Tinta Media - Dalam memaknai al Quran surat An Nisa ayat 59 Ulama Aswaja sekaligus penulis Kitab Tafsir, KH Rokhmat S.Labib, M.E.I. menjelaskan bahwa ulil amri (penguasa) wajib taat pada Allah dan Rasul-Nya.
“Perlu dicatat sebenarnya ayat, Yā ayyuhallażīna āmanū aṭī'ullāha wa aṭī'ur-rasụla wa ulil-amri minkum, (Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian), bukan hanya memerintahkan kaum muslimin untuk taat kepada Ulil Amri. Ayat ini juga memerintahkan kepada Ulil Amri untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya,” tuturnya dalam acara Tausiyah Sahur: Taat Ulil Amri, Haruskah? Sabtu (9/4/2022) melalui kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.
Kiai labib menjelaskan pemahaman ayat ini. Sebagaimana djelaskan oleh para ulama, ayat ini memerintahkan kepada kita untuk taat kepada Allah dan taat pada Rasul. Menurut keterangan para ulama taat kepada Allah adalah mengikuti atau tunduk pada al- Qur’an. Taat pada Rasul berarti tunduk atau mengikuti as-Sunnah.
“Tak ada yang berbeda pendapat tentang wajibnya taat pada Allah wajib taat kepada Rasul dan juga taat pada ulil amri,” tegasnya.
Tapi yang perlu dicatat, tegas Kiai Labib, di awal ayat ini Allah SWT menyerukan Yā ayyuhallażīna āmanū (Wahai orang-orang yang beriman). “Siapa orang yang beriman? Ya tentu termasuk di dalamnya adalah Ulil Amri. Karena dalam ayat itu disebutkan wa ulil-amri minkum (dan ulil amri di antara kalian),” ujarnya.
“Ketika disebutkan mingkum yang memberikan makna tab’id (bagian) artinya ketika disebutkan minkum berarti ulil amri itu adalah bagian dari orang-orang beriman. ketika dia merupakan bagian dari orang yang beriman berarti dia masuk orang yang diseru ayat ini untuk taat kepada Allah dan taat kepada Rasul,” bebernya.
Oleh karena itu, lanjutnya, Ulil Amri mestinya ketika memerintah rakyatnya dia menjalankan ketaatan kepada Allah dan RasulNya. “Ini termaktub di dalam ayat sebelumnya. Innallāha ya`murukum an tu`addul-amānāti ilā ahlihā wa iżā ḥakamtum bainan-nāsi an taḥkumụ bil-'adl, Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil,” jelasnya.
Menurut Kyai Labib, ayat ini memerintahkan pada penguasa untuk memutuskan perkara di antara manusia dengan hukum Islam. Berarti Ulil Amri yang punya kewajiban untuk memutuskan perkara di antara mereka, dia memutuskan dengan hukum Islam.
“Demikian pula dalam ayat ayat yang lain Allah menegaskan misalnya dalam Surat al Maidah ayat 48 dan 49 yang memerintahkan mereka untuk memutuskan perkara dengan apa yang Allah turunkan, faḥkum bainahum bimā anzalallāhu (maka putuskanlah di antara mereka dengan apa yang Allah turunkan),” jelas Kiai Labib.
Bahkan, lanjutnya ada celaan yang keras bagi mereka ketika mereka tidak mau memutuskan perkara dengan apa yang Allah turunkan dengan sebutan sangat keras, fâsiqûn, dzâlimûn atau bahkan kâfirûn.
Kiai Labib lalu menyimpulkan bahwa ayat ini di samping merintahkan kaum muslimin untuk taat kepada Ulil Amri, sesungguhnya ayat ini juga memerintahkan kepada Ulil Amri atau Penguasa untuk menerapkan hukum Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
“Tak boleh seorang penguasa menolak hukum Allah apalagi menghalangi, memusuhi dan bahkan mengkriminalisasi. Jika hal itu dilakukan maka dia tidak layak menjadi pemimpin kaum muslimin,” pungkasnya [] Irianti Aminatun