Tinta Media - Indonesia sedang mengalami ancaman luar yang dahsyat menyangkut nasib kedaulatan negeri. Ambisi perluasan kekuasaan Tiongkok yang diwujudkan dalam bentuk kekuasaan oligarki. Tentu ini bukan lagi rahasia, semua sudah tahu dan merasakannya. Dan ini sudah lama diprediksi oleh Samuel Huntington dalam The Clash of Civilization (1993).
Ancaman riil dari luar, tapi oleh kekuatan mereka, berhasil dikonstruk bahwa bahaya ancaman itu adalah dari dalam. Tertuduh dan terdakwanya adalah Islam, kelompok umat yang paling berjasa bagi negeri dan pendirian republik.
Andalan kekuatan utama dan terakhir Indonesia memang hanya ada pada mereka yang komitmennya paling terbukti dan heroismenya terbentang menghiasi sepanjang sejarah, sejak dari Nusantara hingga menjadi Indonesia.
Seperti dulu disadari betul oleh Snouck Hurgronje era kolonial, kini juga disadari betul oleh kekuatan ekstra negara. Tak ada yang bisa melemahkan Islam kecuali satu: devide et impra alias adu domba, dan ini sedang terjadi, sedang kita nikmati bersama.
Bila bangsa Indonesia, alih-alih sadar, malah terjebak terus dalam ketidaksadaran ego kelompok dan ketaksadaran sedang dikuasai, sebentar lagi, nama Indonesia hanya tinggal cerita, kejayaan tanah air dan kehebatan sejarah Indonesia hanya fantasi, NKRI harga mati hanya tinggal slogan dan cita-cita Pancasila tidak pernah terwujud.
Hanya gelora teriakan "Allāhu Akbar!" para ulamalah, yang akan mampu mengembalikan marwah, harga diri dan harkat derajat Indonesia itu.
Sebagaimana telah disuarakan oleh Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien hingga Bung Tomo di Surabaya, teriakan suara takbir yang membahana di seluruh penjuru negeri adalah alasan Indonesia ini ada!***
Oleh: Moeflich H. Hart
Intelektual Muslim