Tinta Media - Sungguh fenomena yang sangat berbeda bila kita melihat kondisi umat saat ini. Barang langka biasanya dicari-cari bila itu menjadi kebutuhan, walau mahal harganya, seperti halnya minyak goreng. Lalu apa yang langka, tapi dicaci? Inilah yang sangat menarik dan terjadi di negeri ini.
Menjadi muslim sejati saat ini ibarat menjadi barang langka. Keberadaannya walau dibutuhkan, tetapi tidak dicari. Muslim sejati sangatlah berbeda dengan muslim biasa. Banyak orang mengaku muslim, tetapi tidak terlihat sama sekali kepribadiannya sebagai seorang muslim.
Seseorang dikatakan muslim ketika dia telah bersyahadat atau terlahir dari keluarga muslim, walaupun belum memahami hukum syara’, yakni hukum Islam yang datang dari Allah, yang bersumber dari Al-Quran dan sunnah Rasul, sehingga belum diterapkan dalam kehidupannya.
Ada juga muslim yang sudah tahu hukum syara’, tetapi enggan mengikuti aturan-aturan yang datang dari keduanya, bahkan sering melecehkan hingga berbuat zalim terhadap sesama muslim. Demi mendapatkan harta, jabatan, dan kesenangan dunia, mereka lupa pertanggungjawaban di akhirat kelak yang akan diadili oleh Sang Pencipta yang Mahaadil.
Sedangkan muslim sejati bisa terlihat dari kepribadiannya. Perkataan dan perbuatannya selalu berpedoman pada kitabullah dan sunnah Rasulullah. Apa pun yang datang dari keduanya, didengar, dan ditaatinya dengan berbagai risiko. Kelangkaannya terjadi karena memerlukan proses yang sangat panjang, perjuangan dan pengorbanan yang tidak mudah untuk tetap berpegang teguh kepada aturan yang datang dari Allah agar mendapatkan rida-Nya. Ia tidak mengharap pujian dan perlindungan dari sesama manusia.
Caci-maki, intimidasi, persekusi, hingga jeruji menjadi santapan silih berganti. Bahkan, jiwa pun menjadi incaran. Semua itu tidak pernah memadamkan semangat untuk tetap teguh menyampaikan kebenaran dan mencegah segala bentuk kemaksiatan. Hal ini karena yang dilakukan adalah sebaik-baik perbuatan.
Ujian yang menerpanya harus dihadapi dengan kesabaran, keikhlasan, dan kesadaran penuh. Ia sadar bahwa dunia dan isinya adalah milik Sang Pencipta. Dialah yang menguasai dan mengaturnya. Dia juga yang mengetahui segala kebutuhan manusia dan makhluk lainnya, karena Dialah yang menciptakan dan mematikan. Dialah Allah Swt. yang patut disembah.
Sebagaimana firma-Nya dalam surah al-An'am ayat 162 yang artinya:
"Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku semua bagi Allah Tuhan semesta alam."
Muslim sejati atau disebut juga mukmin sangat yakin hanya Allah tempat bergantung dan memohon. Tidak ada keraguan sedikit pun atas perintah dan larangan-Nya dan yakin bahwa Rasulullah pembawa risalah-Nya, pemberi teladan ajaran-Nya, serta Islam sebagai agamanya.
Tidaklah dikatakan bahwa seseorang itu beriman (mukmin), ketika ia belum teruji. Allah mengetahui siapa yang benar dan siapa yang dusta. Hal ini sesuai dengan surah al-Ankabut ayat 2 dan 3.
Dikuatkan dalam surah al-Baqarah ayat 2 sampai 4, yang artinya:
"Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan sebelum kamu, serta mereka yakin adanya kehidupan akhirat. Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Ayat ini menuntun seorang mukmin untuk selalu menjaga hidayah atau petunjuk dari Allah dengan memupuk keyakinan agar tidak goyah. Ia memupuk keyakinan dengan terus mempelajari dan memahami Al-Quran dan sunnah Rasul, serta berusaha maksimal untuk diterapkan dalam kehidupan. Ia senantiasa istikamah dalam ketaatan, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta berdoa agar diteguhkan dan dikokohkan dalam keimanan.
Istikamah berarti konsisten dalam amal kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan tanpa keraguan dengan petunjuk yang lurus dari Allah Swt., menahan hawa nafsu dan berbagai godaan setan dengan ketentuan hukum syara’ agar menjadi bagian dari orang-orang yang beruntung.[]
Oleh: Rosiah Nata
Aktivis Dakwah di Depok