Tinta Media - Ada penampakan yang tidak biasa di bulan Ramadan tahun ini, tepatnya Senin, 11 April 2022 kemarin. Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas turun ke jalan memenuhi Gedung MPR/DPR RI di Senayan, Jakarta. Aksi ini digelar sebagai representasi rasa kecewa mereka kepada pemerintah yang dinilai tidak becus mengatasi masalah sehingga membuat masyarakat hidup dengan kesulitan. Prahara minyak goreng yang dipermainkan oligarki, harga-harga pangan yang naik, pasal-pasal bermasalah UU IKN, dan penundaan Pemilu 2024 menjadi isu utama yang disuarakan oleh mahasiswa dalam aksinya tersebut.
Sebelumnya, para mahasiswa sudah melakukan aksi di ring satu Istana Negara pada 1 April 2022. Sekitar 1.000 mahasiswa dari berbagai kampus melakukan long march dari Kampus Trisakti menuju Istana Negara. Kemudian disusul aksi mahasiswa dari berbagai daerah, seperti di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, pada hari Rabu, 6 April 2022; di Jambi dan Majalengka, Jawa Barat pada hari Kamis 7 April 2022, di Makassar, dan di Palembang.
Aksi-aksi ini menjadi berita gembira. Sudah seharusnya mahasiswa tidak hanya berkutat di ruang kelas dengan sederet dektat buku, jurnal, dan perlombaan, karena ruang kuliah mereka yang sesungguhnya adalah lingkungan masyarakat. Karakter khas mereka sebagai agent of change maupun social control, menjadi salah satu power (kekuatan) untuk menjaga nilai dan norma sosial di masyarakat.
Jadi, memang tidak boleh mahasiswa berjauhan dan dijauhkan dengan rakyat, karena sama saja menjauhkan ikan dari air. Pun karakter khas mahasiswa ini menjadikan mereka sebagai species yang memiliki critical thinking untuk mengkritisi kezaliman yang dilakukan penguasa dan mencarikan solusi masalah tersebut. Oleh karena itu, langkah mahasiswa turun ke jalan sebagai respon kondisi saat ini, sudah benar.
Namun, yang perlu dan penting dipahami oleh mahasiswa agar perjuangan mereka menghasilkan perubahan yang sahih, tentu mereka harus membawa bekal. Bekal ini bukan hanya sekadar rasa kecewa dan amarah semata, melainkan bekal pemikiran yang ideologis.
Sebelumnya, para mahasiswa sudah melakukan aksi di ring satu Istana Negara pada 1 April 2022. Sekitar 1.000 mahasiswa dari berbagai kampus melakukan long march dari Kampus Trisakti menuju Istana Negara. Kemudian disusul aksi mahasiswa dari berbagai daerah, seperti di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, pada hari Rabu, 6 April 2022; di Jambi dan Majalengka, Jawa Barat pada hari Kamis 7 April 2022, di Makassar, dan di Palembang.
Aksi-aksi ini menjadi berita gembira. Sudah seharusnya mahasiswa tidak hanya berkutat di ruang kelas dengan sederet dektat buku, jurnal, dan perlombaan, karena ruang kuliah mereka yang sesungguhnya adalah lingkungan masyarakat. Karakter khas mereka sebagai agent of change maupun social control, menjadi salah satu power (kekuatan) untuk menjaga nilai dan norma sosial di masyarakat.
Jadi, memang tidak boleh mahasiswa berjauhan dan dijauhkan dengan rakyat, karena sama saja menjauhkan ikan dari air. Pun karakter khas mahasiswa ini menjadikan mereka sebagai species yang memiliki critical thinking untuk mengkritisi kezaliman yang dilakukan penguasa dan mencarikan solusi masalah tersebut. Oleh karena itu, langkah mahasiswa turun ke jalan sebagai respon kondisi saat ini, sudah benar.
Namun, yang perlu dan penting dipahami oleh mahasiswa agar perjuangan mereka menghasilkan perubahan yang sahih, tentu mereka harus membawa bekal. Bekal ini bukan hanya sekadar rasa kecewa dan amarah semata, melainkan bekal pemikiran yang ideologis.
Kenapa harus pemikiran ideologis? Sebab jika sebuah pergerakan itu hanya didasari oleh perasaan (syu’ur), arah perubahan itu seperti suara kawanan sapi yang sedang melenguh karena kelaparan. Mereka bersuara, tetapi tidak begitu diperhitungkan. Akhirnya, tuntutan itu akan berulang dari masa ke masa sebagaimana yang sudah terjadi sebelumnya.
Mengapa harus perubahan ideologis? Sebab jika yang dituntut hanya penguasa memperbaiki kinerjanya, menurunkan harga-harga barang, merevisi UU yang bermasalah, atau bahkan tuntutan mengganti pemimpin, selama sistemnya masih sekularisme kapitalisme, kekacauan akan terus terjadi.
Syaikh Taqiyyuddin an Nabhani rahimahullah, dalam kitabnya Nizamul Islam bab Qiyadah Fikriyah mengatakan, masyarakat itu dipengaruhi oleh pemikiran yang sama, perasaan yang sama, dan sistem yang sama. Jadi, jika pemikiran, perasaan, dan sistem yang ada di masyarakat masih sekularis-kapitalis, maka rakyat jangan berharap memiliki pemimpin sekelas Khalifah Umar bin Khattab, jangan bermimpi memiliki pemimpin sekelas Harun ar Rasyid, dan khalifah-khalifah lainnya.
Hal ini karena sistem sekuleris-kapitalislah, negara berubah jati diri dari negara riayah (pengurus) menjadi negara jibayah (pemalak) yang super duper tega kepada rakyatnya. Prahara minyak goreng menjadi salah satu dari sekian list kezaliman penguasa.
Perubahan idelogis yang dimaksud tidak lain adalah menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan. Ini karena Islam diturunkan oleh Allah Swt. sebagai penjelas segala sesuatu.
Allah Swt. berfirman dalam surah An Nahl ayat 89 :
ÙˆَÙ†َزَّÙ„ْÙ†َا عَÙ„َÙŠْÙƒَ ٱلْÙƒِتَٰبَ تِبْÙŠَٰÙ†ًا Ù„ِّÙƒُÙ„ِّ Ø´َÙ‰ْØ¡ٍ ÙˆَÙ‡ُدًÙ‰ ÙˆَرَØْÙ…َØ©ً ÙˆَبُØ´ْرَÙ‰ٰ Ù„ِÙ„ْÙ…ُسْÙ„ِÙ…ِينَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
Islam memiliki konsep-konsep kehidupan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dalam hal akidah dan ibadah. Islam pun mengatur hubungan manusia dengan diri mereka sendiri dalam hal makanan, minuman, akhlak, dan pakaian. Islam pun mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lainnya dalam hal pendidikan, ekonomi, sosial kemasyarakatan, pemerintahan termasuk bentuk negara, bahkan mengatur politik dalam dan luar negeri.
Inilah tsaqafatul izzah yang dimiliki kaum muslimin, yaitu pemikiran-pemikiran yang akan membawa mereka kepada kemuliaan jika diterapkan secara praktis oleh negara, yakni Daulah Khilafah.
Adanya Khilafah yang menerapkan ekonomi Islam, mampu menuntaskan keculasan para oligarki yang mempermainkan kebutuhan pangan rakyat demi keuntungan mereka sendiri. Adanya Khilafah yang menerapkan politik Islam, mampu melahirkan pemimpin berjiwa periayah (pengurus) bukan pemimpin rakus kekuasaan seperti saat ini. Adanya Khilafah, dunia akan diliputi kemuliaan dan keberkahan, hingga orang zalim pun malu berbuat nista.
Perubahan seperti inilah yang seharusnya dibawa dan disuarakan oleh mahasiswa. Perubahan seperti ini tidak akan terwujud secara sahih jika perubahan yang diusung dengan cara people power, kudeta, atau partisipasi dalam parlemen. Sebab, semua itu adalah metode perubahan yang tidak tepat, tidak sesuai dengan petunjuk Nabi ï·º.
Agar terwujud perubahan sahih, maka arah pergerakan yang dibawa mahasiswa haruslah seperti yang dicontohkan Rasulullah ï·º ketika beliau memperbaiki sistem kehidupan bangsa Arab pada masa jahiliyyah, yaitu dakwah politis bersama kelompok Islam ideologis yang memperbaiki pemikiran umat. Sehingga, masyarakat menyadari kesahihan pemikiran, perasaan, dan sistem Islam untuk menggantikan sistem batil sekuleris-kapitalis ini. Wallahu a’lam.
Oleh: Nonik Sumarsih
Aktivis Dakwah Kampus dan Mahasiswi Pascasarjana
Islam memiliki konsep-konsep kehidupan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dalam hal akidah dan ibadah. Islam pun mengatur hubungan manusia dengan diri mereka sendiri dalam hal makanan, minuman, akhlak, dan pakaian. Islam pun mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lainnya dalam hal pendidikan, ekonomi, sosial kemasyarakatan, pemerintahan termasuk bentuk negara, bahkan mengatur politik dalam dan luar negeri.
Inilah tsaqafatul izzah yang dimiliki kaum muslimin, yaitu pemikiran-pemikiran yang akan membawa mereka kepada kemuliaan jika diterapkan secara praktis oleh negara, yakni Daulah Khilafah.
Adanya Khilafah yang menerapkan ekonomi Islam, mampu menuntaskan keculasan para oligarki yang mempermainkan kebutuhan pangan rakyat demi keuntungan mereka sendiri. Adanya Khilafah yang menerapkan politik Islam, mampu melahirkan pemimpin berjiwa periayah (pengurus) bukan pemimpin rakus kekuasaan seperti saat ini. Adanya Khilafah, dunia akan diliputi kemuliaan dan keberkahan, hingga orang zalim pun malu berbuat nista.
Perubahan seperti inilah yang seharusnya dibawa dan disuarakan oleh mahasiswa. Perubahan seperti ini tidak akan terwujud secara sahih jika perubahan yang diusung dengan cara people power, kudeta, atau partisipasi dalam parlemen. Sebab, semua itu adalah metode perubahan yang tidak tepat, tidak sesuai dengan petunjuk Nabi ï·º.
Agar terwujud perubahan sahih, maka arah pergerakan yang dibawa mahasiswa haruslah seperti yang dicontohkan Rasulullah ï·º ketika beliau memperbaiki sistem kehidupan bangsa Arab pada masa jahiliyyah, yaitu dakwah politis bersama kelompok Islam ideologis yang memperbaiki pemikiran umat. Sehingga, masyarakat menyadari kesahihan pemikiran, perasaan, dan sistem Islam untuk menggantikan sistem batil sekuleris-kapitalis ini. Wallahu a’lam.
Oleh: Nonik Sumarsih
Aktivis Dakwah Kampus dan Mahasiswi Pascasarjana