KH M. Shiddiq Al-Jawi Jelaskan Hukum Nikah Beda Agama - Tinta Media

Selasa, 29 Maret 2022

KH M. Shiddiq Al-Jawi Jelaskan Hukum Nikah Beda Agama

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1cVs1ScV0_6w3Fd7-Ls-74CG3qEXkg1ho

Tinta Media - Menanggapi pernikahan beda agama setelah beberapa waktu lalu ada pernikahan seorang muslimah di sebuah gereja, Founder Institut Muamalah Indonesia KH M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si menjelaskan hukum menikah beda agama.

“Nikah beda agama itu ada tiga macam. Pertama, pernikahan seorang laki-laki muslim dengan perempuan ahli kitab yaitu perempuan yang beragama Yahudi dan Nasrani. Kedua, pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan yang kafir atau non muslim tapi musyrik. Artinya perempuan yang tidak menganut Yahudi atau Nasrani. Ketiga, pernikahan seorang wanita muslimah dengan laki-laki kafir atau non muslim. Non muslim secara umum, baik laki-laki non muslim itu orang Yahudi atau orang Kristen atau laki-laki musyrik atau tidak beragama, yang jelas dia kafir atau non muslim,” tutur Ustaz Shiddiq pada rubrik Fokus: Nikah Beda Agama dan Fenomena Kemusrikan, Ahad (27/3/2022) di kanal YouTube UIY Official.

Pertama, pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan kafir atau non Islam tetapi beragama Yahudi atau Nasrani yang disebut dengan ahli kitab atau kitabiyah. “Ini dibolehkan berdasarkan surat Al-Maidah ayat 5. Di dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: ‘Telah dihalalkan bagi kamu menikahi al muhshonat’, menurut tafsir ath-thabari artinya adalah perempuan-perempuan yang merdeka. Pada ayat ini kata Imam Ath-Thabari ‘Allah telah menghalalkan laki-laki muslim menikah dengan perempuan-perempuan yang diberi Al kitab adalah perempuan yang beragama Yahudi atau beragama Nasrani.’ Itu penjelasan dalam tafsir At Thabari yang ditulis oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari,” jelasnya.

Ustaz Shiddiq mengatakan bahwa pernikahan seperti ini, walaupun semua ulama sepakat (empat Mazhab sepakat itu boleh), tapi khusus untuk imam Syafi'i tetap melarangnya. “Ini mungkin kehati-hatian Imam Syafi'i, tetap melarang karena menurut beliau wanita ahli kitab itu adalah wanita, orang-orang dari keturunan Bani Israel,” bebernya.

“Jadi kalau orang Kristen Jawa itu menurut Mazhab Syafi'i tetap tidak boleh, karena menurut beliau orang Bani Israil itulah yang dulu ketika mendapat Injil atau Taurot masih asli. Jadi itu argumentasi Imam Syafi'i yang dikemukakan oleh Imam al-baihaqi dalam kitab ahkamul Quran,” lanjutnya.

Menurutnya, sebenarnya yang lebih kuat pendapat jumhur ulama yang tidak melihat ahli kitab itu harus orang keturunan dari Bani Israil. “Yang penting beragama Yahudi atau Nasrani meskipun kitab mereka yaitu Taurat dan Injil itu sudah mengalami penyimpangan,” tuturnya.

“Argumentasinya, karena pada zaman Nabi istilah Al kitab digunakan oleh Al-Qur’an untuk menyebut orang-orang Yahudi ataupun orang-orang Nasrani yang itu sudah menyimpang akidah mereka, sudah mengalami tahrif dalam kitab suci mereka,” terangnya.

Tetapi menurutnya, secara pribadi, memberikan penjelasan hukum berikut. “Laki-laki muslim hukum asalnya memang boleh menikahi kitabiyah, yaitu perempuan non muslim beragama Yahudi dan Nasrani tetapi tetap ada syaratnya yaitu tidak boleh menimbulkan mudarat atau bahaya,” jelasnya.
Ia memberikan contoh bahaya tersebut. “Misalnya suaminya yang muslim itu kemudian ikut-ikutan murtad atau anak-anak mereka kemudian ikut-ikutan agama Kristen dari istrinya. Ini tidak boleh berdasarkan kaidah fiqih yang dirumuskan oleh Imam Taqiyuddin Aan-Nabhani. Beliau mengatakan ‘setiap kasus dari kasus-kasus perkara yang hukum asalnya itu mubah atau boleh tetapi untuk kasus tertentu itu dapat menimbulkan bahaya, maka untuk kasus itu hukumnya haram, tetapi pada dasarnya hukumnya itu tetap mubah Ya bagi mereka yang tidak mengalami mudarat’,” paparnya.

Dia menegaskan lagi hukum yang pertama. “Jadi kalau laki-lakinya itu muslim menikah dengan perempuan non muslim tapi menganut agama Yahudi atau Nasrani hukumnya boleh tapi ada syarat untuk supaya itu dibolehkan, tidak menimbulkan bahaya atau mudarat. Kalau mudarat,  untuk kasus tertentu hukumnya haram tapi hukumnya secara umum tetap boleh,” tegasnya.

Kedua, laki-laki muslim menikah dengan perempuan non muslim tetapi bukan ahli kitab, bukan penganut Yahudi atau penganut Nasrani. “Ini hukumnya adalah haram. Dalilnya dalam surat Al Baqarah ayat 221. ‘Janganlah kamu hai laki-laki muslim menikahi perempuan-perempuan yang musyrik, sampai mereka itu beriman. Sungguh hamba sahaya perempuan yang beriman itu lebih baik bagi kamu daripada perempuan musyrik walaupun kamu sangat kagum terhadap kecantikan mereka’,” terangnya.

Ketiga, ini yang mungkin relevan dengan fakta yang ada sekarang. “Jadi laki-lakinya yang non muslim perempuannya itu adalah muslimah. Nah ini semua ulama sepakat menghukumi haram. Dalilnya ada dua, pertama surat Al Baqarah 221 dan yang kedua surat Al-Mumtahanah ayat 10,” jelasnya.

“Jadi dalam surat Al Baqarah 221, ada kelanjutannya, ‘janganlah kamu menikahkan laki-laki musrik dengan perempuan yang beriman hingga laki-laki musrik itu beriman’,” lanjutnya.

Menurutnya, pembicaraan itu adalah wali-wali dari perempuan muslimah. “Jadi mukhotobnya bukan laki-laki muslim yang mau menikah, tapi wali-wali dari perempuan muslimah,” tuturnya.

“Wali-wali kan ayah-ayah mereka, ayah kandung itu ada firman Allah yang ditujukan kepada mereka ‘janganlah kamu wali-wali dari anak perempuan muslim, janganlah kamu menikahkan laki-laki musyrik dengan anak perempuan kamu hingga mereka beriman,’ artinya masuk Islam,” paparnya.

Selain itu, ia sampaikan dalil di dalam surat Al-Mumtahanah ayat 10. “Dalam ayat ini menceritakan azbabun nuzul, adanya perempuan-perempuan muslim dari Mekah menuju Madinah hijrah. Padahal dalam perjanjian hudaybiyah itu kalau ada orang dari Mekah ke Madinah itu harus dikembalikan. Tapi ini khusus untuk wanita muslimah yang bersuami dengan laki-laki kafir di Mekah, nggak boleh dikembalikan dari Madinah ke Mekah. Pada ayat itu ada alasannya yang disebutkan oleh Allah kenapa tidak boleh mengembalikan wanita muslimah yang hijrah dari Mekah ke Madinah ‘tidaklah perempuan-perempuan yang beriman itu halal bagi mereka itu laki-laki kafir suami-suami mereka di Mekah dan tidak halal juga mereka itu.’ Maksudnya adalah orang-orang kafir yang menjadi suami mereka di Mekah jadi laki-laki kafir juga tidak halal bagi perempuan-perempuan yang beriman,” terangnya.

“Surat Al-Mumtahanah ayat 10 dan surat Al Baqarah ayat 221 itu, ayat yang mengharamkan laki-laki kafir atau non muslim baik dia itu Yahudi atau Nasrani atau musyrik bukan Yahudi bukan Nasrani haram hukumnya menikahi perempuan muslimah,” pungkasnya. []Raras
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :