Radio Trijaya 104,6 FM Jakarta, menyiarkan bahwa tingkat kepuasan rakyat pada kinerja Jokowi mencapai 69 %. Penulis tidak tahu standar apa yang dipakai oleh Lembaga Survey yang disiarkan sehingga menemukan angka tersebut?
Ambil contoh, misal Sektor Ketenagalistrikan!
Secara Konstitusi, Rezim ini telah mengoperasikan Kelistrikan dengan cara "bar-bar" dengan melanggar Konstitusi yaitu melanggar putusan MK No 001-021-022/PUU-I/2003 tgl 15 Desember 2004 dan putusan MK No 111/PUU-XIII/2015 tgl 14 Desember 2016 yaitu telah menjual PLN ke Aseng/Asing serta Taipan 9 Naga. Hingga asset PLN yang tersisa hanya yang ada diluar Jawa-Bali (hanya 15% dari total Nusantara). Sedang yang di Jawa-Bali hanya tinggal jaringan Transmisi dan Distribusi. Itupun akan dijual oleh Erick Tohir menunggu pembentukan program Subholding PLN!
Pembangkit PLN Jawa-Bali yang berfungsi hanya dibawah 10%, akibat terdesak Proyek 35.000 MW yang ternyata semuanya IPP antara lain Shenhua, Huadian , Chengda, Marubeni dan semacamnya. Dan inipun ternyata mengakibatkan RSH (Reserve Shut Down) alias "mangkrak" 68 % . Sehingga menimbulkan pembayaran TOP (Take Or Pay ) atau pembangkit listrik swasta tersebut "kerja gak kerja" dibayar 70 % oleh PLN.
Artinya PLN saat ini hanya bekerja sebagai EO (Event Organizer) Kelistrikan. Karena assetnya sudah dikuasai JK, Luhut BP, Dahlan Iskan, Erick Tohir bekerjasama dengan Aseng/Asing dan Taipan 9 Naga spt Tommy Winata, Prayoga Pangestu, James Riady dll.
Sehingga tarip listriknya pun dibandingkan Malaysia (menurut PKS) lebih murah Malaysia yaitu di Malaysia rata2 hanya USD 5,3 cent per kWh sementara di Indonesia rata2 USD 10,1 cent per kWh
Mengapa demikian ?
KELISTRIKAN MALAYSIA
Kelistrikan di Malaysia dikuasai TNB ( Tenaga National Berhard ,atau PLN nya Malaysia )yang masih menguasai Kelistrikan di Negaranya seratus persen. Mereka terapkan "Single Buyer System", sementara saham tiap pembangkit swasta secara mayoritas masih dikuasai Pemerintah. Dan Ritail, sepenuhnya masih dikuasai Pemerintah. Artinya Malaysia tetap memberikan kesempatan kepada swasta untuk berpartisipasi dalam kelistrikan, namun secara System masih dibawah kendali TNB melalui "Single Buyer System" !
KELISTRIKAN DI INDONESIA
Kalau Malaysia menangani System kelistrikan dengan melibatkan swasta, namun saham mayoritas tiap pembangkitnya dikuasai TNB, dan secara System diberlakukan "Single Buyer" yaitu TNB sebagai pembeli tunggal melalui jaringan Transmisinya, dan Ritail atau penjualan tetap dilakukan TNB, maka berbeda dengan di Indonesia .
Di Indonesia, pemilik saham tiap pembangkitnya mayoritas dikuasai Aseng/Asing, bahkan banyak yang 100% dikuasai Aseng/Asing ! Sementara Ritailnya sudah dikuasai oleh Dahlan Iskan yang menggandeng Taipan 9 Naga. Artinya System kelistrikan di Indonesia sudah menerapkan mekanisme pasar bebas ! Dan sebentar lagi bila Subholding Transmisi jadi, maka System Kelistrikan akan diterapkan Multy Buyer and Multy Seller (MBMS). Sehingga tarip listrik listrik akan menjadi "liar" !
Semula Indonesia juga menerapkan "Single Buyer System" seperti Malaysia. Namun dengan dijualnya Ritail oleh Dahlan Iskan saat ybs menjadi DIRUT PLN dan Menteri BUMN, maka berubah lah menjadi mekanisme kompetisi. Yang semuanya "diredam" dengan subsidi ! Itupun harga listriknya tetap lebih mahal dari Malaysia !
Memang Dahlan Iskan berada di era SBY. Tetapi Jokowi kan me launching Nawa Cita yang mestinya bisa meredam penjualan ritail ke Taipan 9 Naga ? Ini tidak terlihat usaha ke arah itu, dan malahan menciptakan proyek pembangkit 35.000 MW (yang sekarang mangkrak 68%) dan malahan semua putusan MK diterjang !
KESIMPULAN :
Dengan demikian apa KPI ( Key Performance Indicator)nya ? sehingga Rezim Jokowi bisa meraih angka kepuasan 69 % ?
JAKARTA, 26 PEBRUARI 2022
Oleh: Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.