Pertolongan Allah sangat Dekat - Tinta Media

Rabu, 13 April 2022

Pertolongan Allah sangat Dekat

https://drive.google.com/uc?export=view&id=19NliypZyz8x9Sp7z7WBZTZ2P6l04Ench

Tinta Media - "Kon gak moleh ta, Lam? Bapakmu loro nemen lo. Makmu nangis-nangis telpon karo Ibu. (Kamu gak pulang kah? Bapakmu sakit keras. Emak kamu nelpon sambil menangis)," ujar suara yang lantang dari seberang, yang tidak lain adalah Bu Nunuk Sudarti.

"Nggih, Bu. Insya Allah dalem wangsul. (Iya Bu. Insya Allah saya pulang)," jawaban asal yang aku berikan kepada Ibu. Pikiran berkecamuk. Bingung, tidak tahu apa yang harus aku lakukan.

Aku adalah anak semata wayangnya Pak dan Mak. Di usia Pak yang sudah senja, dengan sakit serius yang dideritanya, kekhawatiran tidak bisa melihatnya adalah kegamangan yang menghantui pikiranku.

Di lain sisi, banyak hal yang aku risaukan. Kalau aku pulang, dari mana aku harus mendapatkan sejumlah uang untuk tiket pesawat sekeluarga? Tidak cukup 10 juta. Tidak ada tabungan sepeser pun. Belum lagi kelengkapan dokumen perjalanan yang harus dipenuhi. Seperti surat vaksin, KTP dan lain-lain. Vaksin dosis pertama pun belum aku dapatkan.

Semua dokumen seperti KTP, SIM, STNK, kartu BPJS, NPWP dan beberapa surat penting lainnya raib bersama motor Vega yang hilang setahun yang lalu. Hal ini jelas tidak memungkinkan aku melakukan penerbangan ke Jawa.

Masih terngiang-ngiang apa yang disampaikan oleh Bu Nunuk. "Penyakit e Pak mu iku wes angel waras e. Jare Mas Pagan, kalau pun sembuh itu keajaiban. (Menurut keterangan Mas Pagan, penyakit yang diderita Pak Kamu itu sulit untuk disembuhkan. Seandainya memang sembuh, hal itu merupakan keajaiban)."

Demikianlah yang disampaikan oleh orang tua asuhku. Dialah yang membesarkan, merawat dan berperan dalam membiayai pendidikanku sejak SMP hingga perguruan tinggi. Beliau memang mempunyai anak, yang berprofesi sebagai dokter spesialis bedah syaraf. Menantunya berprofesi sebagai dokter spesialis paru. Sedikit banyak mendapatkan informasi terkait masalah penyakit.

Jenis penyakit pnemoni akut (paru-paru tertutup cairan), jelas membuat orang tidak bisa lagi bernafas. Upaya medis yang ditempuh adalah mengeluarkan cairan tersebut, dengan cara disedot. Menurut keterangan Ibu, setelah disedot akan ada lagi dan lagi (nyumber).

"Astaghfirullah hal adzim, Ya Allah," gumamku dalam hati dengan buliran bening yang tak sanggup lagi aku menahannya.

Aku adukan seribu rasa gundah yang melanda kepada suami tercinta, dan kepada Allah tentunya.

"Ya sudah, kita usahakan pulang. Berarti besok Ayah libur untuk mencari tempat vaksin. Ayah vaksin 2, Bunda vaksin 1. Malam ini, Ayah akan pergi ke rumah Pak RT dan Pak RW minta surat pengantar untuk mengurus KTP," ucap suamiku dengan tenang.

"Trus, duit nggo tuku tiket, piye Yah?" tanyaku dengan perasaan hampa. Dalam hati bertanya-tanya, siapa pula yang akan meminjamkan uang sebanyak itu?

Tanpa ada jawaban apapun dari suamiku. Aku mencoba menghubungi satu persatu teman yang aku kenal dekat dan kuanggap berkecukupan. Pertama, aku hubungi Buk Z (nama samaran). Ada, cuma satu juta setengah. Itu pun untuk persiapan aqiqah cucunya. Tapi karena aku butuh, dia rela untuk meminjamkan ke aku terlebih dahulu.

Yang kedua, aku menghubungi teman yang lain. Karena aku pikir, suaminya baru mendapatkan uang pesangon dari PT. Ketika kutanya, banyak pertanyaan diajukan. Akadnya seperti apa, kapan mau dikembalikan, masih harus tanya ke suaminya dan lain sebagainya. Memang harusnya demikian. Tapi karena pikiran tak karuan, baper jadi teman setia. Sampai air mata meleleh. Akhirnya aku batalkan tidak jadi meminjam ke dia.

Selanjutnya, aku coba hubungi H (nama samaran). Dia tidak memiliki uang tunai. Adanya emas. Aku tidak berani mengambilnya. Akhirnya dia bersedia menjual emasnya, dan meminjamkan aku uang tunai sebesar 5 juta. Yang penting ada dulu untuk terbang ke Jawa. Untuk kembali ke Batam, nanti dipikirkan kembali.

Serasa tak percaya. Tapi ini nyata. Masih ada orang yang percaya meminjamkan uang dengan jumlah yang tidak sedikit tanpa jaminan apapun.

Keesokan harinya, tepat di hari Senin. Aku, suami dan salah satu anakku pergi ke Puskesmas Tanjung Uncang, untuk melakukan vaksinasi. Tepat pukul 07.30, pas kami tiba di tempat, kuota tinggal dua lagi. Telat sedikit saja tidak jadi kami vaksin. Kami langsung mendapat formulir. Setelah diisi, tidak menunggu lama langsung dipanggil. Pelayanannya sangat cepat, para petugas juga ramah.

Padahal, biasanya aku paling enggan berhubungan dengan para tenaga puskesmas yang notabene ASN (pegawai negeri). Pelayanan asal-asalan, ketus dan jauh dari kata ramah. Tapi ini sungguh berbeda.

Setelah selesai vaksin, langsung meluncur ke kantor kelurahan untuk urus KTP. Alhamdulillah petugasnya sangat ramah dan cepat prosesnya. Setelah selesai dari kelurahan langsung tancap gas menuju kantor camat.

Pengalaman sebelumnya, itu menyebalkan. Urus KTP adik untuk dokumen pernikahan, sampai lahir anaknya, KTP baru jadi. Belum lagi sikapnya yang cuek. Tapi ini 180° berbeda. Mereka sangat ramah dan peduli. Bahkan diberikan petunjuk agar KTP bisa langsung jadi. Syaratnya langsung datang ke Disduk dan menemui orang yang direkomendasikan.

Perasaan sedikit tidak enak. Pasti ada embel-embel uang. Karena ini adalah rahasia umum. Dan kami jelas menolak terkait suap-menyuap. Karena suap-menyuap (riswah) haram hukumnya.

"Maaf Mas, kalau saya menemui Bapak ini, gratis, kan?" tanyaku memastikan.

"Iya Bu. Gratis tis tis. Tidak ada biaya apapun," jawabnya ramah disertai senyum.

Antara percaya dan enggak percaya. Sambil menelan ludah. Aku balas dengan senyuman juga.

Tanpa berpikir panjang, kami langsung meluncur ke Disduk. Tiba di sana, tepat jam 12.00. Jam istirahat. Meskipun sudah diberikan petunjuk dan rekomendasi, namun masih ada sedikit bingung. Akhirnya langsung menuju loket pengurusan KTP.

"Sudah tutup Bu. Pengurusan KTP hanya sampai jam 12.00 saja. Besok sebelum jam 08.00 Ibu datang lagi saja," kata petugas loket sedikit ketus.
"Terus piye Bun? (Lantas bagaimana, Bun?)" tanya suami.

"Kita istirahat dulu saja. Kita cari tempat shalat. Itu ada musholla. Kita ke situ dulu. Nanti jam setengah 2 coba kita tanya lagi," jawabku penuh keyakinan.

"Kalau hari ini urusan selesai, berarti besok kita pulang, Bun?"

"Iya lah Yah."

Tanpa terasa, setelah shalat dan makan siang dengan bekal yang dibawa, waktu telah menunjukkan pukul 13.20. Kami bertiga turun dari musholla menuju loket.

"Maaf Pak, saya tadi dari kantor camat, di rekomendasikan untuk menemui Pak Zaenal. Di mana saya bisa menemui beliau?" tanyaku kepada petugas loket. Tanpa menjelaskan apapun kepadanya.

"Oh, Ibu langsung naik ke lantai dua ya Bu. Terus belok kiri mentog. Beliau ada di sana."

"Terima kasih, Pak."

Akhirnya, aku langsung menuju ke tempat yang disarankan. Tanpa disertai suami dan anakku. Karena memang tidak diperkenankan selain yang punya kepentingan. Menapaki tangga satu demi satu. Tibalah di sebuah bangunan lantai dua dengan ruangan yang tidak terlalu besar. Di sana juga ada loket pengurusan dokumen seperti akte kelahiran dan akte kematian.

Tidak banyak melihat ke kanan dan kiri, aku terus menatap ke depan. Di sebuah lorong, dengan dinding berwarna kuning salem. Tak berapa lama, dalam hitungan detik bertemu dengan pintu di cat warna coklat terdapat tulisan Selain petugas dilarang masuk.

Waduh, sempat berdebar dada ini. Namun aku teguhkan hati untuk mengetuk pintu.

"Assalamu'alaikum, maaf Pak. Bisa jumpa dengan Pak Zaenal?"

"Iya, saya orangnya. Bagaimana, Bu? Silakan duduk dulu!" jawabnya ramah.

"Perkenalkan, saya Nur Salamah. Begini Pak, saya tadi sudah dari kantor camat. Saya disarankan menemui Bapak. KTP saya hilang, dan saya harus pulang ke Jawa segera. Orang tua sakit serius. Saya anak semata wayangnya. Saya tidak mungkin melakukan penerbangan kalau tidak ada KTP," penjelasan kuberikan panjang lebar.

"Baik Bu. Bisa dibantu. Mari ikut saya ketemu Pak Satria!"

Tanpa banyak percakapan, setelah jumpa dengan Pak Satria, tidak sampai 10 menit KTP selesai dicetak. Antara bahagia dan haru. Tidak menyangka berbagai kemudahan yang Allah berikan, jauh di luar dugaan. Akhirnya dalam sehari itu urusan surat-menyurat beres. Termasuk dana untuk booking tiket telah di tangan. Masya Allah...Alhamdulillahiladzi bini'matihi tatimusholihat.

"Maka bersamaan dengan kesulitan akan banyak kemudahan."

Oleh : L. Nur Salamah
Sahabat Feature News
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :