Tinta Media - Sempat geger, BNPT merilis pesantren-pesantren yang "radikal." Walau akhirnya di tarik kembali, setelah banyak penolakan atas rilis tersebut.
Tak berselang lama, Polri juga mengeluarkan rencana akan melakukan pemetaan masjid untuk mencegas radikalisme. Entah apa maksudnya.
Namun, beberapa hari kemarin opini tentang radikal-radikul kembali menguat. Berawal dari pernyataan Presiden dalam rapim TNI-POLRI yang meminta agar para ibu-ibu istri TNI-Polri tidak mengundang penceramah "radikal."
Selanjutnya BNPT membuat kriteria 5 ciri-ciri penceramah radikal. Sejak itu, tersebar luaslah nama-nama penceramah yang terkategori "radikal." Entah siapa yang membuat dan untuk kepentingan apa.
Pertanyaannya adalah benarkah penceramah-penceramah yang masuk list tersebut benar-benar radikal? Benarkah masyarakat melihat dan merasakan betul bahwa mereka itu radikal? Ataukah itu semua hanyalah "cap" untuk melabeli orang-orang yang selama ini kritis atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang pro oligarki? Dengan cap radikal-radikul diharapkan agar umat tidak mau mendengar seruan dakwah mereka? Ataukah justru sebaliknya? Semakin rakyat semakin ingin tahu tentang syariat Islam dan akhirnya malah lebih simpati kepada mereka?
Berbicara radikal-radikul ternyata tuduhan atau stempel tersebut sudah lama dipakai oleh musuh-musuh Islam untuk menyudutkan Islam dan para pengemban dakwahnya. Tidak tanggung-tanggung. Yang di tuduh bukan orang ecek-ecek. Justru Rasulullah SAW sendiri mengalami hal serupa. Di tuduh radikal dan pemecah belah keluarga, rakyat dan bangsa. Luar biasa. Padahal kita semua tahu, semua tuduhan itu adalah tidak mungkin. Tapi itu kenyataannya. Para pembenci Islam melakukan segala upaya agar Islam dan penceramahnya dijauhi oleh masyarakat.
Tuduhan Rasulullah sebagai radikal, terekam dalam kisah perjalanan Ath-Thufail mencari kebenaran dan masuk Islam.
Beliau berkata, _"Demi Allah, mereka (kaum kafir Quraisy) terus menceritakan berita-beritanya yang aneh, menakut-nakutiku atas diri dan kaumku dengan perbuatan-perbuatan Muhammad yang terkutuk dan tercela sampai aku pun bertekad bulat untuk tidak mendekat kepadanya, tidak berbicara dengannya dan tidak mendengar apa pun darinya."_
Para pemuka dan pembesar Quraisy berkata kepada Ath-Thufail, _“Wahai Thufail, sesungguhnya kamu telah datang ke negeri kami, dan laki-laki yang menyatakan dirinya sebagai nabi itu *telah merusak urusan kami dan memecah-belah persatuan kami serta mencerai-beraikan persaudaraan kami.* Kami hanya khawatir apa yang menimpa kami ini akan menimpamu sehingga *mengancam kepemimpinanmu atas kaummu.* Oleh karena itu, jangan berbicara dengan laki-laki itu, jangan mendengar apa pun darinya, karena *dia mempunyai kata-kata seperti sihir, memisahkan seorang anak dari bapaknya, seorang saudara dari saudaranya, seorang istri dari suaminya.*”_
Propaganda ini pada awalnya dipercaya oleh Ath Thufail. Sampai-sampai tatkala Thufail mau berangkat ke Masjidil Haram untuk melakukan thawaf di Ka’bah dan mencari keberkahan kepada berhala-berhala, Ia menyumbat kedua telinganya dengan kapas karena takut ada perkataan Muhammad yang menyusup ke telinganya.
Tapi Allah SWT punya skenario lain. Dengan adanya diksi, narasi dan propaganda yang menyudutkan Kanjeng Nabi Muhammad inilah yang justru menjadi "pembuka" jalan dakwah. Itu semua justru menjadi pemantik bagi orang-orang berakal untuk mencari tahu kebenaran. Mengklarifikasi atas tuduhan yang ada. Mencocokkan apa yang dituduhkan dengan dengan realitas yang terjadi dalam keseharian. Apakah sama ataukah justru sebaliknya.
Dan Thufailpun menemukan kebenaran yang berusaha ditutup-tutupi oleh rezim Quraisy. Dia menemukan hal sebaliknya apa yang dilabelisasikan kepada Nabi Muhammad. Tuduhan Nabi itu radikal, pemecah belah, dll ternyata hoax dan sembrono. Akhirnya Thufail pun masuk islam. Dan menjadi barisan pendukung dakwah yang ikhlas lagi totalitas. Dengan propaganda radikal-radikul itu, orang banyak berbondong masuk Islam. Dakwah Islam semakin berkibar.
Jadi, jangan khawatir atas tuduhan radikal-radikul. Ternyata itu cara lama, dipakai kembali. Ternyata sudah sejak zaman Rasul isu itu ada. Bahkan yang di tuduh itu Rasul sendiri. Di tanggung-tanggung.
Dan hal yang paling menarik adalah ternyata isu radikal-radikul itu berkait erat dengan unsur politik dan untuk mempertahankan kekuasaan. Apa yang terjadi dalam fragment Thufail jadi ibroh. Kaum kafir Quraisy menghembuskan isu radikal-radikul agar kekuasaan Thufail tidak terancam. Isu radikal-radikul ternyata di pakai untuk menghantam orang-orang yang kritis, oposisi dan yang "di tuduh" mengancam kekuasaannya. Ketakutan jika kekuasaannya runtuh.
Pertanyaannya adalah kenapa isu radikal-radikul saat ini muncul ketika santer oposisi, penceramah yang kritis dan komponen masyarakat yang lain membongkar rencana IKN yang lebih pro oligarki? Isu radikal-radikul mencuat kembali setelah Presiden dalam kesempatan yang sama membahas IKN namun kemudian mengkaitkan dengan penceramah radikal. Apakah ada motif politis sebagaimana motif politis dalam kisah Thufail?
Oleh karenanya tidak perlu risau lagi galau di tuduh radikal. Ternyata itu tuduhan dan permainan politik. Pola lama yang sudah ada sejak zaman Rasul.
Terus fokus memberikan pencerahan kepada umat. Karena dakwah itu _amazing._ Berkata Imam Al Qurtubi -Rahimahullahu ta'ala- :
جعل الله تعالى الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر فرقاً بين المؤمنين والمنافقين
_"Allah ta'ala menjadikan -perintah- ber'amar ma'ruf dan nahi munkar itu sebagai pemisah antara orang-orang yg beriman dengan orang-orang yg munafiq"._
*(Al jaami' li ahkamil quran 4/47)*
Jangan pula pedulikan orang-orang yang dengki. Kafir Quraisy sangat dengki pada Rasul. Maka bukanlah syarat menasihati itu orang yang kita sampaikan harus ridha dengan apa yang kita ucapkan. Berapa banyak disana mereka yang hatinya kotor sakit dengan segala penyakit merasa tersakiti apabila ia dinasihati.
Nabi _shallallah 'alaihi wa sallam_ bersabda, _"Qulil haqqo wa in kaana murron (katakanlah kebenaran meskipun itu pahit)."_ *(HR Ahmad, Ibnu Hibban).*
Jadilah orang-orang yang radikal (ramah, terdidik dan berakal). 🤭☺️
Oleh: Gus Uwik
Peneliti Pusat Kajian Peradaban Islam