Monetizing Kehalalan - Tinta Media

Selasa, 15 Maret 2022

Monetizing Kehalalan

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1w_Iv3Ep_jWcUST0tJOPDR2qUvepAlYX5

Tinta Media - Agenda utama penguasa global adalah menjauhkan umat Islam dari agama sejauh-jauhnya, serta menghalangi kebangkitan mereka di akhir zaman.

Agenda lain bisa berupa umpan-umpan yang akan disambar oleh pihak-pihak yang tidak waspada maupun yang memiliki pikiran pendek dan emosional.

Salah satu umpan lezat yang ditebarkan mereka adalah nativisasi budaya pra-Islam yang mengakomodir sentimen kesukuan maupun kebangsaan.

Sentimen kedaerahan sangat mudah diterima oleh orang-orang yang mengutamakan ikatan emosional yang lemah. Meskipun tidak manusiawi dan tidak bisa mengikat secara global, tetapi sentimen kedaerahan ini hanyalah umpan.

Yang paling mungkin menyambar proyek-proyek seperti ini adalah para pecinta uang. Hal ini karena secara realita, di mana ada proyek yang melibatkan masyarakat, maka di situ ada kans untuk mendapatkan uang.

Salah satu proyek yang sangat mungkin sesuai dengan narasi di atas adalah pergantian logo halal versi MUI yang akhirnya diakuisisi oleh Kemenag.

Banyak yang menduga bahwa perubahan logo halal yang paralel dengan upaya nativisasi hanyalah target antara semata. Apalagi, pembaruan logo tidak menyentuh esensi dari jaminan kehalalan produk yang beredar di pasaran.

Dikhawatirkan, tujuan akhir dari perubahan logo yang digagas Kemenag adalah previlege dalam menentukan produk mana yang boleh beredar di pasaran atas dasar klaim halal. Di sinilah uang yang kemudian menjadi pokok bahasan.

Standarisasi halal tidak semestinya hanya berhenti pada sertifikat halal semata, apalagi sekadar ada atau tidaknya tempelan logo halal yang sudah ditentukan.

Peran pemerintah sebagai penggembala rakyat, dituntut lebih besar dari sekadar permainan monetizing logo yang diperlakukan bak karcis parkir atau retribusi di pasar tradisional.

Yang sesungguhnya dibutuhkan oleh rakyat adalah kepastian produk halal secara real di lapangan. Hal itu tentu saja menuntut pengawasan yang ketat dari aparatur pemerintah untuk memastikan kehalalan produk yang beredar di lapangan.

Sebagai umat Islam, kehalalan serta ke-thayiban produk yang akan mereka konsumsi adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar, lebih tidak bisa ditawar dari hanya sekadar nasionalisme atau fanatisme kedaerahan.

Oleh karena itu, banyak pihak yang mengharapkan pemerintah untuk lebih concern pada penyediaan produk halal, serta aktivitas real sebagai penyelia secara nasional atas jaminan beredarnya produk halal yang akan dikonsumsi oleh umat Islam di negeri ini.

Jangan sampai hal-hal yang strategis justru dipergunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan secara sepihak yang justru merugikan umat Islam pada umumnya.

Apalagi sebagai penguasa, pemerintah juga diharapkan bisa menjadi perisai untuk melindungi rakyat dari agenda-agenda yang memosisikan umat Islam sebagai obyek untuk mencapai tujuan dari musuh-musuh Islam.

Track record Kemenag beberapa tahun belakangan ini membuat masyarakat semakin tidak percaya kredibilitas institusi ini dalam menjaga dan melindungi agama. Bahkan, banyak preseden yang terjadi akhir-akhir ini sangat mengusik ketenangan umat Islam dalam beragama.

Anda bisa menyebutkan, apa saja yang membuat masyarakat semakin ragu Kemenag mampu membela kepentingan umat Islam?

Oleh: Trisyuono Donapaste
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :