Kisruh Minyak Goreng, Pamong Institute: Negara Ditunggangi “Kuda Liar” - Tinta Media

Senin, 28 Maret 2022

Kisruh Minyak Goreng, Pamong Institute: Negara Ditunggangi “Kuda Liar”

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1g-q1xDL8MJoXKpdi23xmXyQWql2UEJBx

Tinta Media - Kisruh minyak goreng yang terjadi di negeri ini dinilai oleh Direktur Pamong Institute Wahyudi Al Maroky karena negara ditunggangi “kuda liar”.

“Kalau kita lihat justru tidak sekedar berhadapan, bukan sekedar kalah  dengan mafia, tapi sudah ditunggangi ‘kuda liar,” tuturnya dalam acara Islamic Lawyers  Forum #41: Negara Kalah Sama Mafia? Kamis (24/3/2022) melalui channel Youtube LBH Pelita Umat.

Wahyudi menjelaskan kenapa kuda liar? Karena yang menunggangi  ini adalah sistem pemerintahan  hasil bentukan dari sebuah pesta demokrasi yang begitu mahal. Sistem kompromistis yang merupakan kolaborasi antara politisi dan para investor politik.

“Dalam konteks ini sistem demokrasi tidak memiliki rel yang harus dijalankan. Karena demokrasi meletakkan kedaulatan membuat hukum,  benar dan salah, bahkan mengubah di tengah jalan, diserahkan kepada tangan manusia dalam hal ini wakil rakyat ataupun para penguasa tadi,” terangnya.

Dengan realita seperti itu, lanjutnya, maka  begitu ada peluang  untuk ditunggangi atau saling menunggangi kapan pun bisa berbalik arah. “Ini yang saya gambarkan sebagai kuda liar,” tegasnya.

“Ketika negara dalam konteks ini pemerintahannya  dibentuk oleh sistem demokrasi yang begitu mahal,  kemudian mereka diberi kewenangan di luar batas kemampuan manusia.  Yaitu menentukan benar dan salah, menentukan baik dan buruk bahkan  boleh membuat hukum sendiri karena kedaulatan ada di tangan mereka, mengatasnamakan rakyat, ini bisa memutar balik kapan saja. Bahkan kesepakatan konstitusional  yang sudah disepakati pun  bisa mereka ubah. Nah ini menurut saya  yang menjadi problematika terbesar,” analisisnya.

Jadi, lanjut Wahyudi, dalam sistem seperti ini bukan sekedar negara kalah oleh  mafia  tapi negara sudah ditunggangi. Bahkan negara  bisa diputarbalikkan arah ke mana saja, sesuka mereka. Kapan mereka punya  kepentingan disitulah mereka akan mengeluarkan kebijakan dengan mengatasnamakan negara atau menunggangi negara. Negara tidak punya rel lagi.

“Celakanya hukum jadi tidak berfungsi efektif. Karena kalau pun hukum digunakan untuk para mafia atau oligarki hukum akan tumpul, baik dari segi prosesnya bisa lamban, panjang atau bahkan bisa mandeg,  tidak jelas lagi kapan bisa diselesaikan. Bahkan kalau itu berhadapan dengan para oligarki, tiba-tiba yang berhadapan itu dilaporkan balik. Kalau hukum itu mengganggu mereka, bisa diubah oleh mereka,” jelasnya.

Wahyudi menilai, ketika sebuah negara dibangun dengan tatanan demokrasi , kebijakannya akan sangat tergantung dengan kebijakan para oligarki atau para pemilik modal atau para mafia yang mengendalikan negara. “Bahasanya bukan negara kalah tapi negara ditunggangi mereka,” simpulnya.  

“Nah kalau  diharapkan negara harus hadir dalam konteks welfare state, ini sulit. Bagaimana negara mau hadir? Dia mau hadir tapi  dikendalikan,” tukasnya.

Wahyudi memberikan contoh ketidakmampuan negara  hadir dalam memenuhi kebutuhan minyak goreng adalah bukti negara sedang dikendalikan oleh para oligarki atau mafia.

“Padahal  negara itu  dibentuk untuk minimal  menjalankan tugas fungsi. Melindungi, mensejahterakan dan mencerdaskan rakyat,” tandasnya. 

Wahyudi menyimpulkan selama pemerintahan itu dibentuk melalui mekanisme demokrasi, akan sangat sulit bisa keluar dari cengkeraman para pengusaha, karena mahalnya biaya politik demokrasi.

“Dalam sistem demokrasi sulit untuk keluar dari tekanan mafia, nyaris tidak bisa,” tegasnya. [] Irianti Aminatun
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :