Tinta Media - Saat ini pemerintah sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur. Untuk pembangunan infrastruktur yang diminta, mau tidak mau area pertanian dialihfungsikan. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, DR. Ir. A. Tisna Umaran.
"Kabupaten Bandung merupakan kawasan sangat strategis. Banyak pihak yang meminta dilakukan penataan ruang. Salah satunya adalah pembangunan Tol Soroja dan Tol Cigatos yang tentunya mengakibatkan peningkatan pembangunan infrastruktur dengan menggunakan lahan pertanian, bahkan kemungkinan semakin banyak lahan pertanian beralih fungsi. Belum lagi fasilitas industri untuk lapangan kerja dalam rangka kesejahteraan masyarakat, juga perumahan untuk fasilitas masyarakat," ujar Tisna Umaran (portalbandungtimur02. 30/3/22).
Menurut Tisna, langkah yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengantisipasi alih fungsi lahan saat ini adalah dengan memberikan edukasi dan pemahaman kepada para petani, agar meningkatkan hasil pertanian melalui intensifikasi pertanian. Ini mutlak dilakukan.
Untuk meningkatkan pelayanan kepada para petani, Pemkab sudah menyiapkan kartu tani guna mendapatkan bantuan dari pemerintah. Fungsi kartu tani Sibedas misalnya untuk bantuan traktor, untuk mendapatkan beasiswa anak-anak petani yang ingin melanjutkan kuliah. Tepatkah langkah ini dilakukan ?
Solusi Pemkab bagi petani yang lahannya terkena proyek infrastruktur adalah dengan melakukan edukasi dan memberikan kartu petani. Para petani yang terdampak, akan mendapatkan bantuan dari pemerintah. Namun, hal ini pada hakikatnya bukan solusi, tetapi upaya menyenangkan hati petani. Tetap saja bahwa dampak hilangnya lahan pertanian akan sangat dirasakan oleh petani. Bagaimana tidak, mereka kehilangan lahan dan berujung kehilangan pekerjaan.
Tak jauh beda dengan petani, di tempat lain banyak juga yang kehilangan lahan untuk industri. Model pembangunan kapitalisme memang hanya menguntungkan pemilik modal dan sangat merugikan petani, tak terkecuali pembangunan infrastruktur jalan tol. Berkurangnya lahan pertanian pun berimbas para melemahnya ketahanan pangan nasional.
Disinyalir, pemerintah justru memberikan karpet merah untuk pembangunan infrastruktur tanpa mempertimbangkan efek domino yang terjadi pada masyarakat. Alih-alih mendapatkan jaminan ekonomi, justru pertanianlah yang semakin mengkhawatirkan. Ujung-ujungnya, rakyat juga yang dirugikan.
Inilah watak penguasa di alam kapitalisme, yaitu pemimpin hanya menjadi regulator yang melonggarkan para korporat untuk menguasai lahan strategis demi usahanya. Sedangkan rakyat kembali gigit jari karena perannya semakin termaginalkan dalam pengaturan hak milik lahan pertanian.
Terkait masalah ini, Islam memiliki cara pandang yang khusus. Islam mengakui bahwa lahan pertanian adalah termasuk kepemilikan individu. Ketika kepemilikan ini dianggap sah secara syar'i, maka pemilik tanah memiliki hak untuk mengelolanya. Jika tidak mampu dan ditelantarkan selama dua tahun, maka kepemilikan bisa hilang. Negara akan mengambilnya untuk diberikan pada orang lain yang membutuhkan dan mampu untuk menggarap. Di sini jelas, kehadiran negara secara penuh merupakan hal yang mutlak dibutuhkan dalam tata kelola lahan pertanian. Islam menjamin kepemilikan lahan individu secara adil, selama lahan tersebut dikelola dan dimanfaatkan dengan baik.
Syariah Islam menetapkan bahwa pemimpin berperan sebagai raain (pelayan) dan junnah (pelindung) bagi rakyat. Kedua peran ini harus dijalankan sepenuh hati tanpa bisa diwakilkan karena Allah Swt. akan meminta pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Begitulah Allah menurunkan agama Islam untuk mengatur seluruh kehidupan manusia dengan syariat yang lengkap dan sempurna. Maka, ketika suatu negara mendasarkan pemerintahannya pada syariat Allah, sudah pasti rakyat akan sejahtera. Insyaallah
Wallahu alam bi shawab
Oleh: Erlyn Lisnawati
Sahabat Tinta Media