Tinta Media - Aktivis Muslimah Ustazah Dedeh Wahidah Achmad menyampaikan bahwa ada resiko dalam berdakwah itu sunatullah.
"Kita juga harus paham, bahwa dalam berdakwah itu, dalam menyampaikan kebenaran itu, sunatullah ada risikonya," tuturnya dalam program Rubrik Tsaqofah Islam "Konsisten Dalam Menyampaikan Kebenaran", Sabtu (19/3/2022) di kanal YouTube Muslimah Media Center.
Menurutnya, risiko dalam berdakwah harus dijelaskan kepada anggota keluarga, agar mereka tidak panik. "Namanya perjuangan pasti ada rintangan, pasti ada hambatan, sehingga ketika ada rintangan, termasuk cap radikal, dan lain sebagainya, ya biasa saja," ujarnya.
Ia menggambarkan bagaimana Rasulullah SAW juga dulu dikatakan majnun (dikatakan orang gila), dikatakan saahir (penyihir), dikatakan bahwa Rasulullah itu terganggu oleh jin. "Jadi, kalau kita sekarang dikatakan radikal, mungkin ini salah satu atau turunan dari yang dituduhkan oleh Kafir Quraisy terhadap Rasulullah," ucapnya.
“Namun, yang sekarang kita hadapi bukan Kafir Quraisy, tapi rezim, tapi orang-orang yang sudah terpengaruh oleh pemahaman sekuler kapitalis ini. Jadi, kita akan menghadapinya dengan biasa saja, wajar ya...itu bagian dari rintangan," tambahnya.
Ia mencontohkan, sekarang, banyak para pendakwah, para pejuang Islam, para pembela Islam yang ingin menegakkan Islam secara kaffah seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW justru mendapatkan labelling, mendapatkan gelar radikal. Sementara yang sebaliknya, orang yang cenderung membiarkan kemaksiyatan, membiarkan kesyirikan, bahkan justru mereka juga mungkin pelaku kemaksiyatan, mendapatkan gelar moderat.
“Mereka diterima oleh masyarakat, mereka diberikan penghargaan, mereka diberikan kesempatan untuk menyebarkan pemikiran-pemikirannya. Sementara yang digelari radikal, mereka dihambat, mereka dipersekusi, bahkan mereka ada yang dipenjara dengan alasan mereka mengancam kehidupan negeri ini,” ungkapnya.
Ia menilai hidup di zaman yang dikuasai (didominasi) oleh sekularisme kapitalisme seperti saat ini, sulit untuk membedakan mana yang benar, mana yang salah. "Karena opini yang berkembang, justru yang benar kadang dikatakan salah, yang salah justru dibela, diusung, diopinikan, diperjuangkan, dan yang salah itu menjadi sebuah kebenaran," pungkasnya.
[] 'Aziimatul Azka