Tinta Media - Di Tonjong, Brebes, Jawa Tengah ada seorang ibu muda berinisial KU (35 tahun) telah membunuh anak kandungnya yang berusia 6 tahun dengan menggorok leher anak tersebut dan melukai kedua anak kandungnya yang lain. Kasus ini menggegerkan masyarakat, sebab dia dikenal pendiam di antara para tetangganya.
Ahli Psikologi Forensik, Reza Indra Giri Amriel mengimbau kepada pihak kepolisian untuk memeriksa lebih lanjut kejiwaan pelaku, walaupun dari berita yang ada, penyebab tindakan keji tersebut karena alasan ekonomi.
"Kasus serupa terjadi saat seorang ibu di Jabar meracuni ketiga anaknya. Tapi, mungkin ada kondisi psikologi abnormal tertentu," kata Reza Indra Giri kepada wartawan, Ahad (20/3/2022)
Berulangnya kasus serupa menunjukkan bahwa masyarakat kita, termasuk ibu sedang sakit. Ibu yang seharusnya berperan sebagai pengasuh dan penjaga bagi anak-anaknya, ternyata justru menyebabkan anaknya kehilangan nyawa.
Kondisi masyarakat yang jauh dari agama (Islam) merupakan faktor utama rusaknya fitrah keibuan. Paham sekularisme (menjauhkan agama dari kehidupan), telah meletakkan aspek kebahagiaan hanyalah ketika manusia dapat meraih materi sebanyak-banyaknya. Namun, ketika mereka tidak mampu mendapatkan harta, mereka rentan mengalami stress, bahkan depresi. Apalagi dalam kondisi saat ini, di tengah berbagai kesulitan hidup, berupa mahalnya harga-harga kebutuhan pokok, sementara daya beli lemah akibat suaminya menjadi korban PHK sebagai efek pandemi, misalnya, semakin menjadikan beratnya beban hidup.
Alhasil, karena manusia hidup di bawah kendali sekuler kapitalis, maka mereka tidak menjadikan agama sebagai solusi dalam menyelesaikan masalah. Saat terimpit masalah karena tekanan ekonomi, mereka bukan malah bertawakal, sabar, ikhlas menerima qada (takdir) yang menimpanya, akan tetapi justru putus asa, yang berujung pada tindakan di luar batas perikemanusiaan. Misalnya, keinginan untuk mengakhiri hidup, atau bahkan sampai rela membunuh orang lain yang merupakan anaknya sendiri, seperti kasus ibu muda KU ini, agar tidak merasakan kepahitan hidup lagi.
Inilah bahaya sekulerisme kapitalisme yang telah menggerus fitrah keibuan, menanggalkan sisi kemanusiaan. Tujuan hidupnya semata dilandaskan pada perolehan materi. Selain itu, lebarnya jurang antara si kaya dan si miskin dalam sistem ini, menimbulkan kecemburuan sosial, hingga tak jarang manusia menggunakan jalan pintas untuk menghapus kecemburuannya.
Kapitalisme melegalkan para pemilik modal menguasai harta kekayaan rakyat. Alhasil, sekalipun sumber daya alam melimpah ruah, tetapi masih saja ada kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan. Sekalipun banyak pelatihan-pelatihan, tetapi tidak menjadikan mereka mempunyai skill yang mumpuni.
Sekuler kapitalis jugalah yang menjadi faktor utama secara sistemik yang men-trigger masalah kejiwaan kaum ibu. Maka, agar kasus ini tidak berulang, solusinya bukanlah perbaikan kejiwaan individu pelaku, tetapi menghapus faktor utama tersebut, yaitu mencari alternatif sistem yang mampu memberi kesejahteraan bagi rakyatnya.
Itulah sistem Islam, yang terpancar dari agama Islam. Sistem yang dianut oleh mayoritas penduduk negeri ini menempatkan rakyat pada posisi yang sama dalam mendapatkan ri'ayah (pelayanan) dari negara.
Melalui penerapan syariat Islam kaffah, pemenuhan sandang, pangan, dan papan dijamin oleh negara. Mekanismenya dengan memperluas ketersediaan lapangan kerja bagi para laki-laki, distribusi barang dan jasa dipermudah, dan pemerataan distribusi kekayaan di tengah individu rakyat agar harta tidak hanya berkumpul di salah satu kelompok saja, yaitu orang-orang kaya.
Selain itu, jaminan pemenuhan kebutuhan mendasar berupa pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara gratis, menjadikan rakyat hidup dalam kesejahteraan, tidak memikul beban berat.
Islam memenuhi fitrah manusia, termasuk fitrah para ibu yaitu sebagai ummun warabatulbait, ibu dan pengatur rumah tangga. Ibu juga berperan sebagai madrasatul ula, yang menjaga dan mendidik anak-anaknya. Para ibu fokus menjalankan peran tersebut, hingga mampu mencetak generasi-generasi unggul semisal Imam Syafi'i, Imam Bukhari, dan ulama-ulama besar lainnya.
Wallahu'alam bishshawab
Oleh: Sumiati
Sahabat Tinta Media