Negeri Kaya, Rakyat Menderita - Tinta Media

Kamis, 28 April 2022

Negeri Kaya, Rakyat Menderita


Tinta Media  - Belum reda kesedihan rakyat akibat kenaikan harga minyak goreng yang mengular tak berkesudahan, masyarakat kembali disuguhi kenyataan yang memilukan. Bulan Ramadan yang sejatinya dinikmati dengan kegembiraan, kini berselimut keprihatinan karena naiknya harga-harga di pasaran.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan banyak barang kebutuhan masyarakat mengalami kenaikan harga jelang Ramadan. Sementara itu, Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendeteksi bahwa 13 bahan kebutuhan masyarakat mengalami kenaikan.

Tiga belas bahan tersebut adalah gula pasir, minyak goreng curah, minyak goreng kemasan sederhana, minyak goreng kemasan premium, kedelai impor, tepung terigu, daging sapi paha belakang, daging ayam ras, telur ayam ras, cabai merah besar, cabai merah keriting, cabai rawit, bawang putih Honan.

Berbagai spekulasi terkait penyebab naiknya harga kebutuhan pokok pun berkembang di media. Kenaikan harga tahu dan tempe misalnya, dipicu adanya kenaikan harga kedelai impor sebagai bahan baku para produsen tahu dan tempe di dalam negeri. Sementara itu, tingginya harga minyak goreng disebabkan karena kebijakan pemerintah yang dipicu kelangkaan komoditas tersebut di pasaran.

Sebagai negara gemah ripah loh jinawi dengan kekayaan alam melimpah, kelangkaan dan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok tentu menjadi tanda tanya besar. Sebagai contoh, Indonesia adalah negara dengan perkebunan kelapa sawit terbesar di Asia. Maka, seharusnya rakyat negeri ini bisa menikmati minyak goreng dengan murah.

Sementara itu, kedelai, cabai, dan bawang putih merupakan komoditas yang bisa dikembangkan di negeri bertanah subur ini. Sejatinya, rakyat bisa menikmati semuanya dengan mudah, tanpa harus terjebak dengan permainan harga.

Namun, fakta di lapangan berkata sebaliknya. Perekonomian negara yang disetir oleh korporasi menjadikan sebagian besar kebijakan bergantung pada keputusan dan kepentingan para korporat.
Kelangkaan serta tingginya harga minyak goreng misalnya, berbalut ironi saat publik mendengar kabar terjadi penjualan minyak sebanyak 415 juta liter ke luar negeri.

Selain itu, polemik kebijakan terkait penggunaan kedelai impor sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe pun masih jadi persoalan. Mengapa harus memakai kedelai impor jika komoditas serupa memungkinkan untuk dibudidayakan di negeri sendiri?

Itulah fakta saat korporasi bermain di sektor perekonomian dalam negeri. Berbagai cara dilakukan guna mengeruk keuntungan. Keuntungan bagi korporat adalah lebih utama dibandingkan kepentingan rakyat. Peran mereka yang kian meluas, menggurita dalam sistem melalui pembuatan regulasi agar terkesan rapi.

Kondisi demikian tak bisa dibiarkan begitu saja. Krisis kenaikan harga akan mengakibatkan kemiskinan terus bertambah. Daya beli masyarakat yang melemah, karena tak mampu membeli kebutuhan hidupnya akan memicu terjadinya berbagai dampak berbahaya, mulai dari terhambatnya pekembangan generasi (stunting), kesenjangan sosial yang terus meningkat, hingga memancing krisis sosial yang berujung kekecewaan terhadap penguasa.

Untuk itu, diperlukan solusi konkret agar rakyat dapat memenuhi kebutuhannya dengan layak tanpa merasa terbebani dengan harga yang melonjak.

Sebagai sebuah mabda, Islam menawarkan solusi khas melalui sistem ekonomi Islam. Di dalamnya diatur konsep kepemilikan yang jelas. Konsep kepemilikan yang diterapkan dalam sistem ekonomi Islam akan mencegah para oknum nakal ikut campur mengurusi barang kebutuhan pokok yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Dalam hal ini, negara akan turun tangan secara penuh untuk mengurusi rakyat dan memastikan bahwa seluruh rakyat mendapatkan haknya dengan mudah.

Sejarah mencatat bagaimana aksi heroik Khalifah Umar bin Khaththab yang memanggul sendiri sekarung gandum untuk memberi makan seorang janda papa dan anak-anaknya yang kelaparan. Sang Khalifah bahkan menangis sejadi-jadinya saat mengetahui masih ada rakyat yang belum makan. Semua itu dilakukan malam hari saat sebagian pejabat dan rakyat beristirahat.

Dalam perjalanan selama kurang lebih 13 abad berkuasa, Islam berhasil membangun peradaban gemilang dengan kehidupan yang penuh kesejahteraan.

Keberhasilan sistem ekonomi Islam hanya bisa terwujud jika sistem Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai khilafah. Khilafah akan menerapkan syariat secara integral dalam seluruh lini kehidupan. Hal tersebut akan membentuk "supporting system" yang baik bagi keberhasilan sistem ekonomi, sosial, maupun politik di dalamnya. Demikianlah Islam menghadirkan solusi konkret agar negeri ini terbebas dari ironi: negeri yang kaya, tetapi rakyatnya selalu menderita. Wallahu alam bishshowab.

Sumber fakta: kompas.com
Tirto.id
Detiknews.com

Oleh: Ummu Azka
Ibu Rumah Tangga dan Pemerhati Sosial
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :