Tinta Media - Apakah pernyataan Prof. Dr. Mahfud MD yang menyebut negara tak berwenang melarang Dedy Corbuzier menampilkan el*ge-be*te dengan alasan, "Ini negara demokrasi. Negara tak berwenang melarang Dedy Corbuzier menampilkan el*ge-be*te di podcast miliknya," mengonfirmasi bahwa perbuatan keji tersebut tidaklah bertentangan dengan Pancasila.
Pasalnya, demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang ditegakkan berdasarkan Pancasila khususnya sila keempat. Sedangkan Mahfud MD saat ini menjadi bagian penting dari rezim negara Pancasila yang bersistem pemerintahan demokrasi, sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam)! Jabatan luar biasa yang sama sekali bukan ecek-ecek.
Dialah yang menjadi garda terdepan menjaga Pancasila khususnya di bidang politik, hukum dan keamanan. Jadi, bila secara politik, hukum, dan keamanan, itu bertengan dengan Pancasila pastilah dia segera mengecamnya dan menegaskannya bahwa itu bertentangan dengan Pancasila. Apalagi Pak Mahfud itu mantan Komisioner Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), badan yang paling otoritatif dalam pembinaan 'ideologi' Pancasila.
Ingat, dia jadi mantan komisioner dewan pengarah bukan karena sudah tak pancasilais lagi, bukan sudah tak mampu mengarahkan BPIP agar sesuai Pancasila lagi tetapi semata-mata karena mengemban tugas yang tak kalah pentingnya, yakni menjadi eksekutif alias pengamal Pancasila di bidang politik, hukum, dan keamanan. Jadi, tak diragukan lagi kepancasilaisannya Pak Mahfud ini.
Maka, selain dikecam habis-habisan, dengan otomatis pula, rezim negara Pancasila ini pastilah menindak tegas Deddy Corbuzier, bahkan tanpa delik aduan. Karena semata-mata tindakan DC yang mempropagandakan perbuatan terlaknat tersebut bertentangan dengan Pancasila.
Tapi seperti yang sudah disinggung di atas, Mahfud MD bilang, "Ini negara demokrasi. Negara tak berwenang melarang Dedy Corbuzier menampilkan el*ge-be*te di podcast miliknya." Makanya, Deddy tak diapa-apakan. Pasangan ga-*y yang diundang DC juga dibiarkan begitu saja melenggang.
Berbeda dengan Pancasila dengan sistem pemerintahan demokrasinya, Islam dengan sistem pemerintahan khilafahnya jelas-jelas secara tegas memerangi el*ge-be*te. Rakyat diedukasi sedemikian rupa agar memahami penyaluran hasrat seksual yang benar itu adalah melalui pernikahan antara lelaki dan perempuan saja, bukan hubungan badan sesama jenis.
Selain mengedukasi, Islam dengan sistem pemerintahan khilafahnya juga menerapkan sistem pergaulan pria-wanita yang mendukung edukasi tersebut, serta memberikan sanksi tegas bagi pelanggarnya. Salah satunya dengan menghukum mati lelaki yang bersetubuh dengan lelaki lainnya. Dan memberikan hukuman ta'zir (mulai dari dipermalukan bahkan bisa sampai dihukum mati) bagi yang mempropagandakannya sebagaimana dilakukan DC.
Tapi sepertinya, ajaran Islam secara kaffah (yang didalamnya termasuk juga terkait hukuman terhadap pelaku seksual sesama jenis) dianggap melanggar Pancasila dengan sistem pemerintahan demokrasinya. Buktinya, Pak Mahfud sendiri yang bilang haram mendirikan negara seperti Nabi.
Padahal sebagai umat Islam, kaum Muslim di mana pun --tak terkecuali di Indonesia-- wajib mencontoh Nabi dalam kehidupan pribadi, keluarga, berkelompok, maupun bernegara, bahkan hingga hubungan luar negerinya. Kok bisa-bisanya mantan komisioner dewan pengarah BPIP ini mengatakan haram mendirikan negara seperti nabi?
Dalih Pak Mahfud sih, "Karena sudah tidak ada Nabi lagi setelah Nabi Muhammad SAW wafat, jadi tak ada lagi yang menerima wahyu. Kalau ada yang mengaku menerima wahyu pasti sesat."
Lagian mana ada sih secara faktanya kaum Muslim yang ingin menegakkan negara ala Nabi (khilafah) mengklaim kepala negaranya harus menerima wahyu? Patut diduga, Pak Mahfud hanya mengada-ada agar orang awam menganggap haram mendirikan khilafah dan menganggap pihak yang mendakwahkan kewajiban menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah sebagai orang sesat.
Karena, dia seolah tak mengerti, bahwa negara ala Nabi (khilafah) itu bukan berarti kepala negaranya menerima wahyu dari Allah sebagaimana Nabi menerima wahyu, tetapi menjadikan wahyu yang sudah diabadikan dalam Al-Qur'an dan Hadits (serta yang ditunjuk keduanya yakni: Ijma Shahabat dan Qiyas Syar'i) itulah yang dijadikan sumber dari segala sumber hukum. Ah, masak hal elementer dalam negara ala Nabi (khilafah) begitu aja Pak Mahfud enggak tahu?
Saya jadi teringat pernyataan Pak Mahfud pada 2013 lalu, sebelum dia jadi Menko Polhukam bahkan sebelum ada BPIP. Waktu itu dia bilang, “Malaikat pun, kalau masuk ke sistem Indonesia, bisa jadi iblis." Saya jadi bertanya-tanya, sistem Indonesia (1945-sekarang) itu Pancasila-Demokrasi atau Islam-Khilafah ya?[]
Depok, 10 Syawal 1443 H | 11 Mei 2022 M
Joko Prasetyo
Jurnalis
________________
Renungan:
Allah SWT mengabadikan dalam Al-Qur'an (surah al-A'raf [7] ayat 16-17) sumpah Iblis untuk menyesatkan manusia, yang artinya:
"Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur'."
Naudzubillahi min dzalik.
Pasalnya, demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang ditegakkan berdasarkan Pancasila khususnya sila keempat. Sedangkan Mahfud MD saat ini menjadi bagian penting dari rezim negara Pancasila yang bersistem pemerintahan demokrasi, sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam)! Jabatan luar biasa yang sama sekali bukan ecek-ecek.
Dialah yang menjadi garda terdepan menjaga Pancasila khususnya di bidang politik, hukum dan keamanan. Jadi, bila secara politik, hukum, dan keamanan, itu bertengan dengan Pancasila pastilah dia segera mengecamnya dan menegaskannya bahwa itu bertentangan dengan Pancasila. Apalagi Pak Mahfud itu mantan Komisioner Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), badan yang paling otoritatif dalam pembinaan 'ideologi' Pancasila.
Ingat, dia jadi mantan komisioner dewan pengarah bukan karena sudah tak pancasilais lagi, bukan sudah tak mampu mengarahkan BPIP agar sesuai Pancasila lagi tetapi semata-mata karena mengemban tugas yang tak kalah pentingnya, yakni menjadi eksekutif alias pengamal Pancasila di bidang politik, hukum, dan keamanan. Jadi, tak diragukan lagi kepancasilaisannya Pak Mahfud ini.
Maka, selain dikecam habis-habisan, dengan otomatis pula, rezim negara Pancasila ini pastilah menindak tegas Deddy Corbuzier, bahkan tanpa delik aduan. Karena semata-mata tindakan DC yang mempropagandakan perbuatan terlaknat tersebut bertentangan dengan Pancasila.
Tapi seperti yang sudah disinggung di atas, Mahfud MD bilang, "Ini negara demokrasi. Negara tak berwenang melarang Dedy Corbuzier menampilkan el*ge-be*te di podcast miliknya." Makanya, Deddy tak diapa-apakan. Pasangan ga-*y yang diundang DC juga dibiarkan begitu saja melenggang.
Berbeda dengan Pancasila dengan sistem pemerintahan demokrasinya, Islam dengan sistem pemerintahan khilafahnya jelas-jelas secara tegas memerangi el*ge-be*te. Rakyat diedukasi sedemikian rupa agar memahami penyaluran hasrat seksual yang benar itu adalah melalui pernikahan antara lelaki dan perempuan saja, bukan hubungan badan sesama jenis.
Selain mengedukasi, Islam dengan sistem pemerintahan khilafahnya juga menerapkan sistem pergaulan pria-wanita yang mendukung edukasi tersebut, serta memberikan sanksi tegas bagi pelanggarnya. Salah satunya dengan menghukum mati lelaki yang bersetubuh dengan lelaki lainnya. Dan memberikan hukuman ta'zir (mulai dari dipermalukan bahkan bisa sampai dihukum mati) bagi yang mempropagandakannya sebagaimana dilakukan DC.
Tapi sepertinya, ajaran Islam secara kaffah (yang didalamnya termasuk juga terkait hukuman terhadap pelaku seksual sesama jenis) dianggap melanggar Pancasila dengan sistem pemerintahan demokrasinya. Buktinya, Pak Mahfud sendiri yang bilang haram mendirikan negara seperti Nabi.
Padahal sebagai umat Islam, kaum Muslim di mana pun --tak terkecuali di Indonesia-- wajib mencontoh Nabi dalam kehidupan pribadi, keluarga, berkelompok, maupun bernegara, bahkan hingga hubungan luar negerinya. Kok bisa-bisanya mantan komisioner dewan pengarah BPIP ini mengatakan haram mendirikan negara seperti nabi?
Dalih Pak Mahfud sih, "Karena sudah tidak ada Nabi lagi setelah Nabi Muhammad SAW wafat, jadi tak ada lagi yang menerima wahyu. Kalau ada yang mengaku menerima wahyu pasti sesat."
Lagian mana ada sih secara faktanya kaum Muslim yang ingin menegakkan negara ala Nabi (khilafah) mengklaim kepala negaranya harus menerima wahyu? Patut diduga, Pak Mahfud hanya mengada-ada agar orang awam menganggap haram mendirikan khilafah dan menganggap pihak yang mendakwahkan kewajiban menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan khilafah sebagai orang sesat.
Karena, dia seolah tak mengerti, bahwa negara ala Nabi (khilafah) itu bukan berarti kepala negaranya menerima wahyu dari Allah sebagaimana Nabi menerima wahyu, tetapi menjadikan wahyu yang sudah diabadikan dalam Al-Qur'an dan Hadits (serta yang ditunjuk keduanya yakni: Ijma Shahabat dan Qiyas Syar'i) itulah yang dijadikan sumber dari segala sumber hukum. Ah, masak hal elementer dalam negara ala Nabi (khilafah) begitu aja Pak Mahfud enggak tahu?
Saya jadi teringat pernyataan Pak Mahfud pada 2013 lalu, sebelum dia jadi Menko Polhukam bahkan sebelum ada BPIP. Waktu itu dia bilang, “Malaikat pun, kalau masuk ke sistem Indonesia, bisa jadi iblis." Saya jadi bertanya-tanya, sistem Indonesia (1945-sekarang) itu Pancasila-Demokrasi atau Islam-Khilafah ya?[]
Depok, 10 Syawal 1443 H | 11 Mei 2022 M
Joko Prasetyo
Jurnalis
________________
Renungan:
Allah SWT mengabadikan dalam Al-Qur'an (surah al-A'raf [7] ayat 16-17) sumpah Iblis untuk menyesatkan manusia, yang artinya:
"Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur'."
Naudzubillahi min dzalik.