Tinta Media - Menanggapi beredarnya daftar Ustaz radikal yang viral di WA Grup, Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. menilai, radikal itu berpikir jernih, independen dan mengakar.
“Ketika bicara ilmu hukum, objek dan metodologinya berubah, itu nanti dituntut untuk berpikir secara critical yaitu berpikir jernih, independen dan kemudian mengakar. Mengakar itu istilahnya radikal,” tuturnya pada Prespektif PKAD: Radikalisme & Khilafah Ahad (6/3/2022) di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data.
Ia menyampaikan, di perguruan tinggi justru dituntut untuk berpikir radikal. “Supaya garis depan ilmu pengetahuan itu bergeser, karena kalau tidak mau berpikir radikal, garis depan ilmu itu statis,” jelasnya.
Prof. Suteki mengatakan, perguruan tinggi punya tugas untuk meruhanikan ilmu. “Dengan cara apa? Ya tidak membuat ilmu itu hanya sekedar pragmatis. Tetapi ditarik ke aspek namanya idealita berpikir sampai terdalam dan mendalam serta mengakar. Itu karakternya radikal,” jelasnya.
Menurutnya, kalau dosen itu berpikirnya hanya sintoma, hanya kulit-kulitnya saja, itu tidak mungkin bisa memajukan ilmu pengetahuan. “Kalau di dalam hukum, ada hukum progress itu karena penganutnya dituntut untuk berpikir radikal,” tegasnya.
Ia senantiasa mengutamakan persoalan penggunaan penalaran yang lebih mendalam ditambah dengan pengetahuannya tentang ilmu keagamaan atau tentang spiritualisme atau mistisisme dalam arti apa yang ada dibalik sesuatu. “Namanya makna dari segala sesuatu itu bisa dipakai untuk menganalisis sesuatu. Dari situlah dapat berpikir untuk menemukan sejatinya kebenaran,” bebernya.
Ia juga menggunakan cara tersebut untuk mengaitkan persoalan sistem pemerintahan Islam. “Saya juga mencoba untuk memahami bahwa sistem ini bukan sistem yang baru terjadi atau baru ada. Tetapi sudah sekian ratus tahun. Bahkan sudah 1300-an itu berjalan sampai akhirnya ada keruntuhan kekhalifahan di Turki Usmani itu,” ungkapnya.
Ia mencoba untuk membandingkan demokrasi itu bagaimana? Ia pun melakukan pendekatan diantaranya dengan membuat artikel bagaimana transformasi pemerintahan itu dari demokrasi menuju sistem pemerintahan Islam. “Tidak lain adalah persoalan kekhalifahan itu. Apakah itu mungkin?” tanyanya.
Menurutnya, jika dilihat dari sisi teoritik, itu mungkin. “Khilafah itu sebagai ajaran Islam yang boleh diajarkan, didakwahkan selama itu tidak menggunakan kekerasan dan pemaksaan,” pungkasnya.[]Raras