infiltrasi Ideologi Kapitalis/Liberal (seperti John Perkins ).
"Sehingga menggiring PLN yang semula berideologi Infrastruktur, kemudian "merangkak" secara ideologis," bebernya.
Dari menjadi BPU PLN kemudian PERUM PLN lanjutnya, dan akhirnya PT. PLN (PERSERO). "Hal ini bukan Infrastruktur lagi tetapi menjadi alat Kapitalis (yang saat ini bekerja sama dengan Komunis Gaya Baru),"pungkasnya.[] Nita Savitri