Tinta Media - Khilafah itu bukan ideologi, tetapi ajaran Islam di bidang pemerintahan. Berulang kali masalah ini dijelaskan, namun rezim Jokowi seakan tak mau mengerti, tetap saja mengatakannya sebagai ideologi. Pada 5 Maret 2022, diksi “ideologi khilafah” muncul lagi. Kali ini pernyataan tersebut muncul dari BNPT yang menyebut “lima ciri penceramah radikal yang dilarang Jokowi diundang TNI-Polri” dan “ideologi khilafah” muncul pada ciri pertama.
.
Mengapa rezim sekuler-radikal-intoleran ini kerap menyebut khilafah sebagai ideologi? Agar Muslim yang masih awam tak mengetahui khilafah adalah ajaran Islam di bidang pemerintahan. Soalnya, seawam-awamnya orang Islam, mestilah membela ajaran agamanya bila dinistakan. Bagaimana agar leluasa menista khilafah, ya fitnah saja khilafah sebagai ideologi. Lalu dimonsterisasi dengan berbagai fitnah lainnya agar tampak menakutkan di mata orang-orang awam. Keji sekali memang rezim sekuler-radikal-intoleran ini.
.
Padahal bagaimanapun juga mayoritas pejabat bahkan presidennya sendiri beragama Islam. Tentu saja terikat syariat Islam. Mereka berkewajiban menerapkan syariat Islam secara kaffah. Tapi alih-alih melaksanakan kewajiban tersebut malah menerapkan sistem kufur demokrasi jebakan penjajah yang tegak di atas akidah sekuler. Melegalisasi kafir penjajah untuk mengeksploitasi sumber daya negeri Muslim ini. Lebih jauhnya lagi, kerap mempersekusi dan mengkriminalisasi para pendakwah Islam kaffah dengan sebutan radikal radikul dan memfitnahnya dengan berbagai fitnah sebagai manipulator agama (ciri kelima) dan penyebar hoaks (ciri ketiga), sebagaimana disebut dalam lima ciri yang dirilis BNPT tersebut.
.
Jadi sebenarnya siapa sih yang memanipulasi agama dan menyebar hoaks? Umat Islam yang mendakwahkan kewajiban penerapan syariat Islam secara kaffah atau rezim sekuler-radikal-intoleran?[]
.
.
Depok, 2 Sya'ban 1443 H | 5 Maret 2022 M
Oleh: Joko Prasetyo
Jurnalis