Aktor Konflik Rusia Ukraina Masih dalam Skenario Amerika - Tinta Media

Minggu, 01 Mei 2022

Aktor Konflik Rusia Ukraina Masih dalam Skenario Amerika


Tinta Media  - Aktor yang terlibat dalam konflik Rusia vs Ukraina dinilai oleh  Pengamat Politik Internasional Budi Mulyana M.Si  masih dalam skenario Amerika.

“Arah dari tindakan-tindakan aktor yang terlibat,  Rusia,  Ukraina juga bagaimana respon dari Uni Eropa, dari NATO  ini semua masih dalam skenario kerangka Global  Amerika,” tuturnya dalam acara Kabar Petang : AS Dalang Konflik-konflik Internasional? Kamis (28/4/2022) melalui kanal Youtube Khilafah News.

Dikatakan Rusia bisa tetap dilemahkan oleh Amerika Serikat sehingga tidak bisa ke kancah internasional. "Dengan serangan Rusia ke  Ukraina pasti akan menguras sumber daya Rusia  baik dalam kontek  militer atau pun juga dalam konteks ekonomi,dengan adanya embargo  ekonomi  yang bertubi-tubi kepada Rusia," paparnya.

Di sisi lain kata Budi, Amerika juga tidak ingin Ukraina itu dikorbankan demi kepentingan melemahkan Rusia. Amerika punya cara  untuk menjaga agar Ukraina bergantung kepada Amerika Serikat baik via NATO atau pun Uni Eropa. “Sehingga tidak boleh juga Ukraina itu  dikalahkan oleh Rusia,” tukasnya.  

Namun lanjut Budi, Amerika tidak memberikan bantuan militer secara langsung  kepada Ukraina.  Tetapi melalui bantuan bantuan pihak ketiga atau bantuan bantuan yang dimanfaatkan oleh Ukrania  untuk meningkatkan kemampuannya memperlambat invasi  Rusia kepada  Ukraina.

 “Ini juga dibalut dengan  positioning Ukraina di Eropa,  bahwa dia belum menjadi anggota NATO,  dia juga belum menjadi anggota Uni Eropa sehingga  seolah-olah  itu menjadi justifikasi bahwa dibantu tetapi tidak secara langsung,” tambahnya.

Budi menilai, dalam konteks invasi Rusia ke Ukraina, Eropa baik Uni Eropa atau beberapa negara sentral di Eropa seperti Jerman, Perancis, Inggris tetap di bawah kendali Amerika. Hal ini karena  Eropa dalam kondisi dilematis. Satu sisi Eropa punya ketergantungan energi ke Rusia. Di sisi lain seharusnya Eropa membantu Ukraina agar Rusia tidak menjadi ancaman bagi Eropa. Tapi ini tidak bisa dilakukan oleh Eropa.

Cina

Menurut Budi, Cina bermain di dua sisi. "Pertama, dia berusaha tetap menjaga mitra strategis Rusia dengan Cina.  Tetapi Cina berpikir dua kali untuk bisa membantu secara langsung pada Rusia. Amerika  beberapa kali memberikan warning  terhadap Cina agar tidak  membantu Rusia dalam konteks konflik Ukraina," ungkapnya

“Kalau kita lihat sebelumnya strategi global Amerika  coba  menggeser dari Timur Tengah ke  Indo  Pasifik. Tapi di sisi lain dengan  adanya konflik Ukraina Rusia ini  menjadikan Cina punya peluang untuk menaikkan level politiknya  di level global. Cuman tadi keburu di warning  oleh Amerika Serikat sehingga Cina berusaha berhati-hati untuk memainkan situasi ini,” tambahnya.

Panjang

Budi memperkirakan konflik Rusia vs Ukraina akan berlangsung panjang karena tidak mudah mencapai titik kesepakatan.

“Rusia tetap  harus bisa memastikan bahwa Barat terutama Amerika Serikat  melalui NATO dengan perluasan keanggotaan di Eropa Timur nya itu tidak mengancam secara langsung  teritori Rusia. Kalaupun Rusia harus mundur maka ancaman Barat ini betul-betul harus dipastikan tidak terjadi,” jelasnya.
Di sisi lain lanjut Budi,  Ukraina  juga harus  memastikan bahwa dia tetap menjadi sebuah negara yang berdaulat.

“Tinggal bagaimana kemudian negara-negara NATO , khususnya Amerika Serikat bisa menerima tuntutan ini. Karena sebenarnya   secara normatif negara  punya kebebasan untuk bisa bergabung atau tidak bergabung dengan sebuah aliansi internasional,” tandasnya.

Tetapi di sisi lain tentu setiap negara juga harus mempertimbangkan realitas  politik yang terjadi dalam konteks ketetanggaan. Apalagi merasa terancam dengan negara tetangga ini. “Makanya  saya melihat selama tidak ada titik temu dalam negosiasi ini, maka konflik akan berlangsung panjang,” tambahnya.

Indo Pasifik

Budi  memprediksi pesaing  global Amerika itu Cina.  “Dari skenario yang diprediksikan oleh NIC  (Dewan Intelegen Nasional  Amerika) 2040 itu memang Cina disebut sebagai negara yang punya potensi ancaman secara militer. Dan tentu arena pertarungan  kalau dengan Cina pasti  di Indo Pasifik,” paparnya.

Budi mengatakan bahwa Indo Pasifik, baru belakangan ini menjadi perhatian Amerika. Pasca  Cina  melakukan modernisasi  besar-besaran, Cina  menjadi negara yang secara ekonomi menjadi ancaman Global  bagi Amerika. “Bahkan  Cina kemudian memperkuat aspek militernya, meski  belum teruji  kekuatannya, karena memang belum ada konflik yang di situ Cina terlibat untuk menguji kekuatannya,” jelas Budi.  

“Tetapi dengan sumber daya manusia yang besar, penduduknya  1,5 miliar,  dengan kekuatan ekonomi yang besar tentu  Amerika juga tidak bisa mendiamkan Cina  mengambil alih posisi Amerika di level global. Makanya kita  bisa memahami bagaimana Biden ini menggeser imperialisnye ke arah Pasifik,” imbuhnya.

Mengekor

Budi menilai meski Indonesia memiliki sumber daya manusia dan sumber daya alam yang melimpah tapi belum layak disebut sebagai great power. “Jangankan super power, great power saja masih jauh,” nilainya.

Penyebabnya lanjut Budi,  negeri-negeri  muslim khususnya  Indonesia masih menjadi negara yang mengekor  kepada ideologi negara Global.  Tidak bisa menunjukkan kemandirian, tidak bisa menunjukkan  sikap  yang berbeda dengan keinginan negara-negara  global seperti Amerika Serikat.

“Secara militer juga masih  belum sepadan.  jumlah  personil militer di Indonesia kan masih  sedikit. Belum lagi kalau kita bicara alutsista. Kita masih bergantung kepada alutsista buatan dari negara-negara lain. Padahal untuk bisa menjadi negara  super power atau great power itu dia harus punya kemandirian secara militer,” terangnya.

Budi menjelaskan bahwa di masa lalu kaum Muslimin menggunakan Islam sebagai way of life yang mengatur tatanan kehidupan ala Islam.Saya pikir Islam bisa menjawab untuk menghadapi kekuatan kapitalisme global.

“Dalam konteks turunannya seperti  kekuatan militer dan kekuatan  ekonomi, bisa mandiri karena kita punya sumber daya manusia dan sumber daya alam yang banyak. Tinggal bagaimana itu dikuasai negara untuk kepentingan negara,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
               

 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :