Tinta Media - Pernah menonton film perang? Terbayang oleh kita pasukan bersenjata lengkap saling melancarkan serangan dengan berbagai macam alat perang secara kolosal. Gedung-gedung yang hancur oleh ledakan bom dan rudal, korban berjatuhan yang mengerang kesakitan, itu semua terbayang ketika kita membicarakan kata perang. Namun, pernah tidak terbayang sebuah peperangan dengan korban yang tidak merasa sebagai pihak yang dirugikan? Adakah bentuk perang yang demikian?
Dalam peperangan, ada sebuah teknik yang dikenal dengan teknik pertempuran asimetris. Ini adalah jenis pertempuran yang tidak menggunakan senjata seperti layaknya sebuah pertempuran konvensional. Bahkan, pihak-pihak yang bertempur biasanya malah tidak langsung bertemu atau berhadapan. Ini adalah jenis pertempuran pemikiran dan strategi dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Meskipun tidak terlihat kedahsyatan dan kemegahan karena tidak melibatkan alat-alat perang, tetapi kerusakan yang diakibatkan oleh jenis pertempuran ini tak kalah massif dengan jenis pertempuran konvensional. Dengan menggunakan strategi pertempuran asimetris, pihak yang berperang sangat mungkin untuk memenangkan pertempuran tanpa perlu mengeluarkan banyak pengorbanan. Bahkan, bisa jadi yang melakukan pertempuran tersebut adalah orang lain melalui strategi proxy.
Pertempuran jenis ini adalah pertempuran pemikiran yang melibatkan penggalangan dukungan masyarakat melalui strategi penguasaan opini di masyarakat. Biasanya, pihak-pihak yang berperang akan menggunakan tiga tahapan yang diulang-ulang, yaitu isu sebagai pemicu, pengarusutamaan opini, dan eksekusi agenda utama.
Mari kita lihat aplikasinya pada apa yang dilakukan oleh rezim sekuler untuk mempertahankan eksistensinya terhadap umat Islam dengan menggunakan teknik asimetri ini.
Mula-mula mereka menggulirkan sebuah isu yang menarik perhatian. Isu dipergunakan oleh para dewa perang sebagai upaya percobaan atau "Test the water". Isu ini diharapkan tidak diketahui oleh publik sebagai pancingan dan pengalihperhatian.
Misalnya adalah ditangkapnya seorang ustaz yang dipersonifikasikan sebagai teroris yang kejam dan membahayakan masyarakat. Untuk menarik perhatian, peristiwa penangkapan harus dilakukan dengan drama-drama yang epik dan kolosal. Namun, yang harus diperhatikan agar meraih keberhasilan pada tahap ini adalah kesan sangat natural terhadap apa yang terjadi.
Kemudian menentukan ke arah mana opini diarusutamakan. Hal ini adalah lanjutan dari reaksi publik terhadap isu yang dilemparkan. Pada tahap ini, arah opini yang diinginkan oleh para dewa perang harus bisa menjadi pendapat sebagian besar masyarakat.
Pada kasus penangkapan terduga teroris, diharapkan masyarakat memiliki persepsi negatif terhadap orang yang berusaha untuk hidup sesuai dengan syariat. Rasa takut dan kekhawatiran masyarakat terhadap Islam harus menjalar ke semua lapisan.
Setelah pengarusutamaan berhasil dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah menjalankan sebuah agenda tersembunyi atas dasar persetujuan masyarakat. Setelah masyarakat tertipu dengan opini palsu, maka yang kemudian dilakukan adalah memberi solusi palsu pula, yaitu dengan memukul pergerakan Islam untuk melindungi dan memperpanjang eksistensi kekuasaan mereka yang batil, korup, dan dijalankan dengan penuh kezaliman. Inilah solusi palsu yang dibangun dari narasi yang juga penuh dengan kebohongan. Ini adalah sebuah orde kezaliman di balik berbagai kosmetik pencitraan.
Merespon Isu dengan Islam
Kebangkitan umat Islam sesungguhnya berawal dari kebangkitan pemikirannya. Ketika ada isu yang diarahkan kepada Islam, umat harus bisa merespon dengan pemikiran. Apabila umat merespon dengan perasaan yang bisa dipermainkan, maka para penjajah dengan mudah melanjutkan ke tahap berikutnya. Inilah pentingnya pembinaan yang ditujukan untuk mencerdaskan akal, bukan sekadar memenuhi naluri keruhanian. Ini karena Islam dibangun dengan pemikiran cemerlang yang memuaskan akal.
Di samping kecerdasan pemikiran, diperlukan pula adanya amar makruf nahi mungkar agar opini yang dilemparkan tidak berkembang menjadi persepsi yang salah terhadap fakta yang terjadi di lapangan.
Dengan adanya upaya saling menjaga, saling melindungi, dan saling nasihat-menasihati berdasarkan keimanan, maka eksistensi Islam dan umatnya bisa terjaga hingga akhir zaman. Tanpa hal tersebut, musuh-musuh Islam akan dengan mudah mengacak-acak perasaan. Hal tersebut dapat memengaruhi keputusan dan pendapat mereka. Ini tentu saja berbahaya, apalagi di era demokrasi, suara terbanyak dianggap sebagai suara Tuhan.
Selain amar makruf nahi mungkar, umat Islam membutuhkan sebuah entitas pemikiran yang berideologi Islam di masyarakat. Inilah arti penting keberadaan partai politik Islam Ideologis menemukan momentumnya.
Skema yang dilakukan untuk menghancurkan Islam bisa dibongkar oleh partai politik ideologis yang memang memiliki kapasitas dan segala perangkat yang diperlukan sehingga masyarakat tahu makar-makar yang dilakukan oleh penjajah beserta antek-antek yang sedang berkuasa. Tanpa adanya partai politik ideologis Islam yang sempurna, umat Islam bagaikan tubuh tanpa kepala.
Demikianlah kondisi umat Islam. Sejak diruntuhkannya Khilafah Islamiyyah, umat Islam senantiasa menjadi objek penistaan, pembodohan, dan penghancuran. Oleh karena itu, harus menjadi perhatian utama kita untuk mengembalikan kehidupan Islam dengan dakwah politis, pemikiran yang nonkekerasan agar bisa menghadapi strategi asimetris yang secara simultan dipergunakan oleh musuh-musuh untuk menghancurkan Islam.
Di era mulkan jabriyatan ini, penting bagi umat Islam untuk memenangkan berbagai pertempuran opini yang digelar. Namun, lebih penting lagi bagi kita untuk memenangkan perang antara hak dan batil di akhir zaman ini. Apalagi kemerosotan berpikir dari umat Islam sendiri masih menjadi PR yang harus senantiasa dikerjakan hingga Allah Swt. memberikan pertolongan. Wallahu a'lam bishshawwab.
Oleh: Trisyuono Donapaste
Sahabat Tinta Media
Dalam peperangan, ada sebuah teknik yang dikenal dengan teknik pertempuran asimetris. Ini adalah jenis pertempuran yang tidak menggunakan senjata seperti layaknya sebuah pertempuran konvensional. Bahkan, pihak-pihak yang bertempur biasanya malah tidak langsung bertemu atau berhadapan. Ini adalah jenis pertempuran pemikiran dan strategi dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Meskipun tidak terlihat kedahsyatan dan kemegahan karena tidak melibatkan alat-alat perang, tetapi kerusakan yang diakibatkan oleh jenis pertempuran ini tak kalah massif dengan jenis pertempuran konvensional. Dengan menggunakan strategi pertempuran asimetris, pihak yang berperang sangat mungkin untuk memenangkan pertempuran tanpa perlu mengeluarkan banyak pengorbanan. Bahkan, bisa jadi yang melakukan pertempuran tersebut adalah orang lain melalui strategi proxy.
Pertempuran jenis ini adalah pertempuran pemikiran yang melibatkan penggalangan dukungan masyarakat melalui strategi penguasaan opini di masyarakat. Biasanya, pihak-pihak yang berperang akan menggunakan tiga tahapan yang diulang-ulang, yaitu isu sebagai pemicu, pengarusutamaan opini, dan eksekusi agenda utama.
Mari kita lihat aplikasinya pada apa yang dilakukan oleh rezim sekuler untuk mempertahankan eksistensinya terhadap umat Islam dengan menggunakan teknik asimetri ini.
Mula-mula mereka menggulirkan sebuah isu yang menarik perhatian. Isu dipergunakan oleh para dewa perang sebagai upaya percobaan atau "Test the water". Isu ini diharapkan tidak diketahui oleh publik sebagai pancingan dan pengalihperhatian.
Misalnya adalah ditangkapnya seorang ustaz yang dipersonifikasikan sebagai teroris yang kejam dan membahayakan masyarakat. Untuk menarik perhatian, peristiwa penangkapan harus dilakukan dengan drama-drama yang epik dan kolosal. Namun, yang harus diperhatikan agar meraih keberhasilan pada tahap ini adalah kesan sangat natural terhadap apa yang terjadi.
Kemudian menentukan ke arah mana opini diarusutamakan. Hal ini adalah lanjutan dari reaksi publik terhadap isu yang dilemparkan. Pada tahap ini, arah opini yang diinginkan oleh para dewa perang harus bisa menjadi pendapat sebagian besar masyarakat.
Pada kasus penangkapan terduga teroris, diharapkan masyarakat memiliki persepsi negatif terhadap orang yang berusaha untuk hidup sesuai dengan syariat. Rasa takut dan kekhawatiran masyarakat terhadap Islam harus menjalar ke semua lapisan.
Setelah pengarusutamaan berhasil dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah menjalankan sebuah agenda tersembunyi atas dasar persetujuan masyarakat. Setelah masyarakat tertipu dengan opini palsu, maka yang kemudian dilakukan adalah memberi solusi palsu pula, yaitu dengan memukul pergerakan Islam untuk melindungi dan memperpanjang eksistensi kekuasaan mereka yang batil, korup, dan dijalankan dengan penuh kezaliman. Inilah solusi palsu yang dibangun dari narasi yang juga penuh dengan kebohongan. Ini adalah sebuah orde kezaliman di balik berbagai kosmetik pencitraan.
Merespon Isu dengan Islam
Kebangkitan umat Islam sesungguhnya berawal dari kebangkitan pemikirannya. Ketika ada isu yang diarahkan kepada Islam, umat harus bisa merespon dengan pemikiran. Apabila umat merespon dengan perasaan yang bisa dipermainkan, maka para penjajah dengan mudah melanjutkan ke tahap berikutnya. Inilah pentingnya pembinaan yang ditujukan untuk mencerdaskan akal, bukan sekadar memenuhi naluri keruhanian. Ini karena Islam dibangun dengan pemikiran cemerlang yang memuaskan akal.
Di samping kecerdasan pemikiran, diperlukan pula adanya amar makruf nahi mungkar agar opini yang dilemparkan tidak berkembang menjadi persepsi yang salah terhadap fakta yang terjadi di lapangan.
Dengan adanya upaya saling menjaga, saling melindungi, dan saling nasihat-menasihati berdasarkan keimanan, maka eksistensi Islam dan umatnya bisa terjaga hingga akhir zaman. Tanpa hal tersebut, musuh-musuh Islam akan dengan mudah mengacak-acak perasaan. Hal tersebut dapat memengaruhi keputusan dan pendapat mereka. Ini tentu saja berbahaya, apalagi di era demokrasi, suara terbanyak dianggap sebagai suara Tuhan.
Selain amar makruf nahi mungkar, umat Islam membutuhkan sebuah entitas pemikiran yang berideologi Islam di masyarakat. Inilah arti penting keberadaan partai politik Islam Ideologis menemukan momentumnya.
Skema yang dilakukan untuk menghancurkan Islam bisa dibongkar oleh partai politik ideologis yang memang memiliki kapasitas dan segala perangkat yang diperlukan sehingga masyarakat tahu makar-makar yang dilakukan oleh penjajah beserta antek-antek yang sedang berkuasa. Tanpa adanya partai politik ideologis Islam yang sempurna, umat Islam bagaikan tubuh tanpa kepala.
Demikianlah kondisi umat Islam. Sejak diruntuhkannya Khilafah Islamiyyah, umat Islam senantiasa menjadi objek penistaan, pembodohan, dan penghancuran. Oleh karena itu, harus menjadi perhatian utama kita untuk mengembalikan kehidupan Islam dengan dakwah politis, pemikiran yang nonkekerasan agar bisa menghadapi strategi asimetris yang secara simultan dipergunakan oleh musuh-musuh untuk menghancurkan Islam.
Di era mulkan jabriyatan ini, penting bagi umat Islam untuk memenangkan berbagai pertempuran opini yang digelar. Namun, lebih penting lagi bagi kita untuk memenangkan perang antara hak dan batil di akhir zaman ini. Apalagi kemerosotan berpikir dari umat Islam sendiri masih menjadi PR yang harus senantiasa dikerjakan hingga Allah Swt. memberikan pertolongan. Wallahu a'lam bishshawwab.
Oleh: Trisyuono Donapaste
Sahabat Tinta Media