Tinta Media - Menanggapi usulan pembentukan khilafah dan Jokowi sebagai Khalifahnya, Sastrawan Politik Ahmad Khozinudin menilai Joko tak memenuhi syarat calon khalifah.
“Joko tak memenuhi syarat sebagai calon Khalifah. Jokowi tidak merdeka dan lebih dikendalikan oleh oligarki. Orang yang tidak merdeka, tidak dapat dijadikan Khalifah. Bagaimana mau mengurusi urusan kaum muslimin, jika dirinya berada pada kendali oligarki?” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (8/3/2022).
Ia menjelaskan, untuk menjadi seorang Khalifah syaratnya adalah Muslim, berakal, laki-laki, merdeka, dewasa, adil dan memiliki kemampuan untuk mengemban tugas-tugas kekhilafahan. "Syarat ini sifatnya kumulatif, wajib dipenuhi semuanya," ungkapnnya.ya
Ia mengatakan, Jokowi juga tidak paham tugas-tugas kekhilafahan yang wajib menerapkan syariat Islam secara kaffah serta mengemban misi dakwah Islam ke seluruh penjuru alam. "Orang yang tidak paham tugas-tugas kekhilafahan, bagaimana mungkin akan amanah mengemban sistem khilafah?" bebernya.
"Jokowi juga tidak memiliki sifat adil, padahal seorang Khalifah harus adil. Jokowi lebih mashur dengan kebohongan, ingkar dan penghianat," katanya.
Dengan penjelasan tersebut, maka Jokowi tak layak dan tak mungkin lolos menjadi Khalifah. "Dalam hal ini, usulan Jokowi menjadi Sultan atau Khalifah, tentu saja tidak dapat dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Oleh sebab itu, usulan pembentukan khilafah dengan mengubah UUD 1945 termasuk mengusulkan Jokowi sebagai Khalifahnya, adalah pemikiran yang harus diluruskan.
Menurutnya, tegaknya khilafah itu disebabkan wujudnya akad bai'at yang syar'i antara umat dengan Khalifah. "Akad seperti ini membutuhkan komitmen yang ridlo dan ikhtiar, bukan bai'at dengan paksaan," ujarnya.
"Realitas bai'at juga hanya wujud dengan dukungan ahlun nusyroh. Dalam akad seperti ini, tidak diperlukan aktivitas mengubah UUD 1945, sebab hal tabbani (adopsi) hukum dan perundang-undangan ada pada Khalifah," jelasnya.
"Setelah dibai'at dan resmi menjadi Khalifah, barulah Khalifah mengadopsi dustur (konstitusi) dan Qanun (UU) untuk mengelola pemerintahan dan kekuasaan. Adopsi hukum ini harus diistimbath dari Al Qur'an dan As Sunnah serta apa yang ditunjuk oleh keduanya berupaIjma Sahabat dan Qiyas," pungkasnya.[]Ajirah