Tinta Media - Ketua Koalisi Persaudaraan Advokat dan Umat (KPAU) Ahmad Khazinudin, S.H. menilai bahwa di tengah keterpurukan bangsa Indonesia, khilafah layak sebagai solusi.
“Di tengah keterpurukan bangsa Indonesia yang membutuhkan alternatif solusi, Khilafah layak untuk diperbincangkan sebagai alternatif solusi,” tuturnya kepada Tinta Media, Jumat (8/4/2022).
Oleh karena itu Ahmad menghimbau kepada segenap elemen anak bangsa untuk membuka ruang diskusi tentang Khilafah. “Apalagi, di tengah munculnya kegalauan bangsa atas dinamika politik yang berkembang. Tunda Pemilu, Presiden tiga periode, Pemilu 2024 atau mempercepat Pemilu, nyatanya tetap tidak dapat memberikan keyakinan bangsa Indonesia akan keluar dari masalah dan segera bangkit dari keterpurukan,” ungkapnya.
Ahmad tidak sependapat dengan pernyataan Mahfud MD yang mengharamkan membangun negara ala Nabi Muhammad SAW, dengan dalih Nabi SAW sudah tidak lagi berada di tengah-tengah kita. “Penolakan syariah Islam untuk membangun negara dengan logika seperti ini adalah pikiran yang picik, tidak objektif, tendensius dan cenderung menganut pikiran islamofobia,” nilainya.
“Mahfud MD tidak pernah mempersoalkan demokrasi yang diantaranya adalah buah pikiran Montesquieu dengan mengatakan Montesquieu sudah tidak ada lagi, sudah lama mati. Tidak pernah mengatakan Trias Politica yang merupakan ajaran Montesquieu tidak relevan lagi diterapkan karena Montesquieu telah lama mati. Faktanya, ajaran Trias Politica Montesquieu tetap diterapkan dan lestari diadopsi negeri ini, meskipun Montesquieu sudah lama mati,” sindirnya.
Menurutnya, substansi menegakkan negara yang ittiba' Nabi SAW bukanlah dengan menghadirkan beliau SAW hadir di tengah-tengah kita, karena hal ini mustahil. Namun, menghadirkan dan menerapkan kembali wahyu berupa syariah Islam yang dibawa Nabi SAW kembali hadir dalam tata kelola bernegara.
“Nabi SAW sendiri, ketika mengelola kekuasaan (Negara) di Madinah juga tidak mengikuti hawa nafsu beliau, melainkan selalu mengikuti petunjuk wahyu. Tidak pernah Nabi SAW mengelola negara dengan mengikuti hawa nafsunya,” terangnya.
Ahmad mengutip QS an-Najm ayat 3 sebagai rujukan argumennya. “Ayat ini menegaskan, Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengambil tindakan (amal) termasuk mengelola negara dan pemerintahan kecuali atas petunjuk wahyu. Sehingga, esensi menegakkan negara Nabi SAW adalah bukan menghadirkan Nabi SAW tetapi menghidupkan atau menerapkan kembali wahyu yang dibawa Nabi SAW berupa al Qur'an dan As Sunnah,” tegasnya.
“Untuk menegakkan kembali negaranya Nabi SAW yang diwariskan kepada sahabat (yang disebut sebagai khilafah) maka umat Islam harus ittiba (nyontek/duplikasi) amal yang dilakukan Nabi SAW saat di Mekkah hingga berhasil mendirikan negara di Madinah. Aktivitas tersebut dimulai sejak di Mekah yang statusnya Darul Kufur (negara kufur) hingga akhirnya mendapatkan pertolongan dari Ahlun Nusyroh di Madinah,” bebernya.
Menurutnya, keliru besar jika ada upaya menegakkan negara Nabi SAW (khilafah) tetapi menempuh cara atau metode yang menyelisihi amalan Nabi SAW. “Karena itu, termasuk keliru memperjuangkan Khilafah dengan terlibat dalam sistem demokrasi yang tidak pernah diajarkan Nabi SAW.,” tandasnya.
“Tahapan yang dilakukan oleh Nabi SAW dalam mendirikan negara adalah : (1) pengkaderan (at-tatsqîf); (2) interaksi dengan umat (at-tafâ’ul), termasuk di dalamnya adalah pencarian dukungan dan pertolongan (thalab an-nushrah); (3) penerimaan kekuasaan dari peliki kekuasaan (istilâm al-hukmi),” jelasnya.
Fase Mekah, lanjutnya, adalah fase dakwah Nabi SAW ketika belum memiliki negara. Fase Madinah adalah fase Nabi SAW memiliki kekuasaan dan kemudian menerapkan Islam secara kaffah sekaligus mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru alam.
Menurut Ahmad, status negara-negara yang ada di dunia ini semua adalah negara kufur karena tidak menerapkan Islam secara kaffah, tidak mengemban dakwah Islam dan keamanannya tidak berada ditangan kaum muslimin. Sehingga, sejak Khilafah diruntuhkan tahun 1924 M, kaum muslimin seperti kembali pada fase Mekah dan tidak memiliki negara. Karena itu, seluruh negeri adalah objek dakwah untuk menegakkan khilafah hingga khilafah dapat tegak disalah satu negeri, dan kemudian dari negeri tersebut khilafah akan melakukan unifikasi seluruh negeri kaum muslimin.
“ISIS (Islamic State Irak and Suriah) atau DAES (kata lain ISIS) tidak memenuhi kriteria sebagai Negara Khilafah sehingga eksistensinya tidak menggugurkan kewajiban menegakkan Daulah Khilafah. ISIS adalah gerakan yang dibentuk Amerika untuk mencitraburukan ajaran Khilafah yang agung,”bebernya.
“Setelah khilafah berdiri maka barulah rahmat Islam akan dirasakan seluruh umat Islam bahkan seluruh penjuru alam. Keadilan dan kemakmuran akan benar-benar wujud sebagai dampak dari ketaatan kepada Allah SWT,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun