Tinta Media - Beredar informasi dari kantor berita yang memberitakan "Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis lepas dua polisi penembak laskar FPI (Front Pembela Islam) di Tol Cikampek KM 50. Majelis hakim berpendapat seluruh unsur dalam dakwaan primer jaksa terbukti, tetapi perbuatan dua terdakwa, merupakan upaya membela diri sehingga tidak dapat dihukum dan dilepaskan dari segala tuntutan hukum."
Berkaitan dengan hal tersebut diatas saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:
PERTAMA, Bahwa “pembelaan darurat yang melampaui batas” atau noodweer exces dapat dilakukan dengan syarat memenuhi unsur yaitu *"Harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga".* Jika tidak memenuhi unsur itu tidak dapat dilakukan pembelaan darurat yang melampaui batas. Sebagai contoh yaitu seorang pembegal sedang membegal untuk mengambil barang seorang aparat polisi misalnya, kemudian si pembegal menyerang polisi tersebut dengan pisau belati. Di sini polisi itu boleh melawan untuk mempertahankan diri, sebab si pembegal telah menyerang dengan melawan hak. Selanjutnya, serangan itu harus sekonyong-konyong atau mengancam ketika itu juga, maka boleh menembak. Tapi, jika si pembegal itu dan barangnya itu telah tertangkap, maka polisi tersebut tidak boleh membela diri secara darurat yang melampaui batas dengan memukuli, menganiaya, menyiksa dan menembak mati karena pada waktu itu sudah tidak ada serangan sama sekali dari pihak pembegal, baik terhadap barang maupun orangnya;
KEDUA, Bahwa apabila santri pengawal Habib tersebut telah ditangkap dan teriak minta ampun, terlebih lagi misalnya santri pengawal tersebut tidak mengetahui yang mengejar adalah aparat, maka dalam situasi tersebut aparat dilarang melakukan tindakan pembelaan diri yang melampaui batas misalnya sebagai contoh dengan menganiaya dan menembak. Kenapa? Karena unsur atau syarat serangan "...mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga" tidak terpenuhi, sehingga mestinya mengedepankan proses hukum terhadap santri tersebut seharusnya dapat diproses sebagaimana ketentuan pidana yang belaku. Proses hukum tersebut merupakan cerminan dari asas praduga tak bersalah dan memberikan kesempatan bagi pihak yang dituduh untuk melakukan pembelaan secara adil dan berimbang (due process of law);
KETIGA, Bahwa apabila unsur-unsur sebagaimana yang saya jelaskan diatas tidak terpenuhi, lalu dijadikan pertimbangan untuk melepaskan terdakwa. Maka telah menciderai rasa keadilan masyarakat.
Demikian.
Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
Ketua LBH PELITA UMAT