Kenaikan Harga-Harga, Bukan Hal yang Biasa - Tinta Media

Senin, 18 April 2022

Kenaikan Harga-Harga, Bukan Hal yang Biasa



Tinta Media - Mengutip dari Kompas.com-Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan bahwa komoditas daging ayam, bawang putih, cabai, gula, minyak goreng, daging sapi, telur dan tepung terigu selalu mengalami kenaikan harga tiap jelang Ramadan (02/04/22). 

Lebih mengkhawatirkan lagi, kenaikan harga juga terjadi menjelang hari raya Idulfitri. Sayangnya, selama ini tak pernah ada solusi tuntas, seolah pemerintah berlepas diri dari tanggung jawab. Lucunya, pemerintah sering mengaitkan cuaca dengan harga pangan yang mahal, misalnya karena hujan, harga cabai jadi mahal, jagung mahal akibatnya harga telur mahal, dan alasan-alasan tak masuk akal lainnya. Seakan ada pihak tertentu yang mempermainkan harga, tetapi penguasa tak berani menyinggung. 

Padahal, masyarakat sedang mengalami krisis ekonomi, terutama akibat pandemi yang sampai saat ini belum berakhir. Kenaikan harga-harga kebutuhan ini seakan menambah penderitaan panjang. Yang paling terdampak adalah kalangan masyarakat menengah ke bawah. 

Jangankan memenuhi nilai gizi, sekadar untuk memenuhi kebutuhan hidup saja masyarakat harus memikirkan betul-betul apakah uang yang dimiliki cukup atau tidak. 
Anehnya, jika dikaitkan dengan teori kelangkaan barang, seharusnya jumlah barang yang diproduksi lebih sedikit dibanding jumlah permintaan. Faktanya, jumlah barang yang tersedia cukup banyak, tetapi harganya terlampau mahal.

Hal yang membuat bingung, mengapa pemerintah masih mengizinkan impor, sedangkan kebutuhan dalam negeri melimpah?

Di Balik Harga yang Mahal 

Sistem kapitalisme yang bercokol di negeri ini telah membebaskan semua perkara ekonomi sebebas-bebasnya. Di sini dapat dilihat adanya pihak-pihak tertentu yang paling diuntungkan. Demi untung berlimpah, seseorang rela menimbun barang dan menjualnya dengan harga yang mahal. 

Meskipun dalam hukum antimonopoli kartel dilarang, tetapi di hampir semua negara tetap saja terjadi. Akibatnya, harga-harga menjadi tidak seimbang. Wajar saja jika terjadi kelangkaan barang walaupun negeri tersebut secara logika kaya sumber daya alam. Bahkan, Kemendagri mengatakan tidak mampu mengontrol mafia yang menyelundupkan minyak goreng ke luar negeri. 

Pemerintah sempat mengeluarkan aturan Harga Eceran Tertinggi (HET). Namun, karena minyak langka, mereka kemudian menyerahkan ke mekanisme pasar. Bahkan, tak ada sanksi tegas untuk pelaku.

Sangat jelas bahwa sistem kapitalisme selalu menjadi biang masalah. Saat menentukan kebijakan, mereka mengatasnamakan rakyat, tetapi yang dimanjakan justru pemilik modal. 

Meskipun rakyat bersuara, bahkan berkorban nyawa, tak ada arti kecuali sesuai kemauan mereka yang berduit. Akhirnya rakyat menjadi korban kebuasan sistem kapitalisme. 
Ciri khas sistem rusak ini adalah banyak orang yang apatis, bahkan sudah menjamur, hingga ke penguasa. Dalam hal ini, keserakahan selalu mendominasi. 

Seperti racun yang sudah menyatu, sesungguhnya masyarakat banyak yang sadar akan kerusakan yang terjadi. Namun, mereka belum mendapat solusi tuntas. Lantas, adakah solusi lain yang bisa mengatasi masalah hingga ke akarnya? 

Solusi Alternatif dalam Islam

Islam fokus pada pendistribusian kebutuhan pokok secara merata dengan tetap menjaga kualitasnya. Jelas, Islam melarang perdagangan yang menguntungkan segolongan pihak dan merugikan pihak yang lain, seperti penentuan harga yang tidak seimbang. Semuanya haram.

Rasulullah bahkan memberi peringatan pelaku perdagangan yang curang. Beliau bersabda: 

مَنِ احْتَكَرَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ طَعَامَهُمْ، ضَرَبَهُ اللهُ بِاْلإِفْلاسِ، أَوْ بِجُذَامٍ 

Siapa yang melakukan penimbunan makanan terhadap kaum muslimin, Allah akan menimpakan kepada dirinya kebangkrutan atau kusta (HR Ahmad). 

Hal yang dimaksud bukan saja tentang bahan pokok, tetapi juga jual beli yang lain. Sedangkan menyimpan bahan makanan untuk kebutuhan pribadi tidak termasuk dalam hal yang dilarang. Dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah menyimpan bahan makanan pokok untuk kebutuhan keluarganya selama setahun. 

Bagaimana Islam Mengatasi Krisis Pangan?

Rasulullah saw.bbersabda, “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari).

Khalifah Umar melarang  melakukan monopoli di pasar-pasar kaum muslimin. Khalifah Umar pernah bertanya kepada Hathib bin Abi Balta’ah,

“Bagaimana cara kamu menjual barang?” Ia menjawab, “Dengan utang. Khalifah Umar lalu berkata, “Kalian berjualan di pintu halaman dan pasar milik kami, tetapi kalian mencekik leher kami.  Kemudian kalian menjual barang dengan harga sesuka hati kalian. Juallah satu shâ’. Bila tidak, janganlah engkau berjualan di pasar-pasar milik kami atau pergilah kalian ke daerah lain dan imporlah barang dagangan dari sana. Lalu juallah dengan harga sekehendak kalian!” (Rawwas Qal‘ahji, Mawsû’ah Fiqh Umar bin al-Khaththâb, hlm. 28) 

Khalifah Umar juga menetapkan pelarangan monopoli barang untuk semua jenis barang, terlebih jika sangat dibutuhkan. Imam Malik meriwayatkan dalam Al-Muwaththa’, bahwa Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah mengatakan, “Tidak boleh ada praktik monopoli di pasar-pasar milik kami.” (Rawwas Qal’ahji, Mawsû’ah Fiqh Umar bin al-Khaththâb, hlm. 29). 

Hanya sistem Islam yang tegas mengatasi krisis pangan karena kecurangan segolongan pihak, tetapi hal ini hanya bisa terwujud jika diterapkan secara kaffah.

Oleh: Nurjannah
Sahabat Tinta Media 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :