Tinta Media - Penundaan pemilu dengan alasan dampak Covid yang diusulkan Muhaimin Iskandar, dinilai Koordinator Indonesian Valuation for Energy and Infrastructur (Invest) Ahmad Daryoko karena syahwat kekuasaan.
“Kalau mau jujur, penundaan pemilu-pilpres ini dipastikan karena ‘syahwat’ kekuasaan,” tuturnya pada Tinta Media, Kamis (24/3/2022).
Apalagi saat ini, kata Daryoko, kekuasaan itu berarti membawa gerbong oligarkhi yang di dalamnya ada parpol, kekuatan legislatif, eksekutif, yudikatif , aparat pemeriksa, serta kekuatan sosial yang lain pendukung kekuasaan pelindung mereka, yang saat ini lagi enak-enaknya ‘menjarah’ aset negara seperti PLN, pertamina , batu bara, tambang emas, nikel dan seterusnya.
“Apalagi, rezim ini lagi punya gawe besar, dengan bobot politis sangat besar pula, yakni proyek pindah Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan sana. Yang akhir kekuasaan Jokowi akhir 2024 dipastikan belum kelar,” ujarnya.
Daryoko mengandaikan, kalau tiba-tiba akhir 2024 nanti terpilih presiden baru yang berideologi ‘kanan’ ( saat ini katakanlah berideologi ‘kiri’ ), maka acara pindah ibu kota itu terancam batal meskipun IKN ada undang-undangnya. “Karena tradisi melanggar undang-undang ataupun konstitusi itu sudah jamak dilakukan petinggi di Republik ini,” tegasnya.
“Kalau itu terjadi berarti merupakan simbol kalahnya kekuatan ‘kiri’ dari eksponen ‘kanan.’ Ini sangat menyakitkan bagi rezim yang saat ini bernuansa kiri tersebut,” tandasnya.
Menurut Daryoko, sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa ini terpecah atas dua arus utama yaitu arus ‘kanan’ dan ‘kiri.’ Ketika Bung Karno berkuasa, saat itu Ideologi ‘kiri’ yang berjaya. Dan saat itu Bung Karno menggagas perlunya ibu kota negara Republik Indonesia berada di lokasi di kisaran Samarinda.
“Sehingga gagasan IKN saat ini tidak lepas dari semangat prestisius dari Ideologi kiri tersebut, apapun resikonya,” jelasnya.
Artinya, simpul Daryoko, pindahnya ibu kota itu membutuhkan kekuatan politik yang sangat besar. Karena disamping harus selesai, juga harus dihuni oleh seluruh pegawai negeri sipil (PNS) dari seluruh departemen yang saat ini berada di Jakarta yang menyangkut ratusan ribu bahkan jutaan orang bila keluarga PNS itu juga ikut pindah. Yang semua itu bisa terancam gagal bila Presiden yang baru berbeda Ideologi dengan rezim saat ini.
“Itulah, mengapa pendukung rezim ini ngotot agar periode ditambah, ataupun periodenya yang diperpanjang,” simpulnya.
Daryoko mengingatkan bahwa semua ini akan menciptakan chaos konstitusi sebagaimana era orde lama juga tercipta chaos konstitusi dengan adanya ide PKI yaitu menjadikan Bung Karno presiden seumur hidup. Ataupun era orde baru, akibat diciptakannya kondisi kekuasaan tidak terbatas lewat rekayasa jalur A (ABRI), Jalur B (Birokrasi), dan jalur G (jalur Partai Golkar).
“Era orde lama akhirnya meletus Revolusi G 30 S/PKI pada 1 Oktober 1965 yang disusul turunnya Bung Karno. Dan era orde baru menciptakan Revolusi Mei 1998 yang berakhir turunnya pak Harto,” tegasnya.
Semuanya, lanjut Daryoko, dimulai dari penciptaan chaos konstitusi dari rezim terkait. Nah, era Jokowi , para pendukung rezim ini indikasinya juga akan menciptakan chaos kontitusi juga , dengan minta penundaan pemilu, atau perpanjangan periode kekuasaan presiden, yang semuanya dengan dalih Covid-19 dan turunannya.
“Kita lihat saja, apakah Jokowi akan turun dari tahta lewat revolusi juga?” pungkasnya.[] Irianti Aminatun