Tinta Media - Ketua Umum Koalisi Persaudaraan Advokat dan Umat (KPAU) Ahmad Khozinudin, S.H. menilai bahwa apa yang disampaikan Edy Mulyadi mengenai kota sepi itu istilah lainnya adalah tempat jin buang anak, secara substansi tidak keliru.
"Kota sepi itu istilah lainnya adalah tempat jin buang anak. Artinya, apa yang disampaikan Edy Mulyadi secara substansi tidak keliru. Hanya, karena ada oligarki yang terusik, maka ungkapan tempat jin buang anak di politisasi dan dikriminalisasi," ungkapnya kepada Tinta Media, Rabu (16/3/22).
Menurutnya, hal ini terbukti ketikaYati Dahlia dari Suku Balik Paser, warga asli Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, kecewa ketika melihat lahan rumahnya tiba-tiba dipasangi patok untuk pembangunan proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
“Yati pun meminta pemerintah memberikan penjelasan terkait pencaplokan tanahnya itu. Yati mengatakan, rumahnya berjarak sekitar 10-15 kilometer dari Titik Nol IKN. Awalnya, Gubernur Kaltim mengatakan bahwa tanah warga tak masuk area IKN. Tapi yang terjadi, justru plang sudah ke permukiman warga, kata Yati dalam webinar Bersihkan Indonesia, Selasa (15/3/2022),” ujar Ahmad.
Ia mengungkapkan, Keluhan Yati ini mengingatkan kita pada ujaran tempat jin buang anak, yang pernah disalah tafsirkan oleh sejumlah pihak. "Edy Mulyadi, kala itu pernah menggambarkan lokasi IKN sebagai tempat jin buang anak, karena masih sangat sepi," jelas Ahmad.
Ahmad melanjutkan, belakangan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga mengaku pesimistis dengan rencana pemerintah yang akan mengandalkan pegawai negeri sipil (PNS) untuk tinggal di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur. "Ia meyakini IKN Nusantara tak akan bergeliat dan sepi sebab tak ada kehidupan, selain PNS," lanjutnya.
Padahal, keberhasilan sebuah kota sangat ditopang oleh keberagaman penduduknya. "Terus dipikirkan juga, karena kalau hanya mengandalkan populasi PNS, kotanya pasti sangat sepi," kata Ridwan Kamil saat menyampaikan testimoni usai menghadiri prosesi Kendi Nusantara di IKN Nusantara bersama Jokowi dan sejumlah gubernur lain, Senin (14/3/22).
Edy saat itu mengkritik proyek IKN, lanjut Ahmad, dan menyebut sejumlah nama pemilik lahan yang berpotensi diuntungkan. Ada Sukanto Tanoto, Hasyim Joyohadikusumo, Reza Herwindo, Yusril Ihza Mahendra hingga nama Luhut Binsar Panjaitan.
"Edy awalnya juga dikriminalisasi dengan ungkapan singa yang mengeong, karena tidak jalan kemudian sentimen kesukuan dan kedaerahan yang digerakkan untuk menekan polisi agar memproses hukum ungkapan tempat jin buang anak," lanjut Ahmad.
Ahmad menjelaskan, KPAU sendiri, saat acara pers conference pada tanggal 17 Januari 2022 yang lalu telah menyatakan penolakan proyek IKN, dengan empat alasan utama antara lain membebani APBN, merusak lingkungan, mengancam kedaulatan dan menguntungkan oligarki.
"Sementara itu, untuk membela Warga Kalimantan Edy Mulyadi menjelaskan bahwa ada aspek lingkungan yang terancam. Diantaranya, sejumlah lobang tambang yang ada akan diputihkan dosanya. Termasuk juga soal rawan konflik lahan warga Kalimantan," jelasnya.
Ia menegaskan, semua disampaikan berdasarkan data yang diterbitkan sejumlah LSM yang terangkum dalam buku 'Ibukota Negara Untuk Siapa'.
"Pengakuan Yati yang lahannya dipatok sepihak di atas adalah konfirmasi akan banyaknya masalah konflik lahan IKN. Dalam kasus ini, tentu saja warga masyarakat asli Kalimantan yang telah tinggal dan menetap berpuluh-puluh tahun yang akan menjadi korbannya," lanjut Ahmad.
Ahmad menambahkan, belum lagi, soal pendanaan IKN yang sampai hari ini tidak jelas. Pasca SoftBank mundur dari investasi yang mulanya dikabarkan akan menginjeksi dana US$ 1 miliar (setara Rp. 1047 Triliun), masa depan proyek IKN menjadi Madesu.
"Walaupun Jokowi telah melakukan ritual kendi dan menginap di kemah titik nol, tetap saja hal itu tidak menarik peminat investor," sindirnya.
"Luhut Panjaitan terpaksa keliling cari investor hingga ke negeri kadrun. Sejauh ini belum ada komitmen apapun, selain hanya menghasilkan foto Luhut tersenyum bersama Pangeran Salman. Pembiayaan IKN baik dari KBPU, Swasta, BUMN dan APBN hingga saat ini tidak jelas," ujarnya.
Ia menegaskan, semua itu sebenarnya mengkonfirmasi kritikan Edy Mulyadi terbukti. Indonesia belum perlu bahkan tidak membutuhkan pindah IKN.
"Yang dibutuhkan dan mendesak itu kepastian stok minyak goreng. Jangan sampai bermimpi pindah IKN, ngurusin minyak goreng saja kelabakan," pungkasnya. [] Willy Waliah