Prof. Suteki Gaungkan Slogan Tolak Perpanjangan Jabatan dan Presiden Tiga Periode Tanpa Reserve - Tinta Media

Jumat, 01 April 2022

Prof. Suteki Gaungkan Slogan Tolak Perpanjangan Jabatan dan Presiden Tiga Periode Tanpa Reserve

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1P62qh2biReLzbE4MM5jHqreQwmmvdADX

Tinta Media - Menanggapi kehebohan atas  ribuan Kepala Desa deklarasi Jokowi tiga periode usai lebaran, Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H. M.Hum. menyerukan untuk menolak perpanjangan jabatan dan presiden tiga periode tanpa reserve.

"Kita mesti menggaungkan slogan tolak perpanjangan jabatan dan presiden tiga periode tanpa reserve," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (31/3/2022).

Ia menekankan bahwa Kepala Desa seharusnya menjadi teladan bagi warganya agar tetap patuh konstitusi negara bukan menjadi pelopor makar konstitusi dengan cara sengaja mendeklarasikan dukungan terhadap perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode.

Ia merasa prihatin dan gemas terhadap kengototan kelompok yang terus menerus melakukan makar konstitusi. "Kalau dihitung dalam skala 1 - 10, kegemasan saya melihat gelagat ambisi tiga periode itu sudah level 10," ujarnya.

"Level kemarahan terhadap para penyelenggara negara yang tidak paham, tidak becus bahkan cenderung berbuat SSK (Suka Suka Kami) dan ini sudah keluar dari demokrasi menuju Okhlokrasi," bebernya.

Menurutnya, negara dikendalikan oleh orang-orang yang tidak berkompeten. Dalam arti sarkasme, negara dikendalikan oleh orang-orang dungu terhadap konstitusi. "Mereka sekedar politikus bukan negarawan yang punya komitmen untuk mewujudkan tujuan negara sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945," tegasnya.

Ia melanjutkan bahwa no free lunch itu suatu ungkapan yang tepat untuk menggambarkan situasi dan kondisi deklarasi kades menentang konstitusi. "Saya perlu mengingatkan kepada semua kades, bahwa pelaku deklarasi itu sama dengan pelaku makar terhadap konstitusi," paparnya.

"Jika Kepala Desa atau Kepala Kelurahan telah melakukannya, maka tindakan itu sudah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin berat karena tidak menjalankan kewajibannya," jelasnya.

"Bagaimana bisa kita setuju terhadap upaya makar konstitusi, lalu dianggap model apa negara ini yang perilaku pejabat elitnya terkesan SSK dan pragmatisme?
Padahal, Indonesia adalah negara hukum bukan negara kekuasaan," tandasnya.[]Ajira

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :