Tinta Media - Sampai hari ini, tidak ada satupun batang hidung begawan BPIP yang bicara soal L68T. Para petinggi BPIP diam membisu, seolah tidak terjadi apa-apa di negeri ini.
Padahal, ada bahaya yang mengintai generasi anak bangsa. Bahaya yang bisa memutus generasi, menghilangkan masa depan bangsa.
Coba bayangkan, jika LGBT menular masif, sesama jenis saling menyalurkan nafsu birahinya, darimana akan lahir generasi masa depan harapan bangsa ?
Tak ada secuil pun narasi dari BPIP, yang menyatakan bahwa LGBT bertentangan dengan sila ketuhanan yang maha esa dan karena itu harus dipidana. Tidak pula, ada sila kemanusiaan yang beradab dilanggar LGBT, yang kemudian BPIP menuntut pelaku LGBT dipenjara.
Atau mungkinkah, LGBT adalah wujud dari sila persatuan Indonesia ? mengakui berbagai keberagaman, termasuk keragaman penyaluran berahi seksual ? Atau mungkin juga, LGBT harus dijamin sebagai bagian dari asas keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia ?
Entahlah, yang jelas kalau urusan umat Islam BPIP cepat nyambar dan latah berkomentar.
Dulu Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo melalui Twitter-nya, @susetypor ikut mengomentari Majelis Ulama Indonesia (MUI). "MUI harus berbenah, jangan jadi sarang kelompok radikal" begitu ungkapnya, saat ada narasi jahat yang menterorisasi MUI.
Sekarang, mana suara Benny ? apakah Benny mau mengomentari Mahfud MD agar berbenah terkait LGBT ? atau sejalan dengan Mahfud MD, LGBT tidak bisa ditindak dengan Pancasila ? Atau menyatakan dengan tegas, Pancasila keok melawan LGBT ? Atau, Pancasila menghalalkan LGBT ?
BPIP yang digaji oleh pajak rakyat, semestinya bersuara. Setidaknya, ikut mengecam perilaku LGBT. Tapi diamnya BPIP menjadi bukti, LGBT memang sejalan atau setidaknya tidak bisa dilarang oleh Pancasila.
Semakin jelas, umat Islam membutuhkan penerapan syariat Islam untuk melindungi generasi umat ini dari kejahatan LGBT. Umat Islam tidak membutuhkan Pancasila, karena Pancasila selama ini hanyalah alat politik untuk membungkam aspirasi umat untuk menerapkan syariat Islam.
Sudah saatnya, umat Islam hanya terikat dengan syariat dan membuang apapun selain darinya. Terikat dengan dalil Syara' adalah kewajiban umat Islam dalam mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.
Menjadi hamba yang taat, dengan menerapkan syariat tanpa perlu melihat sejalan atau tidak dengan nilai-nilai diluar Islam. Umat Islam harus membuang jauh keterikatan pada ide apapun dan hanya tunduk, taat dan patuh pada syariat Allah SWT. [].
Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik