Mencari Keadilan di Dunia, Adakah? - Tinta Media

Rabu, 06 April 2022

Mencari Keadilan di Dunia, Adakah?

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1Zy7CnTU-KysfoVZeDiukNrQ4IGlg59qd

Tinta Media - Angelina Sondakh yang pernah menjadi anggota salah satu partai politik di Indonesia telah bebas dari penjara. Angie, sapaan akrabnya, dipenjara selama 10 tahun karena terlibat kasus korupsi Wisma Atlet. Dalam sebuah tayangan di Kompas TV, Angie menceritakan banyak hal termasuk alasannya untuk tidak mengungkap siapa dalang di balik kasus korupsi yang menjerumuskan dirinya.

Rosiana Silalahi dalam tayangan ROSI bertanya kepada Angelina Sondakh, mengapa ia tidak mau menyebutkan nama aktor di balik kasus korupsi yang menyeretnya ke penjara? Dengan alasan takut dan menjaga keselamatan orang tua serta anaknya, Angie memilih untuk tidak menyebutkan aktornya. Ia berharap, suatu saat kebenaran akan terungkap, walau akhirnya Angie menyangsikan adanya keadilan dan kebenaran di dunia dan berputus asa jika suatu saat aktor di balik kasusnya akan terungkap. Benarkah keadilan begitu sulit didapat pada masa ini?

Melihat berbagai fakta bagaimana hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah serta berbagai tindak-tanduk menutupi kebohongan padahal kebohongan tersebut terlihat secara terang benderang, maka tak heran jika pertanyaan di atas akan muncul di benak tiap orang.

Memang mustahil keadilan dan kebenaran bisa didapat saat ini. Bahkan, sebagian orang mengatakan bahwa keadilan dan kebenaran hanya ada nanti di kehidupan akhirat, bukan di dunia karena di akhirat nanti tak satu pun yang sanggup menutupinya dari hadapan Sang Mahamelihat.

Keadilan yang saat ini menjadi barang langka di dunia, sejatinya pernah ada dan memuaskan peradaban manusia pada masa itu. Tak ada istilah hukum tumpul keatas tajam ke bawah. Di masa itu, semua sama di hadapan hukum. Jika bersalah, maka ia akan menghadapi hukuman atas kesalahannya.

Seorang wanita dari kalangan keluarga Bani Makhzum melakukan pencurian. Keluarganya yang berasal dari kalangan terpandang dan terhormat, melakukan berbagai cara agar wanita tersebut tidak dihukum sesuai aturan, yaitu potong tangan. Keluarga tersebut mendatangi  salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw., yaitu Usamah bin Zain. Mereka ingin menghadap Nabi saw. untuk meminta keringanan hukuman agar wanita itu tidak dipotong tangannya.

Usamah pun menemui Nabi saw. dan menyampaikan maksud keluarga tersebut. Mendengar permintaan itu, Nabi saw. menjadi marah dan murka. Beliau saw. mengatakan, “Apakah kau meminta keringanan atas hukum yang ditetapkan Allah?”

Lalu Beliau saw. berdiri dan berkhutbah di hadapan kaum muslimin hingga sampai pada sabdanya, "Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!”

Tak ada pandang bulu dalam menegakkan keadilan. Bagi Nabi Muhammad saw., jika anaknya mencuri, maka hukuman tetap harus dilakukan. Akhirnya, wanita tersebut pun menjalani hukumannnya. Sebuah teladan yang sangat luar biasa telah ditunjukkan oleh Nabi saw. dalam hal penegakan hukum.

Dari kisah di atas, Nabi Muhammad saw. memberitahu bahwa jika hukuman hanya ditegakkan ke golongan kecil tak berdaya, sedangkan golongan terpandang dan berkuasa malah aman dari hukuman, maka itulah penyebab kebinasaan orang-orang terdahulu. Jika perbedaan perlakuan terhadap hukum dilakukan seperti saat ini, maka umat manusia harus bersiap menghadapi kebinasaan.

Kisah lain bagaimana keadilan dan kebenaran ditegakkan adalah sikap Syuraih, seorang hakim yang memutuskan perkara baju besi Ali, sang Khalifah pada saat itu. Ali kehilangan baju besinya dan baju besi tersebut berada di tangan seorang Yahudi. Syuraih meminta Ali mendatangkan dua orang saksi yang akan membenarkan bahwa baju besi itu adalah miliknya.

Ali mendatangkan saksi yaitu Qanbar, budaknya dan Hasan, anaknya. Akan tetapi Syuraih menolaknya karena dalam Islam, kesaksian anak kepada bapaknya tidak diterima. Ali berkata, "Mahasuci Allah! Seorang ahli surga tidak boleh menjadi saksi. Tidakkah kau mendengar sabda Rasulullah saw. bahwa Hasan dan Husain adalah tuan para pemuda penduduk surga?"

Syuraih yang mendengar perkataan Amirul Mukminin, pemimpin pada saat itu, tetap tak bergeming walau Syuraih tahu seperti apa kedudukan Hasan. Akan tetapi, aturan Islam sudah jelas, melarang persaksian anak untuk bapaknya dan Syuraih berpegang pada aturan yang telah ditetapkan tersebut. Ali akhirnya menerima keputusan Syuraih karena sang Khalifah tak bisa mendatangkan saksi lain.

Yahudi yang dimenangkan Syuraih. Sang Hakim akhirnya mengakui bahwa baju besi itu sesungguhnya milik Ali yang terjatuh dari unta dan Yahudi itu mengambilnya. Atas keputusan yang malah memenangkan dirinya bukan Amirul Mukminin, membuat Yahudi tersebut memilih masuk Islam.

Begitulah ketika manusia dipimpin peradaban Islam. Sebuah peradaban yang bersumber pada aturan Allah sehingga manusia tunduk dan patuh pada aturan penciptanya. Dalam masalah keadilan dan kebenaran, tak ada pandang bulu dalam penerapannya. Berbanding terbalik ketika peradaban manusia meninggalkan Islam seperti saat ini.

Optimisme bahwa semua orang memiliki kesamaan di hadapan hukum dan tidak ada diskriminasi, semakin memudar karena fakta-fakta yang ada sering berat sebelah. Maka, sudah sepantasnya sebagai umat Islam kita menerapkan hukum seperti yang terjadi di masa Nabi Muhammad saw. dan khalifah- khalifah sesudahnya. Hal ini karena telah terbukti ketika Islam diterapkan secara kaffah, maka keadilan dan kebenaran yang selama ini dipandang mustahil akan terwujud.

Ketundukkan kepada syariat Allah di atas segalanya. Jika melakukan kemaksiatan dan kejahatan, siapa saja harus bersiap menghadapi konsekuensinya. Harta dan kekuasaan tak akan berpengaruh untuk menutupi pelanggaran syariat yang telah dilakukan. Hukuman akan diberikan sesuai syariat Islam dan para hakim tegas melaksanakannya tanpa pandang bulu. Sehingga tak perlu menunggu keadilan dan kebenaran di akhirat agar sebuah kejahatan bisa terungkap dan dihukum pelaku sebenarnya, karena hukum sudah ditegakkan secara benar dan tepat di dunia.
Wallahu'alam.

Oleh: Ummu Haura'
Aktifis Dakwah

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :