Tinta Media - Pengasuh Baitul Qur’an, Tapin, Guru Luthfi, saat menjelaskan tafsir Qur’an Surat Al Baqarah ayat 79 mengatakan bahwa pendeta Yahudi mengubah ayat demi kepentingan dunia.
“Kita akan merenungkan surat al-Baqarah ayat ke 79, bahwa pendeta pendeta Yahudi, mereka mengubah mengganti dan menambahi ayat-ayat Allah demi kepentingan materi yang sedikit dan fana. Dan bagi mereka adalah siksa yang pedih,” tuturnya dalam acara Ramadhan Bersama al-Qur’an: Yahudi Mengubah ayat Demi Kepentingan Dunia, Sabtu {2/4/2022} melalui kanal Youtube Majlis Baitul Qur’an.
Guru Luthfi lalu membacakan Qur’an Surat al-Baqarah ayat 79 : Fa wailul lillażīna yaktubụnal-kitāba bi`aidīhim ṡumma yaqụlụna hāżā min 'indillāhi liyasytarụ bihī ṡamanang qalīlā, fa wailul lahum mimmā katabat aidīhim wa wailul lahum mimmā yaksibụn yang artinya maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri. Lalu mereka mengatakan ini dari Allah dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka akibat dari apa yang mereka kerjakan.
“Imam Al Qurthubi dalam tafsir Al jami' li ahkam al- Qur’an menyebutkan bahwa kata fa wailul terjadi silang pendapat diantara para ulama. Utsman bin Affan meriwayatkan dari Nabi SAW bahwa yang disebut dengan al-wail adalah nama sebuah gunung yang ada di neraka,” jelasnya.
Abu Sa'id Al Khudri, lanjutnya, meriwayatkan bahwa al-wail adalah nama sebuah lembah yang ada di neraka jahanam. Tepatnya diantara dua gunung di mana lembah itu dapat dituruni oleh seseorang dalam waktu 40 musim gugur atau 40 tahun.
“Sofyan dan Atho bin Yasar meriwayatkan bahwa yang dimaksud dengan al-wail dalam konteks ini adalah sebuah lembah yang mengalirkan nanah penduduk neraka di hadapan neraka jahanam,” paparnya.
Ia melanjutkan, az-Zahrawi meriwayatkan dari yang lain bahwa al-wail adalah salah satu pintu neraka jahanam. Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas bahwa alwail adalah kesengsaraan karena siksaan. Dan menurut Sibawaih al -wail itu digunakan bagi orang yang terjerumus dalam kecelakaan.
“Intinya perkataan al-wail adalah kata yang hanya diucapkan ketika berada dalam kesedihan dan hal-hal yang tidak kita sukai, sebagaimana firman Allah dalam ayat diatas,” imbuhnya.
Guru Luthfi menjelaskan makna : Fa wailul lillażīna yaktubụnal-kitāba bi`aidīhim (Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri) dengan mengutip pendapat Imam Ali as -Shobuni di dalam Shafwatut Tafasir yang menyatakan bahwa kalimat ini maknanya adalah kehancuran dan siksaan bagi orang-orang yang mengubah Taurat. Mereka menulis ayat-ayat yang diubah tersebut dengan tangan mereka sendiri .Lalu mereka mengatakan ini dari Allah. Mereka mengatakan kepada pengikut mereka yang buta huruf yang umi bahwa yang kalian temukan ini adalah nas nas Taurat yang Allah turunkan kepada Nabi Musa ‘alaihissalam. Padahal nas-nas itu ditulis oleh Pendeta pendeta mereka dengan tangan mereka sendiri kemudian disandarkan kepada Allah SWT dengan kebohongan dan kepalsuan.
“Kalimat bi`aidīhim (dengan tangan mereka) ini adalah merupakan penguat atau ta'kid sebab telah diketahui bahwa menulis itu hanya dengan tangan. Faedahnya untuk menjelaskan pelanggaran mereka dan menetapkan keterangan mereka. Sebab orang yang melakukan suatu perbuatan itu lebih jelas daripada orang yang tidak melakukannya. Meskipun orang yang tidak melakukan ini mempunyai pendapat untuk melakukan perbuatan tersebut sebagaimana firman Allah SWT di dalam surat Ali Imron ayat 167, mereka mengatakan dengan mulut mulut mereka,” tandasnya.
Imam Al Qurthubi menjelaskan dalam ayat ini dan juga ayat sebelumnya terdapat peringatan agar tidak melakukan pergantian, perubahan, dan penambahan terhadap syariat ini. Maka setiap orang yang melakukan penggantian, perubahan, dan penciptaan sesuatu yang baru di dalam agama Allah ini, padahal sesuatu itu bukan merupakan bagian darinya dan tidak boleh dimasukkan ke dalamnya maka ia termasuk ke dalam ancaman yang keras dan siksa yang pedih ini.
“Kalimat berikutnya adalah liyasytarụ bihī ṡamanang qalīlā (untuk memperoleh keuntungan yang sedikit) dengan perbuatan ini. Allah mensifati perbuatan yang mereka ambil itu dengan kalimat sedikit. Hal ini karena keuntungan itu bersifat fana dan tidak kekal. Atau karena keuntungan itu bersifat haram. Sebab sesuatu yang haram tidak akan mengandung keberkahan dan tidak akan berkembang di sisi Allah SWT,” jelasnya.
Imam Al Qurthubi, lanjutnya, menjelaskan perlu diketahui bahwa para pendeta dan ulama Yahudi itu mereka mempunyai kepemimpinan dan penghasilan. Kemudian mereka merasa khawatir jika mereka menerangkan sifat Rasulullah SAW maka mereka akan kehilangan penghasilan dan kepemimpinan mereka.
“Kemudian Allah menegaskan pada penutup ayat fa wailul lahum mimmā katabat aidīhim wa wailul lahum mimmā yaksibụn (maka kecelakaan besarlah bagi mereka akibat dari apa yang mereka kerjakan). Menurut satu pendapat kecelakaan itu disebabkan oleh apa yang mereka makan. Namun menurut pendapat yang lain disebabkan oleh kemaksiatan mereka dalam hal ini Allah mengulang kata kecelakaan (fa wailul) digunakan untuk mengecam perbuatan mereka ,” terangnya.
Dalam menutup tafsirnya, Guru Luthfi berharap semoga kita dijauhkan Allah dari perbuatan seperti pendeta-pendeta Yahudi ini. Mengubah, mengganti dan menambahi ayat-ayat Allah demi kepentingan materi yang sedikit dan fana.
“Karena dengannya akan mendapat kecelakaan yang besar seperti yang dialami oleh tokoh-tokoh Yahudi di atas,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun