Tinta Media - Rencana Pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1 % pada 1 April mendatang ditanggapi oleh Pengamat Ekonomi Dr. Arim Nasimbahwa kenaikan PPN akan menambah beban berat pemulihan ekonomi.
“Sekecil apa pun kenaikan PPN, dalam kondisi ekonomi yang sekarang masih belum pulih akibat krisis global juga krisis yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 maka akan menambah beban berat untuk pemulihan ekonomi,” tuturnya dalam acara Kabar Petang : PPN Naik, Ekonomi Terpukul? Sabtu (26/3/2022) melalui kanal Youtube Khilafah News.
Arim memberi alasan bahwa kenaikan PPN akan diikuti kenaikan harga-harga barang. Kenaikan harga-harga barang akan berpengaruh pada inflasi. Kenaikan harga barang otomatis menurunkan daya beli.
“Ketika daya beli menurun maka proses produksi juga akan terganggu, karena barang-barang yang dihasilkan oleh perusahaan tidak terserap dengan baik. Kalau ini terjadi pengangguran yang sudah bertambah akibat Covid-19 bisa jadi bertambah lagi,” ungkapnya.
Menurut Arim, ketika daya serap produksi menurun, kemudian harga barang-barang naik akan membuat dunia usaha yang masih terpapah-papah menuju pemulihan karena Covid, akan kembali mendapatkan hantaman, karena daya beli masyarakat turun.
Turunnya daya beli masyarakat tadi, menurutnya bukan hanya disebabkan oleh kenaikan PPN tapi kenaikan harga yang lain. “Kenaikan tempe tahu saja membuat produsen kecil usaha tahu tempe ini mulai banyak yang bangkrut. Belum sektor-sektor lain yang juga terpengaruh dengan daya beli masyarakat yang turun. Bukan hanya daya beli masyarakat yang turun tapi ada yang sama sekali tidak memiliki daya beli, yaitu mereka yang kena PHK atau pengangguran” tuturnya.
“Bahkan kalau kita lihat salah satu kasus yang kemarin heboh yaitu penggorokan seorang ibu terhadap 3 anaknya itu kan saya kira juga salah satu penyebabnya walaupun bukan faktor utama itu adalah karena mungkin juga kondisi ekonomi yang terjadi,” imbuhnya.
Menurut Arim, dalam kondisi seperti ini yang harus dilakukan pemerintah adalah kalau tidak bisa menghapus pajak, seharusnya menurunkan bukan menaikkan. Karena pajak adalah beban bagi masyarakat.
“Walaupun memang kalau kita bicara sistem ekonomi kapitalis pajak ini kan menjadi tumpuan harapan dari pendapatan negara,” sambungnya.
Arim menilai, ketika pemerintah menaikkan PPN , diperkirakan kenaikan pendapatan pajak hanya 40 triliun. Angka yang tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan dampak yang akan dihasilkan nya yaitu inflasi dan menurunnya daya beli masyarakat.
Zalim
Menurutnya, seharusnya pemerintah bukan hanya menaikkan pajak dan menaikkan hutang, tapi mencari sumber pendapatan lain.
“Untuk menambah pendapatan, negara bisa melakukan penghematan. Salah satunya memangkas proyek-proyek yang tidak layak dan belum waktunya. Dengan membatalkan proyek IKN misalnya anggaran bisa dihemat. Saya kira menaikkan pajak saat ini sangat tidak tepat momentumnya. Kalau kita bicara dari aspek ekonomi kapitalis pun itu sudah enggak tepat. Apa lagi kalau kita melihat dalam perspektif Islam tentu lebih lagi bukan hanya tidak tepat, tapi itu sebuah kebijakan yang keliru ketika menjadikan pajak sebagai sumber utama pendapatan,” tegasnya.
Sayangnya, sesal Arim, Justru 80 % pendapatan APBN justru diambil dari pajak. “Ini sebuah kezaliman,” tandasnya.
Kezaliman itu menurut Arim bisa dilihat dari tiga aspek.
Pertama dari sumbernya. “Sumber pendapatan APBN mengandalkan sebagian besar dari pajak sementara sumber daya alam Indonesia itu sangat melimpah seharusnya menjadi alternatif untuk mendapatkan pendapatan negara,” jelasnya.
“Tapi negara malah membiarkan pengelolaan sumber daya alam ini kepada kapitalis swasta lokal maupun asing. Memberikan royalty 0% kepada para pengusaha batubara. Ini jelas kezaliman,” geramnya.
Kedua, dari sisi alokasi APBN. Hampir 25 % alokasi APBN untuk membayar bunga utang. Ketiga, alokasi APBN untuk menutupi proyek-proyek infrastruktur yang tidak dipenuhi swasta. Misal proyek kereta api cepat, proyek IKN. Lagi-lagi yang menikmati infrastruktur itu para kapitalis, bukan rakyat.
“Ini semakin mengokohkan bahwa APBN kita itu memang APBN yang pro kapitalis. Sebagian besar alokasi pembiayaan itu memang untuk memenuhi kepentingan para kapitalis,” bebernya.
Arim lalu memberikan solusi untuk keluar dari kezaliman ini yaitu dengan membongkar paradigma anggaran berbasis ekonomi kapitalis diganti dengan paradigma anggaran berbasis Islam.
“Paradigmanya harus dikembalikan sesuai dengan paradigma dalam sistem ekonomi Islam dalam pengelolaan keuangan negara atau pendapatan negara,”tuturnya.
Menurutnya, sumber utama APBN dalam sistem ekonomi Islam itu diantaranya adalah bertumpu kepada pengelolaan sumber daya alammilik umum. Barang tambang, mineral, migas dan yang lainnya termasuk juga laut dan hutan. Dari situ sebenarnya kalau dikelola secara profesional sesuai dengan syariat itu lebih dari cukup untuk menjadi sumber pendapatan APBN.
“APBN berbasis syariah ini harus didukung dengan institusi politik. Politik dan ekonomi itu tidak bisa dipisahkan. Dua agenda ini (politik dan ekonomi) harus segera kita wujudkan agar terbebas dari APBN yang menyengsarakan dan menzalimi rakyat menuju APBN yang barokah dan mensejahterakan umat manusia. Bukan muslim saja tapi juga non muslim. Dan itu adalah APBN yang berbasis Syariah,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun