Ustazah Dedeh: Suasana Ramadhan Masa Rasulullah Itu Ceria, Gembira dan Semangat - Tinta Media

Minggu, 10 April 2022

Ustazah Dedeh: Suasana Ramadhan Masa Rasulullah Itu Ceria, Gembira dan Semangat

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1S8Vko4wiZP0nMDDuMywrGCZylcCol9Xa

Tinta Media - Menanggapi perilaku masyarakat yang kurang produktif di bulan Ramadhan, Aktivis Muslimah Ustazah Dedeh Wahidah menyampaikan bahwa pada masa Rasulullah SAW, Ramadhan itu justru yang nampak suasana ceria, gembira dan semangat.

"Pada masa Rasulullah saw, Ramadhan itu justru yang nampak suasana ceria, gembira, semangat, bukan lemas, bukan loyo," tuturnya dalam Program Taman Ibunda: Ramadhan Produktif Bagi Seluruh Keluarga, di Kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Senin (4/4/2022).

Menurutnya, semua itu karena Ramadhan itu dipahami sebagai Syahru Mubarak, bulan yang penuh keberkahan. Kalau tadi dikatakan produktif, "Kalau saya, memahami produktif itu kan menghasilkan. Nah, dalam kacamata muslim, yang namanya menghasilkan itu berkah, yaitu ziyadatulkhair, nambah terus kebaikan," ungkapnya.

“Jadi, seharusnya Ramadhan itu dipahami bukan untuk bermalas-malasan, bukan untuk menurunkan semangat kerja, bukan untuk mengurangi aktivitas, apalagi aktivitas pengajian, aktivitas belajar. Justru disini adalah moment kesempatan untuk produktif, kesempatan untuk menambah semangat,” tegasnya.

Ia memandang  harus ada yang diluruskan dari pemahaman yang ada di masyarakat ini. "Jangan sampai terkesan atau ada terus-menerus Ramadhan itu, berarti kesempatan kita untuk istirahat, atau kesempatan untuk banyak tidur di siang hari, ini yang harus kita luruskan," tandasnya.

Ustadzah Dedeh mengemukakan tiga alasan, mengapa terjadi pergeseran nuansa suasana Ramadhan pada masa Rasulullah, para sahabat, dan para ulama terdahulu dengan suasana Ramadhan hari ini.

Pertama, karena umat Islam kurang memahami hakikat Ramadhan. Walaupun mungkin sudah dilakukan setiap tahun. "Justru karena dilakukan tiap tahun ini, jadi hanya dipahami sebagai ibadah ritual belaka yang memang terjadi setiap tahun, dan umat tidak ada usaha untuk merefresh, menyegarkan pemahaman tentang hakikat Ramadhan ini," ujarnya.

"Nah, ini yang sebenarnya menjadi salah satu penyebab ya, Ramadhan itu hilang atau kering dari tadi, keberkahannya itu. Jadi hanya biasa aja menjalankannya itu, bahwa kita akan menahan haus dan lapar selama satu bulan penuh. Kemudian malamnya ada tarawih, makan pagi ditarik jadi dinihari (sahur), kemudian nanti setelah ini ada zakat fitrah, dan ada salat Idul Fitri, lalu mudik, salam-salaman, nah hanya sebatas itu. Sehingga, ini nanti yang harus kita perbaiki," jelasnya.

Kedua, karena umat Islam sekarang itu tidak mengenal sejarah peradabannya yang cemerlang. Tidak mengenal sirah Rasulullah SAW, termasuk bagaimana dahulu Rasulullah SAW dengan para sahabatnya menjalani Ramadhan. "Ya itu, umat itu jauh, jauh dari pengetahuan tentang sejarah peradabannya sendiri, sehingga yang lebih dekat itu,  justru Ramadhan kekinian, Ramadhan yang mungkin identik dengan kalau acara-acara TV itu kan canda-canda," sesalnya.

"Memang ada, sahur ada acara,  menjelang maghrib ada acara, identiknya dengan ngabuburit, gitu ya. Nah, tapi diisinya itu dengan sesuatu yang sia-sia, hanya sekedar menunggu waktu adzan, tapi konten menunggunya itu, tidak lagi diperhatikan. Nah, kalau sudah menjelang nanti dekat-dekat ke lebaran, mungkin sibuk shoping, sibuk membuat kue gitu. Jadi hilang semangat berburu Lailatul Qadar,"  paparnya.

Ustadzah Dedeh menilai bahwasannya, alasan yang kedua inilah yang menjadikan umat tidak memahami atau tidak mengenal kegemilangan sejarah peradaban islam yang pernah tegak, dari mulai Rasulullah saw, dilanjutkan oleh para Sahabat, kemudian para Khilafah setelahnya, yang terakhir itu tahun 1924 ketika Khilafah Turki Utsmani.

"Disitu banyak sekali kalau kita baca jejak-jejak atau pelajaran-pelajaran, contoh-contoh yang bisa kita tauladani dalam rangka menjalani bulan yang penuh berkah ini," terangnya.

Nah tetapi, sambungnya, karena referensinya tidak kesana, umat islam sekarang justru referensinya mungkin ke artis, atau tokoh-tokoh yang banyak menghabiskan waktu-waktu Ramadhannya itu, dengan aktivitas-aktivitas yang kurang bermanfaat.

Ketiga, karena faktor sistem yang diterapkan. Ia membandingkan sistem Islam yang dulu ditegakkan, dengan sistem sekularis kapitalis saat ini.

"Saya pikir, ini juga ada pengaruh sistem yang berlaku sekarang. Kalau dulu, kenapa suasana hiruk pikuk, gembira, ceria, kemudian semangat untuk berburu pahala itu karena memang sistem Islam ditegakkan dan sangat kondusif gitu, untuk terjadinya suasana seperti itu. Nah, kalau sekarang itu kan sekularis kapitalis, walaupun tidak diakui ya di negeri kita. Disini itu, sebenarnya mendasarinya itu sekularis kapitalis ya, jadi sekuler itu, tidak menjadikan agama sebagai rujukan," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :