Ajengan YRT: Istilah Kafir dari Al-Quran, Selalu Relevan Hingga Hari Kiamat - Tinta Media

Rabu, 06 April 2022

Ajengan YRT: Istilah Kafir dari Al-Quran, Selalu Relevan Hingga Hari Kiamat

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1hWldehhZrNT4FhGDXtKs-j1scEiwK5G3

Tinta Media - Menanggapi pernyataan yang menganggap kategori kafir tidak relevan di negara bangsa modern, Ajengan Yuana Ryan Tresna (YRT) mengatakan bahwa istilah kafir itu adalah istilah dalam Al Qur'anul Karim, selalu relevan hingga hari kiamat.

"Apakah benar istilah kafir tidak relevan? Tidak benar. Istilah kafir adalah istilah dalam Al Qur'anul Karim dan itu akan selalu relevan sampai dengan hari kiamat nanti," tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (5/4/2022).

Ia menjelaskan bahwa istilah kafir itu adalah istilah yang merupakan istilah yang digunakan oleh Allah SWT langsung dalam Al-Qur'an untuk mensifati mereka yang tidak beriman. "Siapapun yang tidak beriman maka dia adalah kafir," ujarnya.

"Dan orang-orang kafir tersebut nanti akan didakwahi, diseru untuk masuk kepada Islam, atau paling tidak, mereka diminta untuk tunduk pada kekuasaan Islam. Dan kalau mereka melakukan perlawanan secara fisik maka kekuatan fisik tersebut juga akan dilawan juga kembali dengan jihad fisabilillah," terangnya.

Ia melanjutkan bahwa istilah kafir juga mengandung hukum turunan. Ada banyak puluhan hadist yang berkaitan dengan hukum-hukum orang kafir ini. "Jadi seandainya istilah kafir dihilangkan maka sama saja dengan menanggalkan hukum-hukum yang lainnya, yang merupakan turunannya. Menanggalkan hadist-hadist lainnya yang merupakan turunannya," bebernya.

"Contoh misalnya, hukum berkaitan dengan jihad fisabilillah, hukum berkaitan dengan futuhat atau hukum berkaitan dengan Ahlu zhimmah, hukum berkaitan dengan jizyah, hukum berkaitan juga dengan status tanah. Ada usyuriyah, kharijiyah dan lain sebagainya," paparnya.

Ajengan YRT menilai bahwa pernyataan istilah kafir tidak relevan, ini merupakan satu bentuk sikap kalah kaum muslimin pada hari ini. Jadi kaum muslimin diposisikan sebagai korban. Yang selalu diposisikan pada posisi yang salah dan bersalah. "Sehingga kita harus terus berupaya mengubah untuk menyesuaikan dengan kehendak siapapun yang tidak menyukai Islam," tukasnya.

Menurutnya, awal atau alasan istilah kafir dianggap tidak relevan, itu dikarenakan istilah kafir ini bisa merusak kerukunan antar umat beragama. "Dianggap sebagai sebutan yang itu diskriminatif," jelasnya.

Kemudian, ia pun mempertanyakan anggapan bahwa sebutan kafir itu akan merusak kerukunan antar umat beragama. "Apakah benar sebutan kafir itu akan merusak kerukunan umat beragama?" tanyanya.

"Sebab tercorengnya kerukunan itu bukanlah dari pelabelan istilah kafir, justru karena sikap intoleransi," simpulnya.

Ia melihat, hanya umat Islam yang selalu dipersalahkan dan dianggap bersalah dalam hal ini. Harus meminta maaf, bahkan lebih daripada itu, "Harus mengubah istilah yang ada, yang sudah pakem, sudah paten dalam Islam," tuturnya.

Dan Islam sejak awal justru sudah menunjukkan sikap toleran yang sangat luar biasa, ketika misalnya Islam memberikan kebebasan kepada agama lain untuk beribadah, untuk memeluk akidahnya, untuk beribadah sesuai keyakinan. Ini dipersilahkan, tidak dipaksa mereka. Mereka dibiarkan dengan cara ibadahnya. "Itukan wujud toleransi yang sangat nyata dalam Islam," tegasnya.

Justru sikap-sikap intoleran yang biasa dilakukan oleh mereka yang menista agama, menista Islam, menista Nabi, itulah yang menjadi sebab dari rusaknya kerukunan antar umat beragama. "Jadi sama sekali tidak benar kalau itu diakibatkan satu sebutan dalam Al Qur'an yang bernama atau beristilah kan kafir itu," pungkasnya.[]Ajirah
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :