Tinta Media - Pengasuh Majelis Baitul Qur'an Tapin Guru H. Luthfi Hidayat menyatakan bahwa aktivitas untuk menghentikan kezaliman terstruktur rezim adalah dakwah yang memiliki warna politik.
"Dikarenakan persoalan kezaliman terstruktur dari rezim dan itu adalah aktivitas politik. Aktivitas kebijakan atas urusan rakyat. Oleh karenanya aktivitas untuk menghentikannya, dakwah yang dilakukan pun harus memiliki warna politik dalam arti pengurusan umat tersebut," tuturnya kepada Tinta Media dalam Wawancara Khusus Edisi Syawal 1443 H, Jum'at (6/5/2022).
"Aktivitas dakwah yang dilakukan adalah aktivitas pemikiran yang menjelaskan, mengkritisi setiap kebijakan zalim yang menyalahi syariat Allah dan nyata-nyata zalim," tambahnya.
Menurutnya, dakwah juga wajib dilakukan berjamaah. Karena demikian yang dicontohkan Baginda Rasulullah, mulai di Mekkah hingga Madinah saat mendapat pertolongan Allah SWT. "Rasul mencontohkan aktivitas dakwah itu adalah aktivitas jamaah," ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa meski Ramadhan 1443 H telah berlalu, namun rasa haru, khawatir, dan sedih menyelimuti. "Rasa haru karena besar harapan kita segala amal ibadah kita, mulai dari Shaum, qiyamul Lailatul, shadaqah, infak serta amal ibadah lainnya kiranya diterima dan dilipatgandakan pahalanya di sisi Allah SWT," ucapnya.
"Khawatir jika ternyata dosa dosa kita tidak diampuni, pahala tidak diterima, dan --naudzubillah--, kita berlindung kepada Allah atas apa yang Baginda Rasulullah ingatkan, bahwa betapa rugi seseorang yang melewati Ramadhan, namun dosa-dosanya tidak dieliminasi oleh Allah SWT," bebernya.
"Sedih karena ragam keutamaan, berbagai bonus yang Allah berikan atas balasan amal tidak kita temukan lagi sesaat setelah Ramadhan 1443 H meninggalkan kita. Sedih kalau-kalau kita tidak berjumpa dengan Ramadhan berikutnya," imbuhnya.
Namun yang harus menjadi catatan penting bahwa, tutur Guru Luthfi, walaupun Ramadhan telah pergi, semangat ibadah jangan sampai ditinggalkan. "Shaum Ramadhan tetap kita biasakan dengan melakukan shaum Sunnah, mulai dari puasa Sunnah di bulan Syawal, dan kebaikan ibadah ini kita tetap lanjutkan dengan shaum Sunnah Senin Kamis, ataupun Shaum Sunnah Nabi Daud As," paparnya.
"Tahajjud kita pun juga tetap harus menjadi kebiasaan kita, jika perlu kita jaga hingga nanti Allah mempertemukan kita dengan Ramadhan 1444 H," bebernya.
"Demikian pula ibadah lain seperti shadaqah, infak dan nawafil lainnya, terus kita rawat hingga menjadi 'bi'ah', kebiasaan baik kita," tukasnya.
Menurutnya, para ulama menyebutkan bahwa indikator diterimanya ibadah sebelumnya adalah terwujud dengan diikutinya dengan ibadah dan ketaatan berikutnya secara berkesinambungan.
Ia pun mengutip hadist dari Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah yang berkata, “Diantara tanda diterimanya amal shalih di bulan Ramadhan adalah keadaan seorang muslim setelahnya menjadi lebih baik daripada sebelum Ramadhan, karena kebaikan akan mengajak kepada kebaikan (selanjutnya) dan amal shalih akan mengajak pada amal shalih lainnya," ulasnya.
Ia menambahkan juga bahwa yang menjadi catatan penting, selain amal ibadah mahdhah demikian, di zaman yang penuh kezhaliman seperti saat ini, umat Islam juga penting mengutamakan amal atau aktivitas utamanya, yakni melakukan dakwah amar makruf nahi mungkar. Melakukan dakwah yang secara simultan untuk memperbaiki kondisi zaman yang penuh dengan kezhaliman tersebut.
"Kenapa demikian, karena dengan dakwah lah satu-satunya jalan yang dicontohkan Rasulullah untuk merespon, menghentikan kezhaliman, sekaligus berupaya mengubah keadaan menjadi lebih baik," ungkapnya.
Aktivitas dakwah juga merupakan aktivitas pokok para Nabi. Sungguh mereka yang kemudian menjalankan aktivitas ini adalah pewaris para Nabi yang hakiki. "Allah juga kemudian menjadikan aktivitas demikian adalah sebaik-baik baik amal. Sebaik-baik perkataan," jelasnya.
"Demikian kiranya hal-hal yang penting kita lakukan pasca Ramadhan 1443 H. Selain melanjutkan kebiasaan ibadah di bulan Ramadhan, tetap kita terus fokus melakukan dakwah hingga Allah memberikan kemenangan. Nashrun minallah wa fathun qarib," tandasnya.[] Ajira
"Dikarenakan persoalan kezaliman terstruktur dari rezim dan itu adalah aktivitas politik. Aktivitas kebijakan atas urusan rakyat. Oleh karenanya aktivitas untuk menghentikannya, dakwah yang dilakukan pun harus memiliki warna politik dalam arti pengurusan umat tersebut," tuturnya kepada Tinta Media dalam Wawancara Khusus Edisi Syawal 1443 H, Jum'at (6/5/2022).
"Aktivitas dakwah yang dilakukan adalah aktivitas pemikiran yang menjelaskan, mengkritisi setiap kebijakan zalim yang menyalahi syariat Allah dan nyata-nyata zalim," tambahnya.
Menurutnya, dakwah juga wajib dilakukan berjamaah. Karena demikian yang dicontohkan Baginda Rasulullah, mulai di Mekkah hingga Madinah saat mendapat pertolongan Allah SWT. "Rasul mencontohkan aktivitas dakwah itu adalah aktivitas jamaah," ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa meski Ramadhan 1443 H telah berlalu, namun rasa haru, khawatir, dan sedih menyelimuti. "Rasa haru karena besar harapan kita segala amal ibadah kita, mulai dari Shaum, qiyamul Lailatul, shadaqah, infak serta amal ibadah lainnya kiranya diterima dan dilipatgandakan pahalanya di sisi Allah SWT," ucapnya.
"Khawatir jika ternyata dosa dosa kita tidak diampuni, pahala tidak diterima, dan --naudzubillah--, kita berlindung kepada Allah atas apa yang Baginda Rasulullah ingatkan, bahwa betapa rugi seseorang yang melewati Ramadhan, namun dosa-dosanya tidak dieliminasi oleh Allah SWT," bebernya.
"Sedih karena ragam keutamaan, berbagai bonus yang Allah berikan atas balasan amal tidak kita temukan lagi sesaat setelah Ramadhan 1443 H meninggalkan kita. Sedih kalau-kalau kita tidak berjumpa dengan Ramadhan berikutnya," imbuhnya.
Namun yang harus menjadi catatan penting bahwa, tutur Guru Luthfi, walaupun Ramadhan telah pergi, semangat ibadah jangan sampai ditinggalkan. "Shaum Ramadhan tetap kita biasakan dengan melakukan shaum Sunnah, mulai dari puasa Sunnah di bulan Syawal, dan kebaikan ibadah ini kita tetap lanjutkan dengan shaum Sunnah Senin Kamis, ataupun Shaum Sunnah Nabi Daud As," paparnya.
"Tahajjud kita pun juga tetap harus menjadi kebiasaan kita, jika perlu kita jaga hingga nanti Allah mempertemukan kita dengan Ramadhan 1444 H," bebernya.
"Demikian pula ibadah lain seperti shadaqah, infak dan nawafil lainnya, terus kita rawat hingga menjadi 'bi'ah', kebiasaan baik kita," tukasnya.
Menurutnya, para ulama menyebutkan bahwa indikator diterimanya ibadah sebelumnya adalah terwujud dengan diikutinya dengan ibadah dan ketaatan berikutnya secara berkesinambungan.
Ia pun mengutip hadist dari Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah yang berkata, “Diantara tanda diterimanya amal shalih di bulan Ramadhan adalah keadaan seorang muslim setelahnya menjadi lebih baik daripada sebelum Ramadhan, karena kebaikan akan mengajak kepada kebaikan (selanjutnya) dan amal shalih akan mengajak pada amal shalih lainnya," ulasnya.
Ia menambahkan juga bahwa yang menjadi catatan penting, selain amal ibadah mahdhah demikian, di zaman yang penuh kezhaliman seperti saat ini, umat Islam juga penting mengutamakan amal atau aktivitas utamanya, yakni melakukan dakwah amar makruf nahi mungkar. Melakukan dakwah yang secara simultan untuk memperbaiki kondisi zaman yang penuh dengan kezhaliman tersebut.
"Kenapa demikian, karena dengan dakwah lah satu-satunya jalan yang dicontohkan Rasulullah untuk merespon, menghentikan kezhaliman, sekaligus berupaya mengubah keadaan menjadi lebih baik," ungkapnya.
Aktivitas dakwah juga merupakan aktivitas pokok para Nabi. Sungguh mereka yang kemudian menjalankan aktivitas ini adalah pewaris para Nabi yang hakiki. "Allah juga kemudian menjadikan aktivitas demikian adalah sebaik-baik baik amal. Sebaik-baik perkataan," jelasnya.
"Demikian kiranya hal-hal yang penting kita lakukan pasca Ramadhan 1443 H. Selain melanjutkan kebiasaan ibadah di bulan Ramadhan, tetap kita terus fokus melakukan dakwah hingga Allah memberikan kemenangan. Nashrun minallah wa fathun qarib," tandasnya.[] Ajira