Tinta Media - Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana M.Si. menilai, invasi Rusia ke Ukrania karena Ukraina bagi Rusia adalah harga mati.
“Ukraina negara yang besar, penduduknya banyak dan punya posisi yang sangat strategis. Maka ini menjadi sebuah harga mati bagi Rusia untuk menjaga Ukraina itu berada dalam pengaruhnya,” tuturnya dalam acara Fokus: Krisis Ukrania, Di mana Umat Islam? Ahad (6/3/2022) melalui kanal YouTube UIY Official.
Budi menuturkan, awalnya Rusia berharap keberpihakan Ukraina terhadap Rusia ini cukup dengan pemimpinnya yang pro terhadap Rusia dan tidak pro terhadap Barat.
“Cuman pasca 2014 pemilu di sana (Ukrania) lahirkan pemimpin baru Ukraina yang semakin pro terhadap Barat. Termasuk yang terakhir Zelensky. Maka tidak ada pilihan kecuali Rusia melakukan invasi,” jelasnya.
Tahun 2014, lanjutnya, Rusia menganeksasi Krimea. Barat tidak memberikan sanksi yang berarti bagi Rusia. Maka, bisa jadi ini menjadi salah satu reasoning (alasan) buat Rusia bahwa ketika Krimea dibiarkan maka tindakan Barat, Amerika, Eropa terhadap Rusia kalaupun harus mengambil Ukraina itu tidak akan berat juga. “Jadilah Rusia menginvasi Ukrania,” tandasnya.
NATO Rasional
Menurut Budi, NATO tidak membantu Ukraina karena dua alasan.
Pertama, Ukraina belum menjadi anggota NATO. “Ukraina belum menjadi anggota NATO. Bahwa ketentuan harus membantu negara anggotanya kalau mendapatkan invasi atau serangan dari luar itu tertera di pasal 4 piagam NATO,” bebernya.
Kedua, pertimbangan-pertimbangan yang diambil itu pasti pertimbangan-pertimbangan yang sifatnya politis. Menjadi sebuah resiko yang cukup besar ketika NATO mengambil pilihan melakukan bantuan militer langsung terhadap invasi Rusia. “Walaupun memang dorongan ke arah membantu Ukraina ada, cuman anggota-anggota NATO tidak semuanya pendapat itu. Terlebih kita tahu Rusia ini adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Pertimbangan lain, Rusia menjadi negara nuklir. Di Ukraina pun terdapat instalasi instalasi nuklir. Ini akan beresiko kalau terjadi sebuah peperangan dalam skala besar yang mungkin tidak bisa dikendalikan,” bebernya.
Ia melihat bahwa negara-negara Eropa cukup rasional untuk menghitung. “Misalkan pada Perang Dunia ke-2 , betul bahwa Barat menang mengalahkan Nazi Jerman. Tapi yang luluh lantak Eropa. Seantero Eropa hancur, dan itu yang menjadikan konstelasi internasional bergeser. Yang dulu awalnya adidaya itu adalah Inggris-Perancis, kemudian muncul Kuda Hitam Amerika Serikat yang dia terlibat dalam perang tapi wilayah teritorialnya tidak terjadi peperangan,” jelasnya.
Persaingan Global
Budi menilai, dibalik layar yang bersaing tidak sekedar Rusia versus Eropa atau Rusia versus Amerika , atau mungkin ada Cina, karena Cina menjadi supporting terhadap Rusia.
“Amerika dengan negara-negara Eropa, Inggris, Perancis, Jerman, meski mereka satu kubu tapi mereka juga saling bersaing untuk mendapatkan posisi di level global. Amerika tidak ingin Eropa menjadi sebuah kekuatan yang menjadi ancaman bagi Amerika walaupun mereka bersekutu. Amerika juga memposisikan Rusia untuk tidak menjadi pesaing level global,” terangnya.
Budi memprediksi, eskalasi peperangan yang luas itu akan dicegah. Apakah perang nuklir atau Perang Dunia ke-3. “Pandangan saya sih pasti secara rasional negara-negara yang ada di sana baik Eropa ataupun yang sedang berkonflik, termasuk Putin pun akan mempertimbangkan eskalasi ke arah sana,” prediksinya.
Ia melihat Barat akan berupaya memberikan sanksi secara ekonomi. Dengan begitu Rusia akan mengalami proses yang panjang ketika harus mendapatkan keinginannya yaitu Ukraina berada di pihak Rusia.
“Jadi, Rusia tidak akan mendapatkan Ukraina dengan mudah melalui proses invasi. Karena Barat akan merespon dengan berbagai embargo ekonomi. Ini akan menjadi pukulan berat bagi Rusia, walaupun dari sisi sumber daya alam, energi dan kapabilitas ekonomi Rusia sebenarnya masih bisa bertahan, tapi ini akan menjadi pukulan berat,” tegasnya.
Menurutnya, Rusia tidak berniat untuk menganeksasi Ukraina, mengintegrasikan Ukraina menjadi bagian dari Rusia. Bagi Rusia cukup Ukraina itu menjadi bagian yang berpihak terhadap Rusia.
Jadi, lanjut Budi, kalau invasi ini bisa sampai ke ibu kota dan bisa mengambil alih pemerintahan, dan nanti dibentuk pemerintahan yang pro Rusia, ia melihat nanti Rusia akan kembali mundur.
“Rusia akan menyerahkan mekanisme politik ke rakyat Ukraina selama pemimpinnya dipastikan pro Rusia dan Ukraina tidak menjadi anggota NATO atau bagian dari Uni Eropa,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun