Kesetaraan dan Pemberdayaan Bukanlah Masalah Perempuan - Tinta Media

Jumat, 18 Maret 2022

Kesetaraan dan Pemberdayaan Bukanlah Masalah Perempuan

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1CHbICmPCMe-X5Pjm6wpjL_MSgI-a3URk

Tinta Media - Isu kesetaraan dan pemberdayaan tidak akan menyelesaikan masalah perempuan di dunia, walau selalu menjadi gagasan utama dalam setiap peringatan International Women's Day (IWD) atau Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap 8 Maret. Tema yang diusung tahun ini adalah kesetaraaan gender hari ini untuk masa depan yang berkelanjutan. Sementara slogan yang diambil adalah #BreakTheBias, menghilangkan bias pada kaum perempuan.

Peningkatkan kesetaraan dan penghapusan diskriminasi perempuan masih menjadi program utama dan selalu disuarakan oleh para aktivis dan tokoh perempuan demi memperjuangkan hak-hak perempuan. Menurut pengusung gagasan tersebut, adanya diskriminasi peran perempuan di sektor publik, menyebabkan posisi perempuan dipandang sebelah mata. Kaum lelaki masih mendominasi kepemimpinan dan kekuasaan. Akibatnya, banyak nasib perempuan terinjak di bawah kemaskulinan atau luput dari perhatian. Kaum perempuan sering menjadi korban akibat ketidakberdayaannya dalam ekonomi.

Perempuan dianggap cukup menduduki posisi kedua dalam kiprahnya di sektor publik. Hal ini bisa dilihat dari jumlah perempuan yang menduduki kepemimpinan masih di bawah para lelaki. Karena itu, jika setiap perempuan mempunyai kesempatan sama dengan kaum lelaki, mereka menganggap hal ini akan memunculkan potensi dan prestasi perempuan.

Adanya budaya patriaki yang masih melekat di masyarakat membuat kedudukan perempuan di bawah lelaki, dan mengakibatkan perannya di sektor publik belum sepadan dengan kaum lelaki.

Padahal, masalah perempuan tidak terletak pada kesetaraan gender seperti yang digaungkan oleh para aktivis perempuan. Kasus-kasus yang menimpa perempuan adalah akibat permasalahan sistemik, yang tidak bisa  ditangani satu-per satu menurut kasus yang dialami. Namun, semua masalah tersebut berpangkal karena kecacatan sistem kehidupan yang berlaku saat ini, kapitalis sekuler yang gagal melindungi dan menjamin kebutuhan hidup perempuan secara makruf.

Adanya kekerasan yang menimpa perempuan baik di ranah rumah tangga maupun kehidupan bermasyarakat, disebabkan  karena faktor lemahnya keimanan individu pelaku, kontrol masyarakat yang kurang, dan tanggung jawab negara yang minimalis. Sistem kapitalisme tidak akan peduli terhadap kebutuhan individu per individu rakyatnya. Negara hanya berpuas diri dengan kemakmuran absurd yang tertulis dengan angka-angka dengan penghitungam global.

Maka, dalih untuk menggenjot perekonomian negara, khususnya keluarga menjadi sebab utama kenapa perempuan diberdayakan. Apabila kaum perempuan terjun membantu perekonomian, dirinya mampu mencukupi kebutuhannya sendiri tanpa tergantung kepada kaum lelaki. Dengan begitu, barang-barang industri para kapital/pengusaha tetap mampu dibeli oleh perempuan, tanpa menunggu pemberian nafkah dari lelak.

Padahal masalah penafkahan bukan menjadi tanggung jawab perempuan. Beban ini berada di pundak lelaki, sebagai pemimpin/kepala keluarga. Negara semestinya memberi prioritas utama bagi kaum lelaki untuk mendapat lapangan kerja dan memberi gaji yang layak buat menghidupi keluarganya.

Dalam kapitalisme, perempuan justru dieksploitasi untuk berganti peran. Semula cukup di sektor domestik/rumah tangga, kini merambah peran di sektor publik dengan bekerja, menjadi pencetak uang. Karena itu, para aktivis perempuan selalu memberi penghargaan kepada perempuan/wanita karier yang mampu bekerja, sama dengan lelaki.

Padahal, Islam telah memuliakan perempuan dengan selalu menjaga kehormatan melalui aturan jilbab dan penjagaan mahramnya sehingga bisa mencegah tindak pelecehan seksual yang kerap terjadi. Dalam Islam, perempuan pun boleh bekerja, dengan catatan dirinya tidak meninggalkan kewajiban sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya. Bekerjanya perempuan bukan karena dorongan nafkah, tetapi sebagai bentuk pengabdian sebagai ahli ilmu di berbagai bidang.  Adanya jaminan kehidupan yang makruf akan menghilangkan tuntutan kesetaraan.

Oleh: Nita Savitri
Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Muslimah
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :