Tinta Media - Dalam tausiyahnya Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto menegaskan bahwa ketentuan Islam yang sangat sederhana jika dilanggar memberikan implikasi serius.
“Ketentuan yang tampak sangat sederhana begitu dilanggar ia memberikan implikasi yang sangat serius, tuturnya dalam acara Tausiyah Sahur : Beginilah Cara Islam Mengatur Kebutuhan Rakyat, Rabu (13/4/2022) melalui kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.
UIY lalu mengisahkan ketentuan Islam yang sangat sederhana itu. “Baginda SAW yang mengajarkan kepada kita untuk jangan mengambil kembali pemberian yang sudah kita sampaikan kepada orang lain, namun saat itu menarik kembali pemberiannya,” ujarnya.
“Pada suatu hari di dalam satu majlis ada seorang sahabat Abyadh bin Hammal minta izin kepada Baginda Rasulullah SAW untuk mendapatkan ladang garam di Ma'rab. Baginda Rasulullah SAW yang terkenal dermawan langsung memenuhi permintaan itu,” kisahnya.
“Tapi tak lama kemudian, ada sahabat lain yang menanyakan kepada Baginda Rasulullah SAW. ‘Apakah kau tahu apa yang telah kau berikan kepada orang itu?’ Tidak dijelaskan dalam hadits ini apa jawaban Baginda Rasulullah SAW. Tapi kemudian orang ini mengatakan, ‘Sesungguhnya engkau baru saja memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir’. Ini adalah kinayah atau perlambang untuk menunjukkan bahwa ladang garam itu sangat banyak bagaikan air yang terus mengalir,” terangnya.
Menurut UIY, hadits ini yang kemudian dijadikan oleh para ulama sebagai salah satu dalil mengenai apa yang disebut milkiyah ammah (kepemilikan umum). “Dalam Islam itu, ada kepemilikan pribadi, ada kepemilikan negara, ada kepemilikan umum,” terangnya.
UIY lalu menjelaskan tentang kepemilikan umum terkait kisah diatas. “Maksudnya masyarakat memiliki secara bersama barang-barang itu, barang tambang yang jumlahnya banyak. Dan kewajiban negara untuk mengelola atau mengolah milik umum itu, barang tambang yang sangat banyak itu untuk hasilnya diberikan kepada rakyat, untuk kesejahteraan takyat,” jelasnya.
“Dan ketentuan yang tampak sangat sederhana ini ternyata ini hari diabaikan. Yang kemudian terjadi ternyata implikasi buruknya itu tidak sederhana,” kata UIY.
Menurutnya, sampai saat ini masih terlihat bagaimana keadaan emak-emak di berbagai wilayah di negeri ini harus antri berjam-jam untuk sekedar mendapatkan 1 liter minyak goreng.
Padahal menurut UIY, negeri ini dikenal sebagai produsen CPO terbesar di dunia. Produksi tahunan-nya lebih dari 46 juta ton. Sementara untuk konsumsi rumah tangga kurang dari 16 juta ton.
“Kenapa bisa sampai begitu? Karena ternyata sebagian besarnya itu dikuasai oleh swasta yang mereka memanfaatkan lahan lahan milik negara. Semestinya, lahan ini kalau menurut ketentuan tadi dikelola oleh negara. Kalau itu menjadi kebun, kebun yang dikelola oleh perusahaan negara, agar hasilnya bisa dinikmati oleh masyarakat ,” paparnya.
Tapi ini hari, lanjut UIY karena tanah atau lahan lahan itu dikuasai swasta, akibatnya kemudian mereka lebih suka mengekspor CPO atau menjadikannya sebagai bahan biodiesel, ketimbang menjualnya ke dalam negeri apalagi ke pasar eceran karena harganya jauh lebih rendah. Dan itulah yang ini hari terjadi.
Negara seperti tak berdaya. Negara harus melakukan operasi pasar bahkan terbetik kabar kemarin negara harus melakukan impor. “Ini satu hal yang sangat aneh. Bagaimana bisa negara produsen terbesar CPO di dunia mengimpor bahan minyak goreng untuk keperluan rakyatnya?” tutur UIY sedih.
“Ini hanya terjadi dalam sistem kapitalis yang telah mengabaikan ketentuan ketentuan syariat,” imbuhnya.
“Demikian indahnya, agungnya dan hebatnya syariah jikalau kita memahami dan mentaati, melaksanakannya dengan sepenuhnya,” pungkasnya. []Irianti Aminatun