Miris, Anggaran Mobil Dinas Mencapai Dua Miliar di Tengah Kondisi Masyarakat yang Semakin Kritis - Tinta Media

Selasa, 15 Maret 2022

Miris, Anggaran Mobil Dinas Mencapai Dua Miliar di Tengah Kondisi Masyarakat yang Semakin Kritis

https://drive.google.com/uc?export=view&id=16PdZnNWSvjHpFYqkTiLjoVZf_To6CpzX

Tinta Media - Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dikabarkan akan memasukkan pengadaan mobil dinas dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2022. Rencananya, pengadaan tersebut diajukan untuk tiga mobil dinas. Dalam situasi pandemi Covid-19, total anggaran pagu untuk pengadaan ketiga mobil tersebut mencapai dua miliar. Tentu ini bukan jumlah yang sedikit, apalagi di tengah kondisi rakyat yang serba sulit.

Patut dipertanyakan tentang seberapa penting pengadaan mobil dinas baru tersebut, mengingat saat ini pun banyak aset kendaraan pemkab yang terancam hilang karena tidak jelas keberadaannya. Selain itu, rencana pengadaan fasilitas mobil dinas ini pun menggunakan uang rakyat.

Berkaitan dengan uang rakyat ini, seorang pemimpin seharusnya lebih mengutamakan upaya pemenuhan kebutuhan rakyat dibandingkan dengan kepentingan para pejabat sendiri. Bukankah sering dipropagandakan bahwa pajak yang diambil dari rakyat adalah untuk kepentingan rakyat? Namun, mengapa kenyataannya justru jauh dari hal tersebut?

Realitas seperti itu sudah begitu sering terjadi. Hal itu menunjukkan bahwa keberadaan para pejabat atau pemimpin di negeri ini tidak amanah terhadap harta rakyat. Dengan alasan agar dapat memaksimalkan kinerja dalam menjalankan tugas, mereka tidak segan-segan untuk menggunakan harta rakyat.

Maka, kita dapat menyaksikan saat ini, jurang pemisah antara pejabat dan rakyat begitu besar. Para pejabat bergelimang kekayaan. Bukan hanya mobil dinas, tetapi juga rumah elit, pakaian mahal dan mewah, serta berbagai fasilitas mewah lain mereka dapatkan, sementara banyak rakyat yang miskin dan kelaparan.

Ditambah lagi dengan wabah pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai, yang menyebabkan perekonomian rakyat makin colaps. Belum lagi harga-harga bahan pokok yang melambung tinggi, membuat rakyat semakin tercekik. Rakyat harus berjuang sendiri untuk bertahan hidup. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Dalam sistem demokrasi kapitalisme sekularisme, untuk menjadi penguasa dan pejabat, seseorang harus mengeluarkan ongkos politik yang sangat besar. Mulai dari pencalonan, kampanye, hingga pemilihan, puluhan hingga ratusan juta harus dikeluarkan jika ingin berhasil meraih jabatan. Ini pun tergantung level kekuasaan yang diinginkan. Semakin tinggi level kekuasaan, maka semakin besar dana yang harus digelontorkan, dengan harapan jika berhasil menjabat, mereka bisa mendapatkan dana pengganti dengan menggunakan jabatan yang dimiliki.

Ini sudah menjadi rahasia umum sehingga menjadi sebab tumbuhnya praktik korupsi yang dilakukan oleh para pejabat. Kemaslahatan rakyat yang seharusnya menjadi tujuan utama, tidak lagi menjadi prioritas untuk diperjuangkan penguasa. Inilah para pemimpin yang orientasi hidupnya adalah dunia.

Padahal, jika kita melihat kepemimpinan dalam Islam, semisal Rasulullah saw. di Madinah, beliau adalah pemimpin yang pertama kali merasakan lapar dan yang terakhir merasakan kenyang.

Demikian pula dengan Umar bin Khathab yang hidup sederhana, jauh dari kesan glamor. Bahkan, Umar senantiasa lebih mengutamakan kemakmuran rakyat. Hal ini karena dalam Islam, pemimpin adalah perisai bagi rakyat yang akan melindungi mereka dari berbagai kesulitan hidup, terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok.

Inilah hakikat pemimpin sebagai ra'in (pengurus), yang mengatur urusan rakyat. Mereka bertanggung jawab untuk menjamin kemaslahatan rakyat sehingga mudah dalam memenuhi kebutuhan hidup, mengakses berbagai pelayanan umum, seperti sekolah gratis, kesehatan gratis, serta infrastruktur yang layak yang akan memudahkan distribusi barang dan jasa dengan harga relatif terjangkau.

Seorang pemimpin yang amanah dan adil tidak akan  begitu saja memakai harta rakyat, baik dari kepemilikan individu, harta milik rakyat secara umum, ataupun harta milik negara.  Hal ini karena seorang pemimpin senantiasa terikat dengan ketentuan syariat. Mereka bertanggung jawab secara penuh, bukan hanya kepada rakyat, tetapi yang utama adalah kepada Allah Swt. di yaumil akhir kelak. Sungguh kita rindu pemimpin yang seperti itu. 

Wallahu a'lam bishawab

Oleh: Elah Hayani
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :