Penceramah Radikal ala BNPT, Elfikra: Ada Dugaan Upaya Melakukan Stigmatisasi Negatif - Tinta Media

Senin, 07 Maret 2022

Penceramah Radikal ala BNPT, Elfikra: Ada Dugaan Upaya Melakukan Stigmatisasi Negatif

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1oTuBelBRqdsVqIcIqBzjj-ziS2O9W0Rw

Tinta Media - Menanggapi ciri penceramah radikal ala BNPT, Direktur Elfikra (Elaborasi Fikiran Rakyat) Ahmad Rizal menyatakan, ada dugaan upaya melakukan stigmatisasi negatif.

"Ada dugaan upaya melakukan stigmatisasi negatif," tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (6/3/2022).

Menurutnya, narasi radikalisme yang dikembangkan seolah-olah mendikreditkan Islam. "Stigmatisasi negatif atas penceramah Islam yang kritis atas kezaliman dan berpegang teguh kepada ajaran Islam," ujarnya.

Ia mempertanyakan dalam beberapa catatannya terkait isu tersebut. "Ajaran anti-pancasila itu seperti apa? Dan ajaran pancasilais itu juga yang bagaimana?" tanyanya.

"Faktanya banyak yang mengaku pancasilais tapi terbukti korupsi uang rakyat bermilyar-milyar, dan apakah ketika ada yang kritis terhadap tindakan korupsi ini disebut sebagai penceramah radikal anti-pancasila?" ujarnya.

"Sebaliknya bila ada penceramah yang diam atau bahkan mendukung aksi korupsi disebut sebagai penceramah yang pancasilais?" tambahnya.

Ia melanjutkan, dengan pertanyaan, pro ideologi khilafah transnasional itu apa? "Khilafah itu sendiri bukan ideologi, ia merupakan istilah fiqih untuk suatu sistem pemerintahan, bukan ideologi," bebernya.

"Menyatakan khilafah sebagai ideologi adalah kesalahan menurut fiqih Islam. Ini menunjukkan si penutur tidak paham istilah-istilah fiqih dalam Islam," jelasnya.

"Dan khilafah merupakan ajaran Islam, siapapun penceramah yang menyeru kepada khilafah adalah wajar sebagai kapasitasnya, sebab apa yang Ia dakwahkan adalah bagian dari ajaran Islam. Mengaitkan khilafah dengan ajaran anti-pancasila dan radikal adalah bentuk upaya stigmatisasi negatif ajaran Islam," simpulnya.

Ia mengatakan, mengkafirkan orang yang berbeda agama termasuk ciri-ciri penceramah radikal adalah kekonyolan. "Di dalam Islam, orang-orang yang bukan bagian dari umat Islam disebut orang kafir. Dan istilah ini adalah sesuatu yang sudah ada di dalam Al Qur'an dan hadits-hadist nabi SAW serta sudah ada sejak zaman Nabi SAW. Bahkan Nabi juga menyebut orang-orang yang tidak memeluk Islam dengan sebutan kafir, apakah Baginda Rasulullah SAW juga radikal?" paparnya.

Lalu, sikap anti pemimpin dan pemerintah yang sah sangat berpotensi ditafsirkan sesuai selera penguasa. "Apabila ada penceramah yang mengingkari fakta rangkap jabatan menteri dianggap penceramah yang tidak anti pemimpin dan pemerintah yang sah?" ungkapnya.

Kemudian, mempertanyakan sikap intoleransi seperti apa? "Misalkan penceramah yang menyampaikan suatu hukum syariat tentang haramnya praktik riba, kemudian mengarahkan jamaahnya agar tidak terlibat dalam transaksi riba, apakah disebut intoleran dan radikal?" tuturnya.

Ia menilai, anti budaya dan anti kearifan lokal keagamaan juga tidak jelas bahkan cenderung mengikis kewajiban amar makruf nahi mungkar. Apabila ada suatu budaya yang bertentangan dengan Islam, misalnya mempercayai dan membenarkan dukun atau tukang ramal, lalu seorang penceramah menyampaikan hadist Nabi atas kufurnya amal tersebut. Apakah disebut sebagai anti kebudayaan dan anti keraifan lokal keagamaan?

"Padahal sebagai seorang mukmin, wajib meyakini kebenaran hanya dari Allah SWT dan hanya Allah lah tempat bergantung," pungkasnya.[] Ajira
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :