Tinta Media - Menampik argumen yang menyatakan haram membentuk negara seperti yang dibentuk Nabi di Madinah, Direktur Pamong Institute Wahyudi Al-Maroky berikan empat catatan penting.
“Dalam hal ini saya memberikan 4 (empat) catatan penting,” tuturnya pada Tinta Media, Sabtu (9/4/2022).
Pertama, negara wajib dibentuk untuk menegakkan hukum. Ketika awal dibentuknya negara Madinah (622 M), komposisi masyarakat Madinah mayoritas non muslim. Tapi mereka bisa sepakat untuk diatur dengan syariat Islam yang dituangkan dalam klausul Piagam Madinah (Konstitusi Madinah/Madinah Carta). Jika terjadi perselisihan maka keputusannya dikembalikan kepada Allah dan Rasullullah.
“Pasal 42: Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung Piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah 'azza wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi Piagam ini.” ungkapnya.
Negara yang dibentuk Nabi di Madinah menjalankan fungsinya dengan baik. Rakyat Madinah yang plural itu mendapat keadilan sehingga dikenal sebagai masyarakat madani. “Dengan model Negara Madinah yang baik ini, lalu atas dasar apa menyatakan haram mengikutinya?,” tanyanya.
Wahyudi membantah terkait anggapan bahwa membentuk negara seperti yang dilakukan Nabi, kini tak lagi relevan. “Sebenarnya umat sudah paham bahwa memang wahyu dari Allah sudah tidak lagi turun. Karena wahyu sudah turun secara sempurna dan kini termuat dalam kitab suci al Quran. Jadi kalau ada persoalan tidak perlu tunggu turun wahyu. Sekarang tinggal buka saja al Quran. Masalahnya saat ini al Quran hanya digunakan untuk menyumpah pejabat yang sedang dilantik. Para pejabat dilantik dan disumpah dengan al Quran tapi dalam membuat keputusan tidak membuka, membaca dan mendasari kebijakannya dengan al Quran,” bebernya.
Demikian pula, lanjutnya, jika kurang paham terhadap isi al Quran, tinggal lihat penjelasannya di Hadits dan ijma’ shahabat. Jadi tidak perlu mencari Nabi Baru. Tidak ada alasan lagi mengatakan bentuk negara seperti nabi tak relevan karena keputusan harus menunggu wahyu turun atau keputusan Nabi. Semua sudah ada dalam al Quran dan Hadits, tinggal mau memakainya atau masih mencari dalih pembenaran.
Kedua, negara Madinah mengurus kesejahteraan rakyat. Selain menjamin kesetaraan dan keadilan, masyarakat Madinah juga mendapat jaminan kesejahteraan. Ketika awal dibentuknya negara Madinah, kondisi sosial sangat timpang. Ada golongan Muhajirin yang baru hijrah ke Madinah, tak punya tanah dan rumah, serta sangat minim harta. Disisi lain ada kaum anshor yang punya tanah, punya rumah dan banyak punya harta.
“Nabi Muhammad SAW membuat kebijakan briliyan untuk mengatasi kesenjangan sosial itu. Kedua golongan tersebut dipersaudarakan. Masing-masing orang Muhajirin punya saudara dari Kaum Anshor. Selesai sudah masalah kesenjangan sosial. Sekaligus menyelesaikan masalah potensi kriminal dan keamanan. Apakah model negara Madinah bentukan Nabi seperti ini haram untuk dicontoh?” tanyanya retoris.
Ketiga, Negara Menjamin Pendidikan dan Peradaban. Bukan sekedar menjamin keamanan dan kesejahteraan. Nabi juga mendidik dan mencerdaskan rakyat Madinah sehingga lahir masyarakat dengan peradaban yang tinggi. Begitu Nabi SAW tiba di Madinah, maka yang pertama dibangun adalah masjid sebagai pusat pendidikan dan peradaban umat. “Beliau tidak membangun ibukota negara dan istana yang megah. Namun beliau mewariskan peradaban yang agung,”ungkapnya.
Wahyudi menilai peradaban baru lahir dengan konsep yang mulia. Ada sistem hukum yang begitu adil karena bersumber dari zat yang Maha Adil. Ada sistem ekonomi yang begitu unik, menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Ada sistem pendidikan yang mencerdaskan sehingga ilmu bisa berkembang. Ada sistem pertahanan dan keamanan yang canggih di zamannya. “Seperti saat perang khondak (parit) dan ada pasukan yang begitu hebat, dan seterusnya. Apakah model negara Madinah bentukan Nabi seperti ini haram untuk dicontoh?” tanyanya.
Keempat,Memiliki visi kedepan bahkan sampai akhirat. Negara Madinah Menjamin keamanan di dunia dan keselamatan hingga akhirat.
Wahyudi lalu membandingkan dengan negara sekuler. “Dalam negara sekuler saat ini, keselamatan rakyat hanya bisa dijamin didunia. Itu pun bagi yang kaya mendapat jaminan lebih baik dibanding yang miskin,” bandingnya.
Namun Negara Madinah, lanjutnya, memberikan jaminan keamanan dan keselamatan, tidak hanya di dunia bahkan sampai akhirat. Semua rakyat diarahkan untuk taat pada aturan Allah SWT Sang Pencipta alam semesta. Bagi siapa yang tak taat dan melanggar perintah Allah maka akan diberi sanksi. “Hal ini tentu berbeda dengan negara sekuler. Rakyat yang tak mau ibadah dan tak taat aturan Allah justru dibiarkan dan tidak dihukum. Dengan dalih kebebasan dan HAM. Sedangkan rakyat yang ingin taat pada aturan Allah justru dituding radikal, intoleran dan lain lain,” sesalnya.
Sungguh, Allah menyuruh kita menjadikan Nabi SAW sebagai suritauladan. Tak layak ada seorang
Muslim apalagi pejabat yang berani menyatakan wajib menbentuk negara, namun membentuk negara seperti yang dicontohkan Nabi itu haram.
“Lalu kalau mencontoh negara Plato atau mencontoh negara Firaun apa hukumnya? Apakah jadi mubah atau wajib?”tanyanya.
“Semoga negeri ini dijauhkan dari musibah, sebaliknya terlimpah barokah dari langit dan bumi,” doanya menyudahi penuturan.[] Irianti Aminatun