Harga-Harga Naik akibat Paradigma Berpikir Kapitalis - Tinta Media

Selasa, 19 April 2022

Harga-Harga Naik akibat Paradigma Berpikir Kapitalis


Tinta Media - Bulan Ramadan adalah bulan dengan berbagai kenaikan pahala dan berlipat gandanya kebaikan. Akan tetapi, sedihnya umat Islam harus kembali melewati Ramadan tahun ini dengan kegelisahan yang tidak kunjung selesai. Harga berbagai komoditas pangan terpantau naik memasuki bulan Ramadan. Daging, cabai, bawang putih, gula, telur, tepung terigu, dan tentu saja minyak goreng yang sudah menjadi isu viral yang menggelisahkan karena kelangkaan dan kenaikan harganya. Belum lagi kenaikan harga bensin Pertamax yang menambah deretan panjang beban rakyat dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup.

Memang benar, kenaikan harga-harga dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari faktor cuaca untuk barang seperti cabai, kelangkaan barang, distribusi, hingga imbas dari kenaikan pajak serta isu kartel pada minyak dan berbagai barang lainnya yang tidak kunjung menemukan penyelesaian konkrit.
 
Lantas, apakah dengan kebiasaan tahunan, bahkan bulanan terkait melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok ini tidak bisa dikendalikan dan diselesaikan oleh pemerintah? Apakah fungsi pengawasan saja seperti yang disampaikan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) sudah cukup menanggulangi permasalahan rutin ini? Apakah masyarakat harus berjuang sendiri mengelus dada dan mengencangkan pengeluaran serta pemasokan demi menghidupi diri dan keluarga? Apakah tidak ada lagi yang bisa dilakukan pemerintah untuk meringankan beban rakyat dan menjalankan perannya sebagai pengurus urusan rakyat?

Ironisnya, untuk kasus kartel minyak saja pemerintah terlihat berlepas tangan. Ini tampak dari maraknya kartel minyak yang menyebabkan kelangkaan dan kenaikkan harga yang mencekik di tengah masyarakat. Solusi yang diberikan pemerintah hanya berupa alternatif penggunaan bahan selain minyak, padahal kartel bisa diberantas dengan hukum dan penanganan yang tegas, serta pengontrolan penguasa. 

Namun, sepertinya rakyat hanya bisa mendesah panjang agar bisa dituruti keinginannya, meski sekadar untuk membeli minyak dengan harga cuma-cuma. Begitu pun pada masalah kenaikan harga komoditas pangan yang rutin naik setiap tahunnya.

Harapan bahwa pemerintah akan menemukan solusi hingga ke akar sepertinya hanya impian kosong. Solusi-solusi yang ditawarkan pemerintah hanyalah solusi pragmatis yang hanya mengulang kesalahan yang sama, gali lobang tutup lobang. Hal tersebut wajar, mengingat kesalahan utama dan penyelesaian yang diberikan pemerintah terletak pada hal mendasar berupa paradigma kepemimpinan yang digunakan, yakni menjadikan rakyat dan penguasa sebagai pihak yang memiliki hubungan dagang.
Sehingga, ketika negara mengurus rakyat pun masih dalam hitung-hitungan dagang. 

Jika berpihak pada kartel lebih menguntungkan, maka untuk apa berpihak pada rakyat? Paradigma kepemimpinan yang demikian adalah bagian dari negara yang menerapkan sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini mengakomodir kebebasan pemilik modal, baik asing atau aseng. Mereka sering lupa (atau memang pura-pura lupa) dengan berbagai janji manis saat kampanye untuk mengangkat dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Oleh karenanya, solusi dari permasalahan ini tidak cukup hanya dengan pemantauan dan dorongan bersabar di tengah kondisi sulit sebagaimana yang dinarasikan pemerintah. Solusi harus menjamah pada hal paling mendasar nan fundamental, yaitu bergantinya paradigma berpikir kapitalis sekuler sebagai dasar pengurusan urusan rakyat oleh penguasa menjadi paradigma kepemimpinan ala ideologi Islam. 

Paradigma ideologi Islam mengharuskan penguasa sebagai pihak yang secara utuh melakukan riayatu su’unil ummat (pengurusan urusan umat). Beban kewajiban ini bukan diberikan oleh pemilik modal jika ada maunya, melainkan dibebankan langsung oleh Sang Pemilik semesta alam, bumi, kekuasaan, dan jiwa manusia, Allah ta’ala. 

Sebagaimana dalam firman Allah ta’ala, 

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu. Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu” (TQS al-Maidah: 48).

Serta dalam hadit Rasulullah saw., 

“Sesungguhnya seorang imam itu laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, dengannya dia akan mendapatkan pahala. Namun, jika dia memerintahkan yang lain, dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Oleh: Syifa Nailah
Aktivis Muslimah
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :