Ustaz M. Taufik NT Jelaskan Fadhilah Puasa menurut al-Ghazali - Tinta Media

Senin, 21 Maret 2022

Ustaz M. Taufik NT Jelaskan Fadhilah Puasa menurut al-Ghazali

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1V92WC5RBqZ2oy7V8e27EXKvP6--AwF7k

Tinta Media - Pengasuh MT Darul Hikmah Ustaz Muhammad Taufik Nusa Tajau, S.Pd., M.Si. menyampaikan fadhilah puasa menurut kitab Asrarus Shaum karya Imam al-Ghazali.

“Penjelasan tentang fadilah puasa dan targhib, bagaimana memotivasi, mendorong manusia masuk ke dalam puasa itu,” tuturnya dalam Kajian Kitab: Rahasia-Rahasia Puasa, Selasa (15/03/2022) di kanal YouTube Peradaban Islam ID.

Menurutnya, berpuasa dapat menghindari godaan setan dan melawan hawa nafsu. “Disinilah ketika puasa itu dilakukan dengan benar, diketahui rahasia-rahasianya, itu jiwa akan menjadi jiwa yang mutmainnah, jiwa yang tenang, nggak ada lagi godaan-godaan itu atau ada tetapi dia berada di dalam benteng yang kuat, punya tameng, punya junnah,” jelasnya.

Ia menyampaikan balasan dari Allah atas setiap kebaikan. “Setiap kebaikan itu balasannya 10 kali lipatnya sampai 700 kali kecuali puasa. Allah berfirman, ‘Sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalas puasa itu.’ Jadi, disini dibedakan dengan yang lain’,” ungkapnya.

Selain itu ia sampaikan firman Allah yang akan membalas puasa hamba-Nya. “Sesungguhnya dia hambaku itu, meninggalkan syahwatnya makan dan minumnya karena Aku, untuk Aku semata. Maka puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan balas,” tuturnya.

Ustaz Taufik mengutip firman Allah ta'ala di dalam Al-Qur’an. “Sesungguhnya orang-orang sabar itu dipenuhi pahalanya tanpa ada hisab,” tuturnya.

“Puasa itu separuh dari kesabaran, kesabaran itu balasannya enggak ada takarannya. Sesungguhnya puasa itu pahalanya melampaui undang-undang penetapan dan perhitungan. Enggak ada hitungannya,” lanjutnya.

Ia mengungkap sebuah hadis bahwa bau mulut orang yang berpuasa harum di sisi Allah. “Demi zat yang diriku ada di dalam kekuasaan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah Ta'ala daripada bau misik,” ungkapnya.

Selain itu, ia sampaikan hadis lain. “Kemudian Rasulullah juga mengatakan, ‘Di surga itu ada pintu, pintu surga yang disebut dengan Rayyan yang tidak akan masuk ke pintu tersebut, lewat pintu itu kecuali orang-orang yang puasa.’ Ini Hadits Shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim, An-Nasa’i dan At-Tirmidzi,”bebernya.

Taufik menyampaikan pendapat Imam al Ghazali bahwa itu pemberian dari Allah. “Jadi beliau ungkapkan ini pemberian terbesar Allah Ta'ala. Bukan berarti nanti shalat kalah dengan ini. Kayak kalau pemberian Allah itu ya dianggap semuanya besar-besar, semua ini bentuk kecintaan. Apa yang Allah berikan dianggap terbesar semua, sebagaimana ada ungkapan Abu Yazid al-Busthomi, orang cinta itu salah satu tandanya adalah membesarkan pemberian Allah,” terangnya.

“Kalaupun pemberiannya berupa kewajiban puasa, terima, agungkan, dalam artian anggap itu adalah sesuatu yang besar dan ini memang besar. Dari sabda-sabda Rasul ini, ‘Dan dia dijanjikan untuk bertemu dengan Allah subhanahuwata'ala sebagai balasan dari puasa-puasanya’,” tambahnya.

Kemudian, ia menyampaikan sebuah hadis. “Rasulullah berkata, ‘Orang yang berpuasa itu punya dua kegembiraan, satu, kegembiraan saat berbuka. Jadi siapa orang yang berpuasa itu selapar-laparnya akan ada saat berbuka, jadi gembira menunggu berbuka, terutama anak-anak kecil gembira. dua, kegembiraan Saat berjumpa dengan Tuhannya,” jelasnya.

“Jadi, kata Imam al Ghazali dijanjikan ketemu Allah Ta'ala sebagai balasan dari puasa. kemudian juga kata Rasulullah tiap sesuatu itu punya pintu, sementara pintu ibadah itu adalah puasa, kata beliau,” imbuhnya.

Menurutnya, hadis ini dhaif. “Tapi sebagaimana kita bahas di bagian sebelumnya hadits dhaif itu memang boleh disampaikan. Para ulama begitu, dengan mengetengahkan berbagai syarat. Asal bukan palsu, disampaikan enggak apa-apa. jadi ini tidak kemudian ditelaah seolah-olah Imam Al Ghazali salah besar, nggak juga, karena kitab ini bukan kitab hadis yang harus diurai satu persatu menjadi tebal sekali. Biasa aja ulama-ulama dulu nulis begini,” terangnya.

Kemudian ia membahas tidurnya orang yang sedang berpuasa. “Tidurnya orang puasa itu adalah ibadah. Nah ini banyak yang kritik hadits ini karena memang ada benarnya juga dikritik, itu karena akhirnya orang puasa jadi kerjaannya tidur aja seharian, itu yang harusnya dikritik dari sisi amal. Puasa enggak bekerja, puasa enggak mau belajar, puasa ini jadi tidur aja kemudian berdalil dengan tidurnya orang puasa adalah ibadah,” ungkapnya.

Ia ungkapkan bahwa hadis ini juga dhaif. “Tidak ada di dalam buku sittah, tetapi ada di dalam Kitab Amali Ibnu Mandah,” ungkapnya.

Namun, ia jelaskan bahwa maknanya bisa jadi tidak keliru, bisa jadi begitu. “Kenapa demikian? Ini catatan khususnya ya kalau dia malam ibadah, malamnya qiyamul lail, kecapean qiyamul lail, setelah itu siang harinya dia tertidur, maka tidur seperti itu kan tidur yang ibadah untuk menguatkan nanti qiyamul lail,” jelasnya.

“Bahkan bukan tidurnya orang puasa pun kan juga bisa bermakna ibadah. Sebagaimana dalam hadis Muadz bin Jabal ketika berdiskusi dengan Amr Bin al-'Ash beliau katakan ‘kalau aku tidur dulu baru salat malam sehingga aku berharap tidurku itu dihukumi mendapatkan pahala sebagaimana pahalanya sholat malam karena diniatkan tidur untuk memperkuat sholat malam.’ Nah tidur seperti itu yang bagus,” jelasnya lebih lanjut.
Menurutnya ini dilakukan untuk menguatkan ibadah. “Beliau itu malamnya beribadahnya full. Ibadahnya full orang-orang dulu Itu kan puasa kemudian tarawih itu sampai lewat tengah malam,” terangnya.

Ia membandingkan dengan orang sekarang dan mengajak untuk mengoptimalkan ibadah di bulan Ramadhan.

“Kalau kita sudah mengalaminya enggak begitu banyak ibadah, siangnya banyak tidurnya. Ayo kita optimalkan lebihlah dalam puasa bulan Ramadhan itu,” pungkasnya.[]Raras

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :