Tinta Media - Garuda Indonesia menanggung kerugian akibat korupsi besar-besaran.
"Meskipun telah dipaparkan kerugian maskapai ini berasal dari pembayaran sewa pesawat kepada lessor dan akibat pandemi. Publik seharusnya tak lupa kerugian besar-besaran ini akibat kasus korupsi," tutur Narator dalam serba-serbi MMC: Suntikan Dana Bagi Garuda, Uang Rakyat Disalahgunakan di kanal YouTube Muslimah Media Center, Kamis (28/4/2022).
Jaksa Agung RI, St. Burhanuddin, lanjut Narator, mengungkapkan perkembangan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pesawat udara PT Garuda pada tahun 2011-2021, jumlah hutang korupsi yang berhasil dicatat KPK mencapai Rp 390 milyar.
Jika maskapai ini ingin diselamatkan dengan uang rakyat, apakah rakyat akan menikmati keuntungan? "Tetap saja publik harus merogoh kocek untuk menikmati fasilitas maskapai ini, bahkan harga yang harus dibayar tidak bersahabat dengan kantong rakyat kecil," paparnya.
Sebenarnya pangkal masalah ini adalah kebodohan dan keserakahan penguasa, lanjut Narator, dana yang dikorupsi adalah uang rakyat. Ketika maskapai berjalan menuju step colaps lagi-lagi APBN dari uang rakyat digunakan sebagai dana penyelamat.
"Inilah karakter penguasa dalam sistem kapitalis, sistem yang mengajarkan penguasa hanya mencari keuntungan. Hubungan yang terjalin dengan rakyat tak lebih antara pedagang dan pembeli," tegasnya.
Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan sistem Khilafah, lanjut Narator, di dalam Khilafah kasus maskapai Garuda ini tak akan pelik dan berlarut-larut hingga merugikan rakyat karena khilafah punya perencanaan yang matang terkait infrastruktur negara.
Berdasarkan penjelasan Syeikh Abdul Qodim Zallum, dalam buku Sistem Keuangan Negara Khilafah, Garuda Indonesia termasuk ke dalam infrastruktur jenis kedua, yaitu infrastruktur miliki negara (marafiq). "Dalam Khilafah negara wajib menyediakan sarana-sarana umum (marafiq amma) sehingga seluruh masyarakat bisa memanfaatkan layanan umum itu," paparnya.
Tidak hanya itu, lanjut Narator lagi, warga khilafah menikmati layanan publik dengan harga terjangkau bahkan gratis sebab pembangunan bandara, landasan pesawat terbang maskapai dan seluruh operasional sarana dan prasarana menjadi tanggung jawab khilafah.
Adapun dana yang digunakan bukan berasal dari pajak sebagaimana sistem kapitalisme hari ini, khilafah dapat mengambil dana dari Baitul Mal, pos kepemilikan negara seperti, kharaj, usyur, fa'i, ghanimah, dan sejenisnya untuk membiayai pembangunan infrastruktur, "Semua mekanisme ini dapat berjalan baik karena dijalankan oleh para penjabat amanah dan bertanggungjawab, profesional, cekatan dan ahli di bidangnya," pungkasnya. [] Khaeriyah Nasruddin
Jaksa Agung RI, St. Burhanuddin, lanjut Narator, mengungkapkan perkembangan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pesawat udara PT Garuda pada tahun 2011-2021, jumlah hutang korupsi yang berhasil dicatat KPK mencapai Rp 390 milyar.
Jika maskapai ini ingin diselamatkan dengan uang rakyat, apakah rakyat akan menikmati keuntungan? "Tetap saja publik harus merogoh kocek untuk menikmati fasilitas maskapai ini, bahkan harga yang harus dibayar tidak bersahabat dengan kantong rakyat kecil," paparnya.
Sebenarnya pangkal masalah ini adalah kebodohan dan keserakahan penguasa, lanjut Narator, dana yang dikorupsi adalah uang rakyat. Ketika maskapai berjalan menuju step colaps lagi-lagi APBN dari uang rakyat digunakan sebagai dana penyelamat.
"Inilah karakter penguasa dalam sistem kapitalis, sistem yang mengajarkan penguasa hanya mencari keuntungan. Hubungan yang terjalin dengan rakyat tak lebih antara pedagang dan pembeli," tegasnya.
Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan sistem Khilafah, lanjut Narator, di dalam Khilafah kasus maskapai Garuda ini tak akan pelik dan berlarut-larut hingga merugikan rakyat karena khilafah punya perencanaan yang matang terkait infrastruktur negara.
Berdasarkan penjelasan Syeikh Abdul Qodim Zallum, dalam buku Sistem Keuangan Negara Khilafah, Garuda Indonesia termasuk ke dalam infrastruktur jenis kedua, yaitu infrastruktur miliki negara (marafiq). "Dalam Khilafah negara wajib menyediakan sarana-sarana umum (marafiq amma) sehingga seluruh masyarakat bisa memanfaatkan layanan umum itu," paparnya.
Tidak hanya itu, lanjut Narator lagi, warga khilafah menikmati layanan publik dengan harga terjangkau bahkan gratis sebab pembangunan bandara, landasan pesawat terbang maskapai dan seluruh operasional sarana dan prasarana menjadi tanggung jawab khilafah.
Adapun dana yang digunakan bukan berasal dari pajak sebagaimana sistem kapitalisme hari ini, khilafah dapat mengambil dana dari Baitul Mal, pos kepemilikan negara seperti, kharaj, usyur, fa'i, ghanimah, dan sejenisnya untuk membiayai pembangunan infrastruktur, "Semua mekanisme ini dapat berjalan baik karena dijalankan oleh para penjabat amanah dan bertanggungjawab, profesional, cekatan dan ahli di bidangnya," pungkasnya. [] Khaeriyah Nasruddin