Bendera Pelangi Berkibar, Negara Diam? - Tinta Media

Kamis, 26 Mei 2022

Bendera Pelangi Berkibar, Negara Diam?


Tinta Media - Kaum pelangi semakin mendapat angin segar. Eksistensinya semakin diakui oleh masyarakat dunia. Sebelumnya, pasangan gay yang sengaja diundang oleh publik figur, Dedy Corbuzzer dalam program podcast-nya telah menuai kecaman dari berbagai pihak. Namun, meskipun banyak mendapat kecaman, ada saja pihak-pihak yang membela dan mendukung, bahkan turut serta mempropagandakan.

Seperti yang dilansir oleh situs berita online Detik.com pada 22 Mei 2022, ada pengibaran bendera pelangi di gedung Kedutaan Besar Inggris untuk Indonesia di Jakarta.
Bendera pelangi itu disandingkan dengan bendera Inggris Union Jack. Pengibaran bendera pelangi ini disinyalir untuk memperingati hari Anti-Homofobia yang diperingati setiap tanggal 17 Mei.

Dilansir dari situs resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lembaga ini telah menghapus homoseksualitas dari klasifikasi internasional tentang penyakit pada 17 Mei 1990.

"Kemarin, pada Hari Internasional Melawan Homofobia, Bifobia, dan Transfobia (IDAHOBIT)-kami mengibarkan bendera LGeBT+ dan menggelar acara, demi kita semua yang merupakan bagian dari satu keluarga manusia." Demikian keterangan Kedutaan Besar Inggris untuk RI via akun resmi Instagram-nya, diakses detik.com, Sabtu (21/5) kemarin.

Pengibaran bendera pelangi ini sesungguhnya menegaskan bahwa Inggris berpihak dan mendukung terhadap LGeBT. Inggris juga mendorong semua negara di dunia untuk menghentikan diskriminasi terhadap LGeBT.

LGeBT Wajar dalam Sistem Demokrasi

Berkibarnya bendera pelangi ini banyak menimbulkan kecaman dari berbagai pihak, di antaranya Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas. Mewakili ormasnya, Anwar mengemukakan penilaian bahwa Kedubes Inggris tidak menghormati Indonesia lantaran mengibarkan bendera LGeBT itu. Hal ini karena Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya muslim.

Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid juga menegaskan bahwa mempropagandakan dengan "memaksakan" dukungan terhadap LGeBT di Indonesia dengan pengibaran bendera LGeBT itu telah menimbulkan keresahan, polemik, dan penolakan dari masyarakat luas.

Namun, ada pula yang menilai bahwa hal itu merupakan sesuatu yang wajar dan bisa dimaklumi, bahkan ada juga yang terkesan mendukung kaum ini.

Seperti yang dilansir oleh Fajar.co.id pada tanggal 21 Mei 2022 tentang pernyataan dari Ketua umum  PBNU KH. Yahya Cholil Staquf,  “Silakan urusan mereka, bukan urusan kita,” ucap Gus Yahya usai mengisi sambutan Konbes NU 2022, di Jakarta, Jumat 20 Mei 2022.

LGeBT memang suatu perbuatan yang tidak dibenarkan di dalam Islam. Namun,  dalam negara yang menganut sistem demokrasi, meskipun hal ini termasuk suatu perbuatan yang menyimpang, tetapi tetap ditoleransi atas nama HAM. Di dalam demokrasi, HAM dijadikan alasan untuk membenarkan perbuatan-perbuatan yang keji, termasuk LGeBT ini.  

Melarang LGeBT dianggap menentang dan melanggar HAM. Padahal, perbuatan ini jelas-jelas telah banyak menimbulkan masalah.
Dari segi kesehatan saja, perbuatan LGeBT ini telah mengakibatkan merebaknya penyakit kelamin yang sangat berbahaya. Dari segi sosial, kaum LGeBT kerap melakukan kriminal untuk memenuhi hasratnya. 

Kini kampanye LGeBT semakin berani, bahkan sudah sistematis. Sampai di tingkat negara, mereka berani menampakkan diri dan berusaha mendapatkan dukungan atau legalitas negara. 

Islam Tolak LGeBT

Dalam sistem sekuler demokrasi, LGeBT ini memang diakui dan dilindungi. HAM yang merupakan alat untuk melindungi mereka akan selalu digaungkan demi eksistensi kaum sesat ini.

Memang suatu kewajaran jika LGrBT ini akan terus tumbuh dalam sistem saat ini karena memang sistem sekuler demokrasi akan menjamin kebebasan mereka. Sistem demokrasi yang memang berasaskan sekulerisme, akan melahirkan kebebasan berperilaku. Apalagi dijamin oleh suatu negara, maka semakin massiflah kampanye mereka.

Lain demokrasi lain lagi dengan sistem Islam. Di dalam Islam, perilaku LGeBT ini akan ditindak tegas oleh negara. Hukuman bagi pelaku LGeBT tidak main-main, bahkan sangatlah keras. Kedua pelakunya akan sama-sama dibunuh, jika terkategori gay. Untuk lesbi, hukumannya adalah
pukulan/cambuk serta diusir.

Hukum sanksi dalam Islam di samping berfungsi sebagai pencegah (jawazir), juga sebagai penebus dosa di akhirat (jawabir). Sebagai jawazir, hukum sanksi dalam Islam, akan membuat orang berpikir ribuan kali untuk melakukan tindakan pelanggaran, semisal zina. Sedangkan sebagai jawabir, hukum sanksi tersebut akan dapat menghapus dosa dan menyelamatkan pelaku dari hisab di akhirat terkait dosa yang dilakukan itu. Dengan hukuman dan sanksi yang tegas, segala tindakan maksiat dan pelanggaran terhadap hukum syariat akan mudah diminimalisir.

Sudah banyak pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa-peristiwa yang menimpa kaum LGeBT. Sungguh azab keji telah menimpa suatu kaum yang melakukan perilaku LGeBT. Mengapa mereka masih saja terus melakukannya?

Kaum LGeBT ini akan terus berani eksis, bahkan berkembang menjadi suatu gerakan yang sistemis jika negara tidak bertindak tegas. Seharusnya, sebagai negara berpenduduk Islam terbanyak, Indonesia berani bersikap tegas untuk menghukum mereka, bukan malah melindungi. 
Pemerintah juga harus berani memberikan sanksi kepada Kedubes Inggris yang berani mengibarkan bendera pelangi itu, termasuk juga kepada komunitas LGeBT yang ada dan semakin berani menampakkan eksistensinya. 

Namun, berharap pemerintah yang masih setia menerapkan sistem kapitalis liberal seperti saat ini, tentu mustahil. Tindakan tegas itu hanya akan bisa dilaksanakan oleh negara yang tunduk dan taat kepada syariat Allah, yaitu Khilafah. 
Allahu a’lam bisshawab..

Oleh: Ummu Zahra 
Aktivis Penulis Ideologis
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :