Tinta Media - Jenis proses pembelajaran yang kita kenal selama ini adalah secara formal dan nonformal. Sekolah dengan kurikulum dan tujuan akademis kita sebut dengan pendidikan formal, sedangkan kursus-kursus dengan tujuan keterampilan disebut dengan pendidikan nonformal.
Oleh karena itu, ketika ingin mendapatkan pengetahuan akademis dan jenjang pendidikan yang jelas, kita perlu menempuh pendidikan formal. Aspek ilmiah pada pendidikan formal mengharuskan kita belajar secara rigid dengan penuh kedisiplinan.
Apabila keterampilan terapan atau life skill saja yang kita inginkan, maka yang paling sesuai adalah mengambil pendidikan nonformal. Contohnya: kursus, BLK, serta pelatihan yang waktu dan tempatnya lebih luwes dari pendidikan reguler pada jalur formal.
Namun demikian, kurikulum akademis yang sering kita harapkan ilmiah sesungguhnya tidak se-netral yang biasa diopinikan. Hal tersebut dikarenakan kurikulum formal disusun berdasarkan sebuah pemikiran mendasar yang diadopsi oleh negeri tersebut.
Oleh karenanya, kurikulum di sebuah negeri bisa didasari dengan pemahaman Kapitalisme, Sosialisme maupun Islam sesuai ideologi yang diterapkan di negeri tersebut. Inilah yang tidak bisa kita hindari dari proses pendidikan yang tersedia secara formal.
Oleh karena itu, ketika kita menginginkan pembelajaran yang terlepas dari pengaruh Ideologi yang tidak sesuai dengan idealisme hidup, maka sudah selayaknya kita menempuh pembelajaran dengan metode nonkonvensional.
Apalagi, sebenarnya proses belajar yang selama ini kita lakukan adalah proses internal, bukan apa yang tampak dari luar. Alat ukur tangible berupa angka ketuntasan dan ijazah, misalnya, sejatinya tidak bisa memberikan gambaran utuh tentang hasil pembelajaran.
Pada kenyataanya, sebagian besar pembelajaran kehidupan justru dilakukan secara informal oleh lingkungan pergaulan. Meskipun seolah-olah tidak memiliki alat ukur ketuntasan, tetapi hasil belajarnya memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan, yaitu perilaku keseharian.
Hal tersebut dikarenakan dalam beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup, kita mendasarinya dengan konsep yang kita yakini kebenarannya. Sementara untuk meyakini sesuatu, bisa kita lakukan dengan pembuktian maupun pembiasaan. Jadi, bukan sekadar informasi yang sudah kita terima secara formal yang memengaruhinya.
Ini karena keyakinan seseorang terhadap sebuah konsep, memiliki aspek afektif yang mendorong seseorang dalam memutuskan untuk melakukan sesuatu atau tidak. Inilah yang sebenarnya berpengaruh paling besar pada perilaku kita sehari-hari di lingkungan.
Informasi dan contoh penerapan konsep hidup yang tidak berdasarkan Islam, membuat umat Islam saat ini semakin cenderung untuk memperturutkan hawa nafsu, yaitu kesenangan yang menyelisihi syari'at Islam. Tidak berbeda dengan orang kafir dan ideologinya.
Seseorang melakukan tindakan kriminal, dimulai dari ketidakmampuannya mengendalikan hawa nafsu dan didukung oleh kondisi lingkungan. Ketika kedua hal tersebut bertemu, maka lambat-laun terbentuk kepribadian yang khas dan persisten.
Inilah kenapa dakwah untuk memperbaiki dan mengembalikan kehidupan Islam sangat urgen diperjuangkan. Lingkungan sekuler yang dipenuhi dengan informasi-informasi berbasis hawa nafsu yang menyesatkan harus segara dienyahkan, diganti dengan lingkungan yang berbasis ketakwaan.
Proses pembinaan secara informal dilakukan oleh jama'ah dakwah ideologis dengan tujuan untuk membentuk kepribadian Islam bagi para pemuda, agar siap terjun di medan perjuangan dan pergolakan pemikiran.
Ruang kelas jama'ah dakwah ini adalah alam raya. Pelajaran yang diberikan adalah bagaimana cara hidup bersama masyarakat dengan senantiasa mendapat keridaan dari Allah Swt. dengan menyesuaikan segala aktivitas mereka dengan perintah dan larangan-Nya.
Guru mereka adalah mabda' (Ideologi) Islam, sedangkan ikatan yang menjadi penghubung di antara mereka adalah keimanan dan tsaqafah pergerakan. Mereka saling mencintai karena Allah dan Rasul-Nya, semoga Allah pun mencintai mereka. Wallahu a'lam bishshawwab.
Oleh: Trisyuono Donapaste
Sahabat Tinta Media